Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TAK ada satu pun nama atau logo perusahaan di Suite 3901 Lantai 39 Wisma GKBI, Jakarta. Andai tak ada dua resepsionis di belakang pintu masuk, ruangan itu lebih mirip galeri pameran ketimbang kantor. Suasananya hening. Lima kursi tamu tertata rapi di pojok ruangan. Deretan bingkai foto hitam-putih jepretan fotografer beken asal Amerika Serikat, Ansel Adams, tergantung menghiasi dinding.
Di situlah Amdocs Ltd., perusahaan global penyedia software layanan pelanggan telekomunikasi, membuka cabangnya di Indonesia. Mega, anggota staf administrasi Amdocs yang menemui Tempo, mengatakan perusahaannya memang hanya menyewa salah satu ruang di suite tersebut. Itu sebabnya tak ada nama dan logo Amdocs di situ. Begitu pula di ruangan yang disewa Amdocs.
Di jagat industri telekomunikasi, perusahaan tempat Mega bekerja bukan perusahaan ecek-ecek. Berkode DOX, perusahaan ini terdaftar di New York Stock Exchange. Laporan keuangan per akhir Juni 2010 yang mereka publikasikan dua pekan lalu menunjukkan total asetnya mencapai US$ 1,99 miliar atau sekitar Rp 18,2 triliun. Pendapatannya selama satu kuartal terakhir US$ 753,2 juta (Rp 6,8 triliun).
Bergerak di jasa teknologi informasi, terutama sistem layanan pelanggan, Amdocs memasok lebih dari 200 per usahaan di puluhan negara, termasuk Indonesia. Excelcomindo menggunakan beberapa software Amdocs sejak 2003. Dan mulai tahun ini, Amdocs juga menggarap teknologi billing system PT Telkomsel, setelah menang tender senilai Rp 1,2 triliun.
Karena sudah menjadi perusahaan global, kontroversi Amdocs tak hanya terjadi di Indonesia. Amdocs selalu dikaitkan dengan kepentingan Israel. Tahun lalu, beberapa politikus Irlandia meneken petisi kepada Eircom, operator telekomunikasi negeri itu, agar menolak proposal kerja sama konsorsium IBM karena melibatkan Amdocs. Petisi itu digalang dua organisasi, Kampanye Solidaritas Pa lestina-Irlandia (IPSC) dan Gerakan Antiperang Irlandia (IAWM). Tapi Eircom tetap memilih Amdocs.
Yang paling menghebohkan adalah dikaitkannya Amdocs dalam dugaan aksi spionase yang dilakukan Israel di Amerika Serikat. Laporan ini pertama kali disiarkan Fox News Channel pada akhir 2001. Laporan stasiun televisi swasta Amerika itu berisi hasil investigasi yang melibatkan beberapa badan intelijen yang mencurigai kegiatan mata-mata lewat percakapan telepon, komunikasi data, dan sistem pertukaran informasi lain yang menggunakan saluran telepon.
Dalam siaran tersebut dikatakan sebagian besar re kaman panggilan telepon dan tagihan dari perusahaan telekomunikasi negara itu dioperasikan oleh Amdocs Ltd. ”Perusahaan telekomunikasi swasta yang berbasis di Israel,” kata Carl Cameron, koresponden Fox News, dalam berita yang dibawakan anchor kondang Brit Hume. Saat itu, Amdocs beberapa kali dimintai keterangan dalam investigasi tersebut.
Tapi kontroversi itu pun tenggelam seiring dengan bantahan dari Amdocs. ”Amdocs tak pernah terlibat dalam kegiatan apa pun,” kata Dan Ginsberg, juru bicara Amdocs dari Porter Novelli, seperti dikutip situs berita Newsmax.com. Apalagi berita itu kini tak bisa lagi diakses di situs Fox News, meski videonya masih tayang di youtube.com.
Penelusuran di situs investasi fundinguniverse.com menunjukkan Amdocs adalah hasil reorganisasi Aurec Information and Directory Systems, perusahaan pertama layan an alamat telepon yang dibangun Avinoam Noar dan Morris Kahn pada awal 1980-an. Noar adalah warga Israel lulus an ilmu komputer University of Tel Aviv, sedangkan Kahn konglomerat Israel yang mengendalikan Aurec Group, salah satu penyedia jasa telekomunikasi di Israel.
Selama dekade 1980 itu, Aurec Information terus melebarkan sayap bisnisnya hingga ke Amerika dan Eropa. Sejak awal 1990-an, Aurec lalu lebur dalam Amdocs Ltd., yang terdaftar di Guernsey, Inggris. Pada 1997, kantor pusatnya dipindahkan ke Chesterfield, Missouri, menjelang masuk bursa setahun kemudian. Meski pindah ke Amerika, Amdocs tak sepenuhnya lepas hubungan dengan bisnis di Israel.
Laporan keuangan Amdocs 2009 menyebutkan pusat pengembangan teknologi terbesar mereka berada di Israel dan India. Mereka juga membangun fasilitas pengembangan di Cina, Siprus, Irlandia, dan Amerika. Di Israel, Amdocs memiliki fasilitas di Ra’anana, Hod Hasharon, dan Haifa. Mereka memperkirakan 23 persen produk software dan pegawai Amdocs ada di Israel. Tak aneh jika dalam laporan keuangan itu Amdocs menilai kondisi politik keamanan di Israel bisa berpengaruh buruk terhadap bisnis mereka.
Hingga berita ini ditulis, upaya Tempo meminta konfirmasi tentang berbagai informasi tersebut lewat surat elektronik kepada Amdocs belum dijawab—begitu pula perwakilannya di Indonesia. Mega mengaku tak tahu soal polemik asal-muasal Amdocs.
Agoeng Wijaya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo