Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pertamina bekerja sama dengan perbankan menyediakan kartu kredit bagi karyawan.
Ahok meminta fasilitas kartu kredit untuk komisaris, direksi, SVP, dan manajer dihapus.
Sulit mengawasi pengeluaran direksi.
JAKARTA - Potongan gambar yang menampilkan jumlah tagihan kartu kredit atas nama PT Pertamina (Persero) beredar di publik. Di dalamnya tertera total pagu kredit sebesar Rp 420 miliar dengan tagihan baru Rp 5,4 miliar. Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara, Arya Sinulingga, menjelaskan dokumen tersebut merupakan data kartu kredit milik banyak karyawan Pertamina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertamina, kata dia, bekerja sama dengan perbankan untuk menyediakan kartu kredit bagi para karyawan. "Diberikan kepada karyawan yang mau dan layak mendapatkannya," ujarnya kepada Tempo, kemarin. Arya bertutur, kerja sama antara perusahaan dan perbankan lazim terjadi. "Dan kartu kreditnya dibayar oleh karyawan masing-masing."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sumber Tempo yang pernah menjabat di Pertamina menyatakan, fasilitas kartu kredit bagi karyawan hasil kerja sama dengan perbankan sudah lama ada. "Karyawan yang mengambil kartunya, ya, bayar masing-masing. Kalau telat bayar, otomatis potong gaji," tuturnya. Pagu kredit yang ditawarkan beraneka ragam, namun secara umum jumlahnya rendah.
Dokumen kartu kredit yang beredar ini menyita perhatian publik lantaran pada pertengahan bulan lalu Pertamina juga disorot dalam persoalan kartu kredit. Dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) pada 14 Juni, Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama meminta agar fasilitas kartu kredit untuk komisaris, direksi, senior vice president, dan manajer dihapus. Kebijakan itu direalisasi sehari setelahnya.
Basuki Tjahaja Purnama,. TEMPO/Subekti
Pria yang akrab disapa Ahok itu menuturkan telah meminta direksi membuka data penggunaan fasilitas kartu kredit sejak akhir tahun lalu. Permintaan disampaikan dalam rapat resmi antara komisaris dan direksi. "Tapi didiamkan saja, makanya menunggu RUPS baru diusulkan," katanya. Dalam forum RUPS, dia mengklaim, tak ada yang keberatan dengan penghapusan kartu kredit korporat.
Ahok menyatakan, langkah itu bisa menekan biaya operasional perusahaan, terutama di tengah pandemi Covid-19. Namun Ahok mengaku tak memiliki hitungan mengenai nilai efisiensi yang dihasilkan Pertamina. Dia hanya memberi gambaran, limit kartu kredit untuk level komisaris utama bisa mencapai Rp 30 miliar.
Data pagu kredit tersebut dibantah Arya. "Hasil pantauan kami, limitnya tidak ada yang sampai Rp 30 miliar. Limit atasnya Rp 50-100 juta," katanya. Dia memastikan fasilitas kartu kredit korporat hanya digunakan untuk keperluan perusahaan. Kartu kredit diberikan agar penggunaan dana lebih transparan dibanding menggunakan dana tunai.
Mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Said Didu, menuturkan penggunaan kartu kredit korporat oleh pemimpin perusahaan tidak tepat. "Seluruh pengeluaran BUMN harus sesuai dengan good corporate governance. Bagaimana menjaganya tidak digunakan untuk kepentingan pribadi." Dia mengungkapkan, sulit mengawasi pengeluaran pemimpin perusahaan lantaran tak ada pejabat yang lebih tinggi yang bisa memverifikasi pengeluaran.
Gedung Pertamina Pusat, Jakarta. TEMPO/Amston Probel
Saat masih menjabat di Kementerian BUMN, Said mengimbuhkan, kartu kredit korporat hanya boleh dipegang oleh karyawan yang bertanggung jawab atas keuangan perusahaan. Selain membatasi fasilitas kartu kredit, dia mengaku mencabut fasilitas lain bagi direksi BUMN, seperti kartu golf dan olahraga.
Melihat kegaduhan kartu kredit Pertamina, dia menilai, direksi harus menjelaskan penggunaan fasilitas tersebut kepada publik agar tak muncul spekulasi. Di sisi lain, ia mengkritik gaya kepemimpinan Ahok sebagai pengawas. "Kalau komisaris utama mau menertibkan, tertibkan saja di dalam, tidak usah diumbar ke luar.
Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia, Danang Widoyoko, juga meminta direksi Pertamina menjelaskan ihwal penggunaan kartu kredit korporat sebagai pertanggungjawaban kepada publik. Dia menuturkan, praktik penggunaan kartu kredit korporat untuk kepentingan pribadi harus dihentikan. "Mesti dipastikan apakah ini fasilitas atau untuk kegiatan operasional," ucapnya.
FRANCISCA CHRISTY | VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo