Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merevisi target realisasi belanja pemerintah dari 95 persen menjadi 90-93 persen pada akhir tahun anggaran 2016. Dia beralasan estimasi perencanaan belanja yang tak akurat mengakibatkan penyerapan tak maksimal. "Dari sisi manajemen anggaran, over-budgeting menciptakan dampak jumlah anggaran belanja terlalu besar," kata Sri, di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta, akhir pekan lalu.
Hingga pekan lalu, penyerapan anggaran Kementerian dan Lembaga di KPPN Jakarta sekitar 85 persen. Penyerapan belanja proyek yang melenceng dari perencanaan akan mendongkrak jumlah defisit keuangan. Tercatat, nilai total utang pemerintah pusat mencapai Rp 3.485,36 triliun hingga akhir November. Pemerintah berupaya menjaga defisit keuangan agar tak melebihi target 2,7 persen.
Karena itu, Sri Mulyani meminta Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan Direktorat Jenderal Keuangan memperbaiki pola dan proses penganggaran yang ada. "Kami memperbaiki sinergi dari proses penganggaran dan pencairan menggunakan data feedback dan perbaikan pelayanan," ujarnya.
Direktorat Jenderal Perbendaharaan melaporkan terjadinya penumpukan pembayaran tagihan negara dari satuan kerja kementerian dan lembaga melalui pengajuan surat perintah membayar ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) menjelang tutup tahun anggaran. Diperkirakan terdapat sekitar 790 ribu surat perintah membayar masuk saat tutup tahun anggaran 2016. Sebanyak 220 ribu SPM masuk ke KPPN Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan DKI Jakarta. Sedangkan yang diproses baru 104 ribu SPM.
Berkat mitigasi penahapan pengajuan pembayaran, menurut Sri Mulyani, jumlah antrean tahun ini tak setinggi tahun lalu. Perencanaan anggaran dan lelang lebih awal juga memperlancar pencairan. Sayangnya, dia masih menemukan keluhan dari kontraktor berupa pembayaran kontraktor yang terlambat. Padahal Ditjen Perbendaharaan telah menerapkan penyederhanaan dokumen dan automasi sistem. "Perlu efisiensi birokrasi, apakah dari formulir, proses, atau syarat sehingga tetap bisa akuntabel."
Sebelumnya, Direktur Jenderal Anggaran Askolani optimistis realisasi belanja pemerintah pusat mencapai 97-98 persen dari pagu setelah penghematan. Setelah pemangkasan belanja dua kali, dia memprediksi defisit lebih rendah dibanding prognosis 2,7 persen terhadap produk domestik bruto. "Yang bisa dihemat misalnya anggaran-anggaran untuk pensiun, cadangan belanja pegawai. Kontribusinya memang enggak banyak, tapi mampu mengendalikan defisit kita," ujarnya.
Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto, mengatakan tak optimalnya belanja pemerintah akan menekan target pertumbuhan ekonomi triwulan keempat. Apalagi porsi belanja pemerintah sangat dominan pada akhir tahun. "Paling mentok pertumbuhan 5 persen, tapi ini tak akan sesuai dengan target rata-rata 5,1 persen dalam APBN-P 2016," kata Eko. Menurut dia, pemotongan anggaran di tengah tahun mengakibatkan sejumlah program tertunda. DESTRIANITA
Total Realisasi Belanja dan Pendapatan (Per November 2016)
aKementerian Keuangan mencatat realisasi belanja negara telah mencapai 78,64 persen dari target dalam Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara Perubahan 2016 sebesar Rp 2.082,9 triliun.
1.Realisasi belanja negara: Rp 1.638,1 triliun
a.Realisasi belanja pemerintah pusat: Rp 967 triliun atau 74 persen dari target Rp 1.306,7 triliun
Belanja Kementerian dan Lembaga: Rp 548 triliun (71,4 persen dari target Rp 767,8 triliun)
Belanja non-Kementerian dan Lembaga Rp 419 triliun (77,7 persen dari target Rp 538,9 triliun)
b.Realisasi transfer ke daerah dan dana desa: Rp 671,1 triliun
2.Realisasi pendapatan negara dari sektor perpajakan
a.Penerimaan perpajakan: Rp 1.098,5 triliun
Pajak: Rp 965 triliun
Bea-Cukai: Rp 133,5 triliun
3.Target defisit akhir tahun: 2,7 persen terhadap produk domestik bruto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo