Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
YOGYAKARTA - Penelitian Yayasan Sekretariat Anak Merdeka Indonesia (Samin) menemukan bahwa media sosial telah menjadi ruang eksploitasi seksual anak. Sejumlah pelajar, dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, mengaku pernah diminta mengirim foto atau video vulgar melalui media sosial.
Peneliti dari Yayasan Samin, Thomas Bambang Pamungkas, mengatakan permintaan foto atau video berasal dari saudara, pacar, dan orang yang tidak mereka kenal. "Media sosial meningkatkan ancaman eksploitasi seksual terhadap anak," kata Bambang saat mempresentasikan hasil penelitiannya Sabtu lalu.
Proyek riset bertema Sexual Exploitation of Children Online (SECO) ini dikerjakan sepanjang sepuluh bulan, sejak Maret hingga Desember di delapan kota, yakni Yogyakarta, Bantul, Sleman, Solo, Semarang, Bandung, Jakarta, dan Mataram. Sebanyak 830 responden yang terdiri atas siswa SMP dan SMA terlibat dalam penelitian ini. Selain membagikan kuesioner, penelitian ini menggelar focus group discussion dengan 38 siswa SD dari Solo, Semarang, Bantul, dan Sleman.
Bambang mengatakan sebanyak 30 persen mengaku pernah mengirim foto atau video vulgar melalui media sosial, seperti pengakuan anak kelas VII SMP yang diminta pacarnya mengirim foto telanjang. Kemudian pacarnya membagikan foto tersebut kepada teman-temannya dengan imbalan uang.
Penelitian ini juga menemukan bahwa sebanyak 60 persen responden pernah melihat atau menerima foto atau video porno dengan anak-anak sebagai modelnya. Hasil lainnya, 39 persen responden pernah mengunggah atau menyebarkan foto atau video porno di Internet. Konten pornografi itu banyak diakses melalui media sosial, yakni sebanyak 26 responden.
Dari media sosial pula para pelaku kejahatan seksual mengincar korban. Mereka menyasar anak-anak yang menulis status galau di media sosial. "Mereka lalu bertemu, dan terjadi kekerasan seksual," kata Koordinator Program SECO dan Sexual Exploitation of Children in Tourism and Travel, Shoim Sahriyati.
Penelitian ini bahkan menemukan ada siswa SMP yang mempunyai tujuh akun media sosial. Menurut Bambang, hampir sebagian besar, 47 responden mengakses Internet dari rumah, baik melalui smartphone maupun laptop. Selebihnya melalui warnet 23 persen dan sekolah 15 persen.
Orang tua, kata dia, lebih senang anaknya bermain Internet di rumah ketimbang bermain di luar rumah. Sayangnya, kata dia, orang tua tidak melakukan pengawasan, demikian pula dengan sekolah yang tidak menjalankan literasi Internet secara maksimal. Sebab, mereka juga bias mengakses konten pornografi saat mengerjakan tugas sekolah dan browsing, bahkan melalui YouTube.
Ada pula Yayasan Setara, yaitu lembaga swadaya masyarakat di Semarang yang bergerak memajukan hak-hak anak sejak 1993. Selama 2016, Setara telah mendampingi 17 kasus anak korban eksploitasi seksual anak secara online dari 34 kasus kekerasan seksual. Adapun Yayasan Kakak (Kepedulian untuk Anak Surakarta) telah mendampingi 18 kasus anak korban SECO dengan usia 13-15 tahun dari 37 kasus kejahatan seksual. PITO AGUSTIN RUDIANA
Mengkhawatirkan
Media sosial telah menjadi sarana eksploitasi seksual anak. Ironisnya, kejahatan seksual ini justru dilakukan oleh pacar dan saudara. Dengan lebih dari satu akun, mereka mengeksploitasi teman sekolah. Menyebarkan foto dan video vulgar milik teman mereka sendiri.
Penggunaan internet oleh anak | |
media sosial | 26% |
mengerjakan tugas sekolah | 23% |
browsing atau menonton YouTube | 11% |
melakukan semua | 40% |
Melihat dan menerima foto atau video porno | |
pernah | 60% |
tidak pernah | 40% |
Media sosial yang digunakan | |
28% | |
BBM | 28% |
24% | |
8% | |
Snapchat | 5% |
Path | 4% |
Mengunggah atau membagikan foto atau video porno | |
pernah | 39% |
tidak pernah | 61% |
SUMBER: PENELITIAN TIM SECO YAYASAN SAMIN, MARET-DESEMBER 2016
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo