Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Setiap perseroan memiliki Corporate Social Responsibility atau CSR, atau tanggung jawab sosial kepada masyarakat atau lingkungan tempatnya berdiri. Sifat CSR ini wajib. Apabila tidak dilakukan, perusahaan terancam terkena sanksi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lalu bagaimana regulasi perseroan menyisihkan dananya untuk CSR? Serta, Apa sanksi jika tidak melakukannya?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Regulasi yang mewajibkan perusahaan melakukan CSR tertera pada Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial dan Perseroan Terbatas. Pada Pasal 2 dan 3 PP tersebut, disebutkan bahwa setiap perseroan selaku subjek hukum mempunyai tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Tanggung jawab sosial dan lingkungan ini menjadi kewajiban bagi perseroan yang menjalankan kegiatan usaha di bidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam berdasarkan Undang-Undang. Adapun kewajiban dilaksanakan baik di dalam maupun di luar lingkungan Perseroan.
Ketentuan tersebut menegaskan bahwa pada dasarnya setiap perseroan sebagai wujud kegiatan manusia dalam bidang usaha, secara moral mempunyai komitmen untuk bertanggung jawab atas tetap terciptanya hubungan Perseroan yang serasi dan seimbang dengan lingkungan dan masyarakat setempat. Sesuai dengan nilai, norma, dan budaya masyarakat tersebut.
Berdasarkan Pasal 4 PP tersebut, CSR dilaksanakan oleh Direksi berdasarkan rencana kerja tahunan perseroan setelah mendapat persetujuan Dewan Komisaris atau RUPS sesuai dengan anggaran dasar Perseroan, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini berarti besaran dana CSR tidak spesifik, sesuai kebijakan perusahaan. Kendati begitu, biaya CSR tetap wajib dikeluarkan, diperhitungkan, dan dianggarkan oleh perusahaan sesuai dengan kepatutan dan kewajaran.
Sanksi Perusahaan Tak Laksanakan CSR
Perseroan yang tidak melaksanakan CSR dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun, ketentuan ini mengakibatkan pemberian sanksi harus meninjau peraturan perundang-undangan terkait terlebih dahulu. Sehingga perlu dilakukan analisis pengaturan sanksi CSR untuk memperoleh kepastian hukum dan penegakkan hukum yang seharusnya.
Dengan demikian dapat mencegah kerugian masyarakat sekitarnya akibat dari korporasi yang tidak melaksanakan CSR, seperti dikutip dari Jurnal Universitas Brawijaya.
Baik menurut PP Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, serta Peraturan Menteri BUMN Nomor 05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan dan Keputusan Menteri BUMN Nomor 236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan, regulasi sanksi perseroan yang tak melaksanakan CSR juga tak jelas.
Sanksi tidak melaksanakan CSR hanya diatur tegas dalam Pasal 34 UU Pasar Modal. Sanksi tersebut menyangkut sanksi administratif yang harus dipatuhi apabila tidak melaksanakan CSR. Dari sini terlihat bahwa kurang jelasnya regulasi di Indonesia mengenai CSR. Padahal pelaksanaan CSR penting sebagai komitmen perusahaan untuk mendukung terciptanya pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.