Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kebijakan restrukturisasi akibat Covid-19 akan segera berakhir pada Maret 2024. Kebijakan ini dimulai dengan adanya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11 Tahun 2020. Restrukturisasi terus diperpanjang dan akhirnya OJK memastikan akan mengakhirinya pada Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengamat perbankan Paul Sutaryono menyebut, perbankan harus menyediakan cadangan yang lebih tinggi setelah restrukturisasi berakhir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Mengapa? Lantaran belum semua nasabah terutama UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah) mampu atau sudah pulih seperti sebelum pandemi," katanya kepada Tempo, dikutip pada Ahad, 3 Maret 2024.
Oleh karena itu, kata Paul, OJK sudah sepatutnya masih memperpanjang restrukturisasi. Terutama bagi nasabah yang masih terdampak pandemi, yakni nasabah UMKM.
Restrukturisasi merupakan keringanan pembayaran cicilan pinjaman di bank dan perusahaan pembiayaan atau leasing.Restrukturisasi bukan berarti menghapus utang, hanya saja diberikan keringanan untuk membayarnya.
Adapun bentuk-bentuk keringanan meliputi penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu, dan pengurangan tunggakan bunga. Kemudian, ada penambahan fasilitas kredit atau pembiayaan, hingga konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara.
Per Oktober 2023, OJK mencatat nilai kredit restrukturisasi Covid-19 menurun, seiring dengan pertumbuhan perekonomian nasional. Nilai kreditnya tercatat Rp 301,16 triliun atau turun sebesar Rp 15,83 triliun jika dibandingkan dengan September 2023 yang mencapai Rp 316,98 triliun.
Sementara dari sisi jumlah nasabahnya berkurang 100 ribu, yakni tercatat 1,22 juta orang. "September 2023 tercatat 1,32 juta nasabah," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae pada 4 Desember 2023.
OJK memastikan bahwa kebijakan restrukturisasi akibat Covid-19 ini tidak akan diperpanjang lagi. Kini, Indonesia menjadi satu-satunya negara yang masih mempertahankan kebijakan restrukturisasi.
Namun, menurut Paul, Indonesia tidak perlu terpengaruh oleh negara lain yang sudah mencabut kebijakan restrukturisasi. "Apa pasal? Karena segmen UMKM mampu menyerap 100 juta lebih tenaga kerja," tuturnya.
Dia mengatakan, kebijakan restrukturisasi penting untuk dipertimbangkan. "Dengan demikian, restrukturisasi itu akan memberikan kontribusi dalam menekan tingkat pengangguran nasional."
ANNISA FEBIOLA | MOH. KHORY ALFARIZI
Pilihan Editor: Serikat Guru Tolak Prabowo Alihkan Dana BOS untuk Makan Siang Gratis: Tidak Berpihak pada Pendidikan