PROSPEKNYA luar biasa," kata Jopie Handojo, Direktur J. Handaja Associates (JHA), yang berkedudukan di Belgia. Ia seperti bicara tentang primadona ekspor nonmigas, padahal yang dimaksudnya cuma arang tempurung kelapa (ATK). Jopie mengekspor ATK ke Jerman, Prancis, dan Belanda. Permintaan tak pernah kurang, justru suplai tak memadai. Akibatnya, banyak pesanan tak terlayani. Prancis, yang memesan 1.000 ton per bulan dengan harga c.n.f. 250 dolar AS per ton, baru terpenuhi 100-200 ton per bulannya. Belgia dan Prancis, masing-masing memesan 4.000 dan 1.000 ton, baru kebagian 40 ton sebulan. Tapi orang dalam, seperti PT Imacarbon, juga tidak kebagian. Anak perusahaan Pupuk Iskandar Muda ini sudah sejak medio 1987 mengekspor ATK ke Inggris, Jepang, Taiwan, Hong Kong, dan Singapura. Imacarbon mampu menjual 100-300 ribu ton sekali ekspor. Namun, sekarang seret. Kendati di Aceh ada 50 ribu hektar perkebunan kelapa, mencari ATK untuk bahan pembuatan karbon aktif (penjernih air dan pembakaran sate tidaklah mudah. Dan Imacarbon, yang biasanya membeli Rp 125 ribu per ton, kini dituntut beli Rp 160 ribu. Dalam persaingan menghadapi PT Ikaindo (Industri Karbonik Indonesia), Imacarbon akhirnya cuma berani Rp 140 ribu per ton. Sementara itu, seorang investor Inggris tak lama lagi akan mendirikan pabrik karbon di Lhokseumawe -- bahan bakunya batok kelapa juga -- dengan investasi Rp 6 milyar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini