Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KAMIS petang dua pekan lalu, lantai Bursa Efek Jakarta mendadak riuh. Bukan karena perdagangan saham bakal segera ditutup. ”Kami saling bertanya apa penyebab lonjakan penjualan PGAS,” kata Roland Haas, pialang kawakan, kepada Tempo. PGAS adalah kode saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk.
Hari itu, dua broker asing melego saham perusahaan pelat merah ini dalam jumlah besar. Mereka melepas sekitar 23 juta lembar saham PGN. Harganya melorot dari Rp 10.100 menjadi Rp 9.650 per saham.
Jawaban baru datang malam harinya. Di situs BEJ muncul pengumuman dari direksi PGN bahwa proyek penyaluran gas dari Sumatera Selatan ke Jawa Barat tertunda hingga akhir Maret 2007. Pipanya anjlok dan rusak. Semula proyek ini dipastikan rampung pada akhir Desember 2006.
Sekretaris Perusahaan PGN, Widyatmiko Bapang, dalam penjelasan itu masih optimistis penerimaan perusahaan tak bakal terganggu, kendati pasokan gas tahun ini berkurang dari 787 juta kubik per hari menjadi 555 juta. Tapi, para broker asing punya pikiran lain.
Credit Lyonnais Securities Asia Pacific, misalnya, langsung berpendapat penjualan gas tahun ini bakal turun 32 persen. Dengan asumsi kenaikan harga juga tertunda—dari US$ 5 menjadi US$ 5,5 per mmbtu— pendapatan PGN tahun ini bahkan bakal terpangkas 58 persen.
Investor rupanya lebih mempercayai analisis Credit Lyonnais. Saham PGN pun langsung terjun bebas. Harganya anjlok 23,3 persen dari hari sebelumnya menjadi tinggal Rp 7.400 per saham ketika bursa tutup, Jumat sore. Tercatat 186 juta lembar (4,1 persen) saham berpindah tangan hari itu.
Menurut data Bloomberg, broker yang paling agresif menjual saham adalah Macquarie Securities, Deutsche Securities, dan CLSA Indonesia. Ketiganya melepas 89,1 juta lembar senilai Rp 678 miliar.
Sesungguhnya, harga saham PGN sudah mulai turun sejak dua hari sebelumnya. Pada Senin 8 Januari, sa-ham ini masih diperdagangkan pada harga konstan di atas Rp 11.600. Tapi, esoknya, harganya sudah turun menjadi Rp 10.650.
Penurunan inilah yang kemudian menerbitkan kecurigaan: jangan-jangan sudah ada pihak yang lebih dulu mendapat bocoran informasi penundaan proyek penyaluran gas itu sebelum dilansir manajemen PGN. Jika memang begitu, ”Ini insider trading,” kata Roland.
Kejengkelan investor tak hanya itu. Banyak investor, kata seorang pialang perusahaan sekuritas lokal, merasa ”tertipu” telah membeli saham PGN pada 14 Desember lalu. Saat itu pemerintah menjual 5,3 persen (185,6 juta lembar) saham PGN dan berhasil meraup dana Rp 2,1 triliun.
Larisnya saham PGN tak lepas dari penilaian investor bahwa saham ini bakal menyemai keuntungan. Karena itu, kekecewaan langsung meruap ketika harganya tiba-tiba rontok. Mereka pun sulit percaya bahwa informasi penangguhan proyek itu tak diketahui manajemen PGN dan pemerintah menjelang penjualan saham dilakukan. Buntutnya, direksi PGN dituding telah menyembunyikan informasi penting itu.
Kisruh ini jelas merupakan kado pahit buat Sutikno, yang baru 56 hari menjabat orang nomor satu di PGN. Bekas Direktur Umum PGN berusia 46 tahun ini terpilih secara mengejutkan dalam rapat umum pemegang saham luar biasa, 17 November lalu. ”Saya baru tahu proyek ini bermasalah empat hari setelah divestasi,” katanya. Tapi, ia mengaku telat menyampaikan informasi ini ke publik.
Sutikno beralasan, butuh dua pekan untuk memastikan detail kerusakan. Setelah dicek, ternyata bukan cuma pipa yang mampet, tapi pembebasan lahan sepanjang 1,8 kilometer (0,4 persen dari total panjang pipa) di Pagar Dewa, Sumatera Selatan, juga belum rampung.
”Hari itu saya panik,” kata Sutikno. Ia pun memilih menunda pengumuman karena masih harus menghitung dampak keterlambatan. Tapi, entah bagaimana, investor keburu mencium kabar buruk itu.
Akibat anjloknya harga saham PGN, saham 12 perusahaan negara lainnya ikut terseret jatuh. Saham PT Semen Gresik Tbk., misalnya, turun Rp 800 di hari yang sama. BRI, Bank Mandiri, PT Telekomunikasi Indonesia turun rata-rata Rp 200. Indeks harga saham gabungan pun rontok 2,8 persen menjadi 1.656. ”Dalam empat jam, duit negara hilang Rp 22,7 triliun,” kata Sekretaris Menteri Negara BUMN, Said Didu.
Menteri Negara BUMN, Sugiharto, shocked menyaksikan kisruh ini. Tapi ia mengarahkan tudingan justru kepada para investor, yang dinilai terlalu panik oleh kabar yang belum terkonfirmasi. Soalnya, kata Sugiharto, secara fundamental keuangan, kondisi PGN aman. ”Jadi, yang salah investor,” katanya.
Didu juga langsung menunjuk hidung Macquarie sebagai pemicu turunnya saham PGN. ”Dialah yang mengumumkan Direksi PGN melakukan kebohongan publik,” katanya. Itu sebabnya, Badan Pengawas Pasar Modal bergegas memanggil direksi serta 12 broker asing dan lokal yang paling giat menjual saham PGN. Pemeriksaan dijadwalkan baru selesai Senin pekan ini.
Sutikno sendiri mengaku tak habis pikir, dari mana para pialang saham itu mendapat informasi sebelum dirilis. ”Rapat direksi tak mungkin bocor karena sifatnya rahasia,” katanya. Tapi, apa mau dikata, yang lebih ditunggu investor adalah penjelasan gamblang manajemen PGN, seperti dilakoninya dalam jumpa pers dan pertemuan dengan analis, pekan lalu.
Di depan para analis pasar modal, Sutikno mati-matian berusaha meyakinkan bahwa prospek PGN masih cerah. Pasokan gas diperkirakan tumbuh 24 persen dibanding tahun lalu. Pasokan gas juga bisa digenjot mulai tahun depan. ”Kerugian tahun ini pasti tertutup pada 2008,” katanya optimistis.
Namun, investor tak serta-merta merespons positif penjelasan Sutikno. Adanya persoalan pada proyek gas, kata Roland, menunjukkan lemahnya perencanaan dan ketidakmampuan manajemen. Ia pun mengingatkan, kisruh saham PGN bisa menjadi preseden buruk bagi penjualan saham perdana PT Jasa Marga, divestasi saham Bank Negara Indonesia atau Bank Tabungan Negara. ”Investor akan berpikir tiga kali untuk membeli saham-saham itu,” katanya.
Bagja Hidayat, Danto
Harga Saham PGN
17 NOVEMBER(Rp 10,950) Sutikno menjadi Dirut PGN menggantikan W.M.P. Simanjuntak.
22 NOVEMBER (Rp 11,000) Sutikno mengirim surat ke Ditjen Migas. Proyek penyaluran gas dari Sumatera Selatan ke Jawa Barat diundur dari 21 November menjadi 31 Desember 2006.
5 DESEMBER (Rp 10,800) Sutikno mengirim surat ke Menteri Energi, memberitahukan Presiden bisa meresmikan proyek 18-22 Januari 2007.
14 DESEMBER(Rp 11,300) PGN jual 5,31 persen saham Rp 11.350 per lembar. Terkumpul Rp 2,1 triliun.
18 DESEMBER(Rp 11,800) Direksi tahu proyek terganggu, gas tak bisa dialirkan.
26 DESEMBER(Rp 11,750) Direksi dan komisaris memastikan proyek tertunda dua bulan hingga Februari 2007, penjualan gas baru Maret 2007. Penundaan akibat pembebasan lahan belum selesai dan kerusakan pipa di jalur Pagar Dewa-Labuhan Maringgai.
2007
8 JANUARI(Rp 10,950) Macquarie Securities mulai jual saham PGN.
9 JANUARI(Rp 10,650) Dua broker asing lainnya, Deutsche Securities dan CLSA Indonesia merekomendasikan investor mendiskon harga beli saham PGN menjadi Rp 6.000 dan Rp 7.000 per lembar.
10 JANUARI(Rp 10,100) Direksi dan komisaris PGN rapat membahas dampak keterlambatan proyek terhadap harga saham PGN.
11 JANUARI(Rp 9,650) Sebelum penutupan sesi pertama perdagangan, Direksi PGN mengirim surat penundaan proyek kepada BEJ. Surat belum tayang di situs BEJ hingga penutupan perdagangan sore.
12 JANUARI(Rp 7,400) Begitu pasar dibuka, investor marak jual saham PGN (186 juta lembar). Harga saham anjlok dari Rp 9.650 menjadi Rp 7.400. Direksi PGN menjelaskan kepada pers apa yang menimpa perseroan.
14 JANUARIPGN kembali memberi penjelasan ke publik lewat media massa.
15 JANUARI(Rp 7,400) Direksi PGN melakukan pertemuan tertutup dengan investor dan analis. Harga saham terus turun, BEJ menghentikan sementara perdagangan saham PGN. Kepala Bapepam menerbitkan surat perintah pemeriksaan kepada manajemen PGN, investor, dan broker.
16 JANUARI Presiden meminta manajemen perusahaan gas transparan mengelola perseroan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo