Rupiah memang sukar ditebak mood-nya. Ketika pekan lalu World Trade Center di New York hancur dihantam pesawat, banyak pengamat meramalkan dolar AS juga bakal rontok. Hal ini tentu dibarengi dengan penguatan nilai tukar rupiah. Kenyataannya justru se-baliknya. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS anjlok. Bahkan rupiah sempat anjlok dari Rp 9.130 per dolar AS pada Senin pekan lalu menjadi cuma Rp 9.681 dua hari kemudian.
Kelakuan rupiah membuat Miranda Goeltom, Deputi Gubernur Bank Indonesia, bingung. Katanya, "Kurs rupiah ini sudah abnormal." Menurut Miranda, anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS saat ini tak lebih karena ekspektasi pasar yang terlalu negatif terhadap berbagai kejadian dan rumor yang beredar, misalnya penundaan jadwal Paris Club, juga penundaan berbagai pertemuan IMF setelah tragedi WTC di AS.
Gubernur BI, Syahril Sabirin, juga mengaku bingung terhadap liarnya pergerakan nilai tukar rupiah. Sebab, secara fundamental ekonomi, rupiah seharusnya menguat. Syahril memperkirakan melemahnya rupiah ini akibat meningkatnya kebutuhan dolar AS belakangan ini. Akibat gejolak rupiah, Syahril sempat dipanggil Wakil Presiden Hamzah Haz. Wakil Presiden meminta Syahril agar memberi penjelasan yang lebih realistis kepada masyarakat sehingga publik tidak bereaksi secara berlebihan atas berbagai isu.
Berbeda dengan Syahril ataupun Miranda, Farial Anwar, seorang pengamat pasar uang, justru berpendapat bahwa tragedi yang menimpa AS itu sangat berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia, terutama dari indikator nilai tukar rupiah, inflasi, dan suku bunga. Katanya, "Berbeda dengan negara lain, rupiah sangat bergantung pada dolar AS. Jika dolar anjlok, rupiah juga ikut." Sementara itu, untuk menahan anjloknya rupiah, beredar kabar bahwa BI melakukan intervensi. Menurut seorang dealer, jumlahnya sekitar US$ 10 juta-20 juta. Namun, ada pula kabar yang mengatakan bahwa Badan Penyehatan Perbankan Nasional-lah yang telah mengintervensi pasar dengan menggerojokkan dolar yang mereka peroleh dari hasil penjualan aset. Jumlahnya sekitar US$ 50 juta. Yang jelas, sejak Jumat pekan lalu nilai tukar rupiah pun relatif stabil di kisaran Rp 9.400-an per dolar AS.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini