Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan rupiah melemah karena adanya tekanan global yang terjadi saat libur panjang di Indonesia. Hal tersebut menjawab soal nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerikan yang sejak kemarin berada di angka lebih dari Rp 14.000.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kalau lihat perkembangan nilai tukar kemarin, karena memang penyesuaian karena libur yang panjang. Selama libur memang terjadi tekanan di global," kata Perry saat ditemui di silaturahmi Idul Fitri Otoritas Jasa Keuangan dan BI di komplek BI, Jakarta, Jumat, 22 Juni 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perry mengatakan hampir semua mata uang melemah, khususnya pada negara-negara berkembang.
Dalam situs resmi Bank Indonesia, Jakarta Interbank Spot Dollar Rate atau JISDOR mencatat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada di angka Rp 14.090 pada penutupan Kamis, 21 Juni 2018. Angkat tersebut menunjukkan pelemahan 188 poin dari nilai sebelumnya, yaitu Rp 13.902 pada penutupan Kamis, 8 Juni 2018.
Sedangkan pada 21 Juni 2018, kurs jual US$ 1 terhadap rupiah, yaitu Rp 14.160 dan kurs beli Rp 14.020.
Perry mengatakan BI terus berkomitmen menjaga nilai stabilitas rupiah. "Alhamdulillah kemarin pelemahan nilai tukar rupiah kalau dilihat year to date (Ytd)-nya tidak seburuk negara-negara lain," kata Perry.
Perry mengatakan kalau dibandingkan dengan negara emerging market atau negara berkembang tingkat pelemahan rupiah Ytd sekitar 2,3 persen. Perry menilai angka tersebut cukup tolerable dibandingkan negara lain.
Bank Indonesia menyebutkan kalo dibandingkan kondisi dalam negeri, yang inflasi rendah, hal itu kan cukup bagus.
"Misalnya, kami liat bahkan dengan tingkat BI Rate 4,75 persen dan juga tingkat inflasi akhir tahun 3,5 persen, paling banter 3,6, itu riil interest ratenya berapa? Itu kan berarti 1,2 atau 1,3 persen tingkat riil interest rate yang cukup menarik," ujar Perry.