Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Rupiah terus dicari

Akan menerbitkan obligasi dalam upaya menyedot rupiah. (eb)

19 Maret 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LEMBAGA perbankan sedang berlomba menyedot dana rupiah dari tangan masyarakat. Panin Bank, misalnya, telah menaikkan suku bunga deposito berjangka dari 17,5 0/! jadi 18% untuk simpanan rupiah minimlal Rp 2 juta setahun. Langkah serupa, dengan mengumumkan lewat iklan, juga ditempuh sejumlah bank swasta, yang tampaknya ingin memupuk dana lebih kuat - sekalipun dengan biaya mahal. Bank Perniagaan Indonesia (BPI), umpamanya, berani memberikan bunga 18,5% untuk simpanan rupiah minimal Rp 5 juta, yang sudah dipasangnya sejak beberapa tahun terakhir ini. "Bank sekarang memang sedang bersaing ketat untuk mendapatkan rupiah," kata James Riady, 26 tahun, Dirut BPI. "Sejak pemerintah tahun ini menjalankan anggaran ketat, rupiah mulai sulit diperoleh." (TEMPO, 26 Februari). Sejak pembelian barang dengan nilai Rp 500 juta ke atas harus dikendalikan oleh pemerintah, suplai uang ke masyarakat dari instansi pemerintah memang terasa berkurang. Meningkatnya penggunaan jasa perbankan oleh masyarakat, menurut pihak Bank Indonesia, juga besar pengaruhnya dalam mengurangi posisi uang kartal (tunai) yang beredar di masyarakat. Jika 10 tahun lalu peranan uang kartal mencapai 56% maka triwulan kedua Januari tahun ini peranannya tinggal 38%, atau meliputi jumlah Rp Z,9 trilyun. Sebaliknya uang giral yang berada dalam berbagai bentuk dana di perbankan, jumlahnya kini mencapai Rp 4,7 trilyun, atau 62% dari uang beredar. Tapi ketika PT Jasa Marga, dan Bank Pembangunan Indonesia awal tahun ini menerbitkan obligasi yang meliputi nilai Rp 48 milyar, tekanan terhadap posisi uang kartal mulai kelihatan. Tekanan itu makln bertambah sesudah tahun ini muncul dugaan, rupiah akan mengalami depresiasi lebih kencang. Sehingga banyak perusahaan terkemuka memperkirakan nilai tukar rupiah untuk setiap US$ akhir tahun ini akan menapai Rp 800. Pendeknya obligasi (dengan bunga 15,5 %), dollar AS (dengan kurs Rp 700 lebih di banknotes), dan sertifikat saham perusahaan, kini dianggap sebagai alat investasi cukup menguntungkan. Perubahan sikap pemegang rupiah itu, yang mulai tampak menonjol sejak pertengahan tahun lalu, telah mengurangi dana rupiah, terutama pada deposito berjangka dan rekening koran. Posisi deposito berjangka pada seluruh bank, misalnya, turun dari sekitar Rp 2 trilyun (November 1982) jadi Rp 1,9 trilyun pada Januari lalu. Juga posisi rekening koran turun dari Rp 3,2 trilyun pada Juni 1982 jadi Rp 2,5 trilyun Januari lalu. Bagi Dirut BNI 1946 Somala Wiria, munculnya obligasi sebagai sebuah instrumen penarik dana dengan bunga menarik (15,5% selama 5 tahun), dirasakan sebagai mengancam dana (rekening koran, deposito berjangka, dan tabungan) banknya. Jadi "jika dibiarkan, maka dana bank saya akan banyak lari ke obligasi," katanya. Untuk mengurangi tekanan itu, dia akan meminta izin Menteri Keuangan Ali Wardhana untuk turut menerbitkan obligasi. "Kalau saya berhasil menarik Rp 50 milyar saja, cukup lumayan," katanya. Sebagai bank pemerintah, BNI 1946 tidak bisa menaikkan bunga deposito sesukanya. Bunga deposito berjangka 24 bulan, misalnya, sejak 1978 masih tetap saja 15%. Sebagai kompensasi, pemerintah memberikan subsidi bunga 4,5% bagi deposito 15%, dan 1,5% bagi deposito 12% - yang berjumlah Rp 11 milyar pada tahun anggaran lalu. Bunga rendah untuk deposito rupiah bank pemerintah itu, kata pihak BI, 'lmemang kurang menarik." Karena itulah kesempatan memupuk dana lebih besar buat bank pemerintah tahun ini tampaknya akan berkurang. Bagaimana bank swasta? Manajemen Panin Bank tak terlalu oDtimistis bisa mengumpulkan rupiah lebih besar. Jika tahun lalu dana deposito rupiahnya mencapai Rp 55 milyar, tahun ini Panin memproyeksikan Rp 45 milyar. Tapi untuk valuta asing bank itu mengharapkan bisa menghimpun US$ yang setara dengan Rp 45 milyar, naik dari Rp 30 milyar. Tapi jumlah itu belum diperhitungkan depresiasi rupiah terhadap dollar. "Berat memang bagi bank untuk mencari rupiah saat ini," kata Fuady Mourad, asisten wakil Dirut Panin Bank. Dalam situasi seperti itu Bank of Tokyo tetap tenang, suku bunga deposito rupiahnya tetap 17% setahun. Hanya saja untuk menghimpun dana secara efektif BOT telah membentuk Komite Kelompok Pemasaran (resmi), dan Komite Kampanye Deposito (tak resmi) yang dilakukan secara suka rela oleh karyawan. Komite pertama ditugasi menelepon dan mendatangi relasi, sementara komite kedua bertugas mengajak tetangga, atau sanak saudara untuk menanam uang di BOT. Hasilnya "ternyata efektif sekali, komite kedua misalnya, berhasil memasukkan dana Rp 500 juta dari sasaran Rp 200 juta," ujar Ali Yugo, asisten manajer umum BOT. Dengan cara itulah manajemen BOT berusaha membangkitkan perasaan memiliki bankitu pada 200 karyawannya yang bekerja di tiga lantai Wisma Nusantara, Jakarta - meskipun untuk itu mereka tak memperoleh komisi sepeser pun. "Mungkin ini khas Jepang, yang tidak ditemui di bank lain," ujar Ali pula. Dengan usaha kedua komite itu, bank swasta Jepang itu mengharapkan dana deposito yang masuk tahun ini akan mencapai 15% dari jumlah total pinjaman yang diberikan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus