Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Setelah dipotong lima dollar

Pengaruh pengurangan harga patokan minyak sebesar 5 dollar, pada penerimaan devisa pada tahun anggaran 1983/1984. (eb)

19 Maret 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETUA delegasi Indonesia dalam sidang darurat OPEC di London, Prof. Dr. Subroto, diperkirakan akan tiba kembali di Jakarta pada hari Rabu ini. Di hari yang sama pula, Subroto kabarnya akan kembali ditunjuk oleh Presiden sebagai menteri pertambangan dan energi RI. Itu berarti ia pula yang akan meminta Pertamina untuk dalam waktu dekat mengumumkan harga-harga baru minyak Indonesia. Dirut Pertamina Joedo Sumbono dalam pertemuan dengan sejumlah kecil wartawan dua pekan lalu sedikit banyak sudah memberikan keterangan tentang hasil kunjungannya ke Jepang. Menurut Joedo, diferensial minyak jenis Minas (Sumatran Liht Crude) sebesar US$0,53 akan menjadi leih kecil lagi. Dirut Pertamina itu belum mengumumkan berapa persisnya. Tapi menurut sumber-sumber pembeli yang dihubungi koresponden TEMPO di Tokyo, Seiichi Okawa, Jepang kabarnya menginginkan agar harga minyak Minas itu disamakan dengan harga ALC. Jenis ALC, seperti diakui Menko Ekuin Prof. Dr. Widjojo Nitisastro di depan DPR akhir Februari lalu, memang merupakan saingan Minas. Minyak Arab Saudi itu diangkut ke Jepang dengan kapal-kapal tangki (tanker) raksasa, berkapasitas antara 150.000 sampai 250.000 ton lebih. Sedang minyak Indonesia masih diangkut dengan kapal tangki biasa, antara 80.000-100.000 ton. Maka biaya pengangkutan dari Arab Saudi pun jatuh lebih murah dibandingkan dengan biaya angkutan dari Indonesia ke Jepang. Selain ALC, minyak jenis Minas masih disaingi oleh jenis Murban dari Persatuan Emirat Arab dan Iranian Light, serta minyak Tah Chin dari RRC. Jepang kini mengimpor minyak Tah Chin antara 9,5-10 juta kiloliter setahun dari RRC. Selain itu, pemakaian LNG untuk sumber energi listrik di Jepang - yang banyak diimpor dari Indonesia - dengan sendirinya mengurangi kebutuhan Jepang akan minyak Indonesia. Beberapa sumber pengilangan minyak di Jepang memperkirakan akan terjadi penguranan impor minyak, sekalipun harga patokan sudah turun dengan 5 dollar, akibat masih lesunya ekonomi di Jepang. Diperkirakan impor minyak mereka dari Indonesia akan berkurang dengan 60.000 barrel sehari, menjadi sekitar 400.000 barrel sehari dalam tahun ini. Menurut statistik MITI (Departemen Perdagangan dan Industri Internasional Jepang), seluruh impor minyak mentah mereka pada 1981 mencapai 230 juta kiloliter. Sebanyak 15,8% atau 36 juta kiloliter datang dari Indonesia. Adalah perusahaan-perusahaan listrik Jepang merupakan konsumen terbesar minyak, dan membeli sebanyak 14,59 juta kiloliter setahun. Darijumlah itu, tak kurang dari 60% atau 8,75 juta kiioliter berasal dari Indonesia, dan 31% atau 4,53 juta kiloliter dari RRC. Tetapi menurut statistik MITI pada 1980 sebanyak 64% dari 37,39 juta kiloliter yang diimpor dari Indonesia digunakan oleh pembangkit tenaga listrik di Jepang. Nampaknya saingan terbesar minyak Indonesia dalam hal ini datang dari RRC, dan ekspor LNG dari Indonesia sendiri, serta penggunaan tenaga atom untuk pembangkit tenaga listrik. Jepang biasanya menyukai ienis Minas, dan jenis Handil yang sebelum keputusan OPEC di London berharga US$ 34,80 per barrel. Berkurangnya minat Jepang untuk membeli Minas, selain karena biaya pengangkutan yang lebih murah dari Arab Saudi, juga disebabkan teknik pengolahan minyak di Jepang yang sudah bisa mengubah minyak mentah berat (heavy) seperti ALC, menjadi minyak ringan. Maka Indonesia dipandang perlu untuk menganalisa dan menentukan secara lebih tepat perubahan struktur industri dan teknik perminyakan mutakhir di Jepang. Komentar seorang pejabat perusahaan pengilangan minyak raksasa di Jepang: "Indonesia selalu terlambat menyelidiki suasana pasaran minyak kami, juga dalam hal penentuan harga jenis-jenis minyaknya." Kritik yang kurang lebih sama juga dikemukakan oleh beberapa direktur perusahaan Jepang lain, yang biasa mengiriminya dari Indonesia. Namun begitu, seorang pejabat mengetahui di Jakarta merasa yakin Indonesia masih bisa menikmati diferensial "sekalipun hanya 20-25 sen dollar rel," katanya. Jika benar demikian harga ekspor jenis Minas diperkirak disesuaikan menjadi US$ 29,25 per barrel. Sejak Nigeria membanting harganya dengan 5 dollar, para pembelinya meneruskan transaksi pembelian minyaknya dengan catatan, dibayar kemudian Arab Saudi telah menetapkan masa berlaku sejak 1 Februari, sedang Indonesia menetapkan 23 Februari. Dengan kata lain sejak tanggal itu pula akan berlaku baru minyak Indonesia yang 29 dollar sebarrel. Pengurangan harga patokan minyak sebanyak 5 dollar itu tentu akan berpengaruh pada pos Pajak Perseroan Minyak kita, yang dalam APBN 1983/1984 ditargetkan sebanyak Rp 8,8 trilyun, atau sekitar US$ 12,57 milyar (berdasarkan kurs 1 US$ - Rp 700). Mengingat jumlah PPM itu didasarkan pada target produksi minyak 1,4 juta barrel sehari, dengan ekspor rata-rata 900.000 barrel sehari, dan harga rata-rata US$ 34 per barrel, kini para teknokrat agaknya perlu mengeluarkan skenario yang lain untuk menutup kekurangan dalam anggaran belanja. Adapun kekuranan dari uang minyak yang harus ditambah kurang lebih akan mencapai US$ 1,7 milyar. Suatu jumlah yang tidak kecil, dan sebagaian terpaksa harus dicari dari utang komersial di luar negeri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus