Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Belum baik buat investor

Volume PMA cenderung turun, beberapa faktor yang menyebabkan kurangnya minat para investor menanamkan modalnya, jepang tetap paling top. (eb)

19 Maret 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUHARTOYO, ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), optimistis PMA dan PMDN tahun ini akan mencapai nilai Rp 6 trilyun, naik Rp 2 trilyun dari tahun sebelumnya. "Saya tidak melihat ada yang perlu dikhawatirkan katanya pekan lalu. Di sini, para calon penanam modal bisa memperoleh segala informasi yang diperlukan, baik mengenai perpajakan maupun fasilitas. "Yang tidak bisa diperoleh tentu angka pasti mengenai kurs rupiah terhadap dollar AS," ujar Suhartoyo. Untuk merangsang-minat penanam modal, pemerintah juga akan turut membantu membangun fasilitas infrastruktur. Misalnya untuk kepentingan pabrik kertas patungan Georgia-Pacific (25%), PT Alas Helau (25%), dan pemerintah (50%) di Lhok Scumawe, Aceh. "Pembebasan tanah untuk jalan diatasi pemerintah, sedang biaya pembuatan jalan dikeluarkan para penanam modal," kata Suhartoyo. Pabrik yang kelak menghasilkan 175 ribu ton kraft paper per tahun itu, akan menelan dana US$ 410 juta - yang US$ 160 juta di antaranya berasal dari penanam modal. Uluran tangan semacam itu jelas akan meringankan pengeluaran penanam modal, yang tak berhubungan dengan kegiatan produksi. James W. Castle, 37 tahun, seorang patner di PT Data Impact yang memberikan nasihat pada investor, memperkirakan PMA dari AS akan meningkat tahun ini. Pulihnya ekonomi di AS, katanya, akan turut mendorong pengusaha melakukan ekspansi. Tapi menurut dia, kebanyakan PMA lari AS tahun-tahun belakangan ini sesungguhnya merupakan penanam modal ulangan (re-investment) dari investor yang perna menanam modal di sini. Tingginya tingkat suku bunga pinjaman yang pernah mencapai 20,5%, antara lain menyebabkan PMA dari AS tiga tahun terakhir (1980-1982) tidak naik secara mengesankan. Pada 1981 nilai PMA dari AS hanya US$ 9,7 juta, turun tajam dari tahun sebelumnya yang mencapai US$ 136,9 juta. Sempitnya pasar bagi produk yang akan dihasilkan, kata Castle, juga menvebabkan PMA dari AS kuran bergairah mcnanamkan modal secara besar-besaran. Untuk mendirikan perusahaan kimia yang membutuhkan dana sekitar US$ 300 juta, misalnya, pasar yang tersedia hanya mampu menyerap US$ 20-30 juta. "Karena itulah harga barang yang dihasilkannya kelak jadi mahal," ujar Castle kepada Minuk Sastrowardoyo dari TEMPO. Faktor-faktor itulah antara lain yang menyebabkan jumlah PMA dari AS (1967-1982/1983) hanya 77 proyek dengan nilai US$ 534 juta. Sedang PMA Jepang pada periode yang sama mencapai 207 proyek dengan nilai US$ 3,9 milyar, paling besar di antara PMA yang bergerak di sini dengan jumlah total US$ 10,6 milyar. Tahun lalu, PMA Jepang berjumlah US$ 500 juta lebih, naik dari 1981 yang hanya US$ 235 juta. Kenaikan menyolok terjadi sesudah pemerintah menyetujui pendirian 5 proyek pabrik mesin diesel Toyota, Daihatsu, Mitsubishi, Hino, dan Isuzu. Kebanyakan investasi baru Jepang di sini, menurut Jun Onozawa, direktur Japan Overseas Enterprises Association (OEA) banyak memperoleh dukungan dari perusahaan patungan yang sudah ada. Toyota Motor Corporation, misalnya, sebelum berpatungan dengan Astra Inc. untuk mendirikan pabrik mesin, sudah berpatungan lebih dulu di PT Toyota Mobilindo, yang menghasilkan berbagai komponen merk Toyota. Pasar yang tersedia, tenaga buruh yang cukup murah, dan sistem Ialu lintas devisa yang bebas, kata Onozawa, merupakan sejumlah faktor yang menarik bagi PMA Jepang. Sektor industri logam dasar, dan produk-produk mesin lainnya menempati urutan teratas dengan nilai US$ 1,6 milyar. Toh menurut Onozawa, soal ketidakpastian nilai tukar rupiah "cukup memusingkan pengusaha." Ketidakpastian kebijaksanaan pemerintah juga disebut sebagai faktor yang kadang menyebabkan PMA Jepang agak segan melakukan diversifikasi usaha. Mitsubishi Corp., misalnya, yang pernah mengadakan usaha ekspor minyak kelapa di tahun t970an terpaksa mendadak menghentikan bisnisnya sesudah pemerintah melarang ekspor komoditi itu. Soal pajak bukan masalah. "Pajak di sini tidak terlalu tinggi," kata M. Komiya, koordinator representatif Mitsubishi Corp., Jakarta. Pendeknya jangka Hak Guna Usaha (30 tahun untuk tanaman keras seperti kelapa, dan 25 tahun untuk tanaman lunak seperti singkong), menurut James Castle, kurang banyak membantu menciptakan penanarnan modal di sektor agribisnis. Bidang industri pengolahan makanan, katanya, sesungguhnya banyak juga diminati kaum pengusaha AS. Tapi karena mereka beranggapan pemerintah Indonesia akan menolak, hingga kini mereka tak pernah mengajukan permintaan itu. "Keadaan akhirnya jadi sulit karena salah pengertian dari kedua pihak mengenai apa yang sebenarnya diperlukan," katanya. Mengenai pendeknya jangka HGU itu, pemerintah memang tak berniat melakukan perubahan. Jika dikehendaki, kata sebuah sumber di Ditjen Agraria, masa pemakaian tanah itu bisa diperpanjang sampai 4 kali tiap 25 tahun. Hingga praktis, hal itu sama dengan ketentuan di Malaysia. Kesempatan, kata Suhartoyo, akan diberikan bagi usaha patungan di sektor agribisnis ini, jika pihak Indonesia memegang saham mayoritas. Selain soal HGU, Masahiro Mino, direktur Japan External Trade Organisation Maetro), menyebut buruknya sarana jalan, dan jaringan irigasi, sebagai beberapa faktor yang mengurangi minat pemilik modal bergerak d sektor agribisnis. Karena kekurangan-kekurangan itulah, sejak 1967-1982 hanya 7 proyek PMA Jepang dengan nilai investasi US$ 11,5 juta berusaha dalam agribisnis dan peternakan. Karena harga patokan minyak OPEC turun, yang kelak akan mempengaruhi anggaran pemerintah, "terus terang saja, saya berpendapat tahun ini dan tahun berikutnya akan merupakan masa sulit untuk investasi Jepang," ujar Mino.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus