Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Samarinda Punya Nama

Perajin kain sarung di Gresik bertahun-tahun memakai kain label samarinda untuk mendompleng popularitas kain asli Samarinda. Secara kecil-kecilan mulai diekspor. DPRD Kal-tim menyampaikan protes pendompleng.(eb)

22 Juni 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KAIN sarung belum merupakan pakaian tradisional yang usang. Setidak-tidaknya banyak orang kota, pada hari Lebaran, tak sungkan menggunakannya. Ternyata, motif-motif luar Jawa yang tetap populer terutama kain Bugis dan Samarinda. Kain Bugis, umumnya, dipercaya masih asli buatan Sulawesi Selatan. Tapi kain Samarinda? Sudah banyak ditenun di Jawa, terutama di Gresik. Belum lama ini, rombongan DPRD/Komisi D Kalimantan Timur, yang berkunjung ke PT Petrokimia, menyempatkan diri mengunjungi salah satu perajin kain Samarinda untuk . . . melancarkan protes. Di PT Behacstex ketua rombongan DPRD itu menyesaikan, kenapa Gresik menggunakan merk yang terkenal dari Kalimantan Timur itu. Sekitar 110 perajin kain di Gresik, terutama di Desa Cerme dan sekitar Jalan Malik Ibrahim, memang memproduksi kain yang 90% bermotif Samarinda. Ada yang masih mempergunakan mesin tradisional ATBM (alat tenun bukan mesin), tapi kebanyakan sudah mempergunakan ATM (alat tenun mesin). Seorang pejabat teras di Gresik balas mcnyesali pernyataan DPRD tadi. "Seolah-olah semua perajin Gresik itu penjiplak saja," katanya. Gresik sudah terkenal sebagai kota kerajinan sarung sejak Zaman Belanda - bahkan sudah pcrnah mengekspor kecil-kecilan sampai ke Timur Tengah. Menurut direktur PT Behaestex, yang mempekerjakan 400 orang, Gresik mulai mengenal motif Samarinda tahun 1950-an. Waktu itu banyak sarung membanjir ke Jawa, baik dari Samarinda, Bugis, maupun Donggala. Tapi motif Samarindalah yang paling disukai di Surabaya. Hanya karena untuk mendompleng popularitas Samarinda, para perajin di Gresik kemudian menggunakan label Samarinda pada cap sarungnya. Padahal, motifnya sungguh berbeda dari asli dari Kalimantan Timur. Samarinda asli bermotifkan kotak-kotak dengan warna hitam, violet, dan merah. Sedangkan dari Gresik bercorak kembangan dengan warna krem, violet, dan putih - sebagian memang masih memakai unsur corak Samarinda asli, misalnya kotak-kotak. H. Nurdin, salah satu perajin keturunan Bugis di Gresik yang juga memproduksi kain Samarinda, mengatakan bahwa ia tidak menjiplak lagi motif Samarinda. Mertuanya, yang telah mcwariskan perusahaan tenun kepadanya, memang pernah belajar ke Samarinda. Tapi motif Samarinda asli, menurut Nurdin, kini tak laku lagi. "Kami beri garis merah saja pada kotak-kotak itu, sudah tak laku," katanya, sambil menunjukkan setumpuk sarung Samarinda di gudang, yang konon sudah bertahun-tahun berada di situ. Tapi, nama dagang Samarinda itu rupanya tak disukai para perajin di Samarinda karena sebagian kain Gresik sudah merasuk ke Samarinda sendiri. Ketua rombongan DPRD yang berkunjung ke Gresik, Sugandha, memprotes bahwa rczeki perajin di Samarinda sudah dibungkus sarung Samarinda dari Gresik, kendati tidak memberikan data penurunan pasaran kain rakyat asli Samarinda. Bisnis kain sarung Gresik scndiri, kini, tak cerah seperti tahun 1960-an. Menurut kepala Kantor Perindustrian Gresik, Soewondo, menjelang Lebaran alat tenun para perajin bisa berjalan 70%. Habis Lebaran, biasanya, melorot tinggal 40%. "Di bulan Puasa, pedagang kain berani menaruh uang lebih dulu, sedangkan lewat Lebaran kami biasa terima cek mundur enam bulan," tutur H. Nurdin yang biasa menaruh cap Hidayat pada kain srung yang diproduksinya dengan 35 ATBM di rumahnya. Sebenarnya ia memiliki 70 unit ATBM, tapi, karena kekurangan modal kerja, tak semua mesin di jalankan. Kalangan bankir menganggap bisnis kain sarung sama seperti industri tekstil yang lain: dewasa ini tak komersial untuk diberi kredit. Sementara itu, para perajin kain tampaknya tetap menjadi mangsa tengkulak. Beberapa tahun lalu, mereka memang sempat membuat koperasi, yakni sewaktu hidup koperasi banyak ditunjang subsidi bahan baku. Tapi, kini, koperasi sudah payah. Para tengkulak biasa memesan kain sarung dari perajin sebagian melemparkannya ke pasaran dalam negeri, tapi ada juga yang mengekspornya ke Timur Tengah dan Suriname. Kanwil Perdagangan Gresik memperkirakan, produksi kain sarung di kota itu 5.000 lembar per hari, tapi berapa yang terjual tak ada datanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus