Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Sejarah Pasar Tanah Abang dan Berapa Rata-rata Omset Harian Pedagang Pakaian

Pasar Tanah Abang pertama kali didirikan oleh Yustinus Vinck pada 1735.

14 Maret 2024 | 12.34 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Warga berbelanja di Blok B Pasar Tanah Abang, Jakarta, Selasa, 12 Maret 2024. Menurut pedagang penjualan busana muslim mulai mengalami peningkatan sekitar 20 persen pada awal bulan suci ramadhan. ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sepekan menjelang bulan Ramadhan tahun ini keramaian mulai berdenyut di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. Terutama dari stasiun Tanah Abang, warga menuju koridor yang terhubung ke pasar konveksi terbesar Asia Tenggara itu.

Dilansir pada Antaranews.com, sebagai perbandingan tahun lalu, sejumlah pedagang pakaian di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, mengalami peningkatan omzet penjualan pada bulan Ramadhan 1444 H atau sembilan hari menjelang Hari Raya Idul Fitri 2023.

Sejarah

Pasar Tanah Abang pertama kali didirikan oleh Yustinus Vinck pada 1735. Dia merupakan sosok pejabat VOC yang dikenal sebagai pendiri pusat perbelanjaan tersebut setelah mendapat izin dari Gubernur Belanda saat itu, Jenderal Abraham Patramini. Pada awalnya, pasar tersebut dikenal dengan nama Pasar Sabtu karena pedagang hanya diizinkan berjualan pada hari Sabtu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pusat perbelanjaan ini awalnya dibangun dengan sederhana dan beratap rumbia dengan dinding dari anyaman bambu. Saat itu, pasar ini hanya memberikan izin untuk berdagang tekstil dan barang kelontong. Meski begitu, kehadiran pasar ini berhasil memberi dampak yang cukup besar untuk membangun peradaban di sekitarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain dikenal sebagai Pasar Sabtu, pasar ini juga kerap dipanggil dengan sebutan De Nabang oleh orang-orang Belanda. Hal ini karena saat itu banyak pohon nabang atau palem yang tertanam di sekitarnya. Alhasil, saat ini pasar yang terletak di Jakarta Pusat tersebut pun dinamai dan dikenal sebagai Pasar Tanah Abang.

Di sisi lain, dalam buku Tenabang Tempo Doeloe (2017) karya Abdul Chaer, digambarkan jika kawasan tersebut awalnya merupakan tanah yang dikuasai Belanda. Pada 1648, kapitan China bernama Phoa Beng Gam meminta izin kepada VOC untuk membuka lahan di kawasan tersebut dan menjadikannya sebagai kebun. Hal ini jugalah yang membuat beerapa daerah di dekat Tanah Abang namanya diawali dengan kata kebun. Aktivitas perkebunan pun berjalan lancar hingga Vinck akhirnya membangun pasar di kawasan tersebut.

Lima tahun setelah Pasar Tanah Abang pertama kali dibangun, kerusuhan yang dikenal dengan peristiwa ‘geger pecinan’ pun terjadi. Kala itu, terjadi pembantaian etnis Tionghoa oleh pasukan VOC karena perilaku agresif orang Tionghoa pada pos jaga VOC. Hal ini membuat pasar tidak dapat beroperasi untuk waktu yang lama.

Pada 1881, kegiatan perdagangan di Pasar Tanah Abang pun berangsur pulih. Hal ini karena banyak saudagar Cina dan Arab yang bermukim dan kembali menggunakan kawasan pasar ini untuk perdagangan. Pasar tersebut pun dibuka selama dua hari dalam seminggu, yakni pada Rabu dan Sabtu. Pada awal abad ke-19, pemerintah Batavia pun melakukan perombakan pasar secara permanen dan Pasar Tanah Abang pun aktif beroperasi hingga saat ini.

Omzet Pedagang Pakaian

Dilansir pada Antaranews.com, sejumlah pedagang pakaian di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, mengalami peningkatan omzet penjualan pada bulan Ramadhan 1444 H atau sembilan hari menjelang Hari Raya Idul Fitri tahun lalu.

Al, penjual pakaian pria yang sebelum Ramadhan hanya mendapatkan omzet Rp2 juta per hari, bisa mendapatkan hingga Rp12 juta per hari selama berjualan di bulan puasa, terutama menjelang lebaran.

"Selama Bulan Ramadhan, omzet penjualan saya bisa sampai Rp11-12 juta pada hari-hari biasa. Kalau saat akhir pekan, pembeli lebih ramai lagi. Di tempat saya paling ramai pembeli itu ketika satu pekan sebelum Ramadhan," kata Al, penjual pakaian pria di Pasar Tanah Abang, Kamis.

Al menuturkan, omzet penjualannya yang demikian dikarenakan memang kebutuhan pakaian selama Ramadhan yang tinggi sehingga masyarakat tetap membeli pakaian yang dijualnya seharga Rp150-250 ribu.

"Sebelum Ramadhan pembelinya lumayan sepi, dan omzet penjualan biasanya tidak sampai Rp2 juta per hari. Fokus penjualan saya memang pada dua bulan sebelum Ramadhan. Tergantung kebutuhan orang-orang juga," ungkap Al sambil melayani pengunjung stand jualannya di Pasar Tanah Abang tersebut.

DIMAS KUSWANTORO | ANDIKA DWI
Pilihan editor: Pasar Tanah Abang di Awal Puasa Ramadan Ramai Pengunjung

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus