Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Sekadar 'Gula-Gula' bagi Pekerja?

26 Maret 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KHM sekilas mirip kependekan nama sebuah stasiun radio. Jangan salah sangka. Inilah tiga huruf singkatan dari "kebutuhan hidup minimum" yang tengah menjadi primadona Menteri Tenaga Kerja, Bomer Pasaribu, dalam perhitungan upah minimum regional (UMR) buruh pekan ini. Perhitungannya mencakup kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan rekreasi.

Selain KHM, dalam surat keputusan UMR baru itu, pemerintah juga menetapkan perhitungan berdasarkan sektor pekerjaan, sehingga antara buruh sektor industri dan perkebunan besar, upah minimum sektoral regionalnya (UMSR) bisa berbeda. Di Sumatra Utara, misalnya, Bomer mencatat ada 40 sektor yang berbeda.

Lalu, apakah dengan perhitungan baru ini kebutuhan hidup buruh akan lebih tercukupi? Jika menggunakan dasar perhitungan lama, yakni kebutuhan fisik minimum (KFM) yang mencakup sandang, pangan, dan papan yang dikenal sejak 1956 di Indonesia, penerapan UMR baru ini pun masih "ketinggalan kereta".

Dalam catatan TEMPO (lihat infografis: Perbandingan UMR dengan Kebutuhan Fisik Minimum di Daerah Industri Indonesia), sejak 1996 hingga akhir 1999, pemerintah tidak pernah menetapkan UMR di atas KFM. Ketika tahun lalu seorang buruh di Surabaya berhak memperoleh UMR Rp 132.500, kebutuhan hidupnya 2,5 kali lipat lebih tinggi. Sekarang, kendati kesenjangan ini telah berkurang menjadi 1,4 kali lipat, angka ini bisa melar lebih besar bila komponen biaya kesehatan, pendidikan, dan rekreasi turut diperhitungkan.

Menanggapi kerumitan perhitungan ini, pengamat ekonomi M. Ichsan menyarankan agar pemerintah mencabut saja UMR. Lebih baik serahkan mekanisme penentuan besarnya upah kepada serikat pekerja di perusahaan. Alih-alih mau menerapkan UMR secara konsisten, bisa jadi, dalam prakteknya, perusahaan hanya akan mengejarnya pas bandrol.

Mungkin Ichsan benar. Malah bisa saja dengan alasan mengejar efisiensi, pemilik perusahaan lantas melakukan perampingan tenaga kerja. Jika skenario pahit ini yang terjadi, UMR tak lebih ibarat "gula-gula" saja bagi pekerja. Mereka asyik mengisap manisnya—yang tidak bertahan lama—dan lupa akan upaya perbaikan nasib.


Perbandingan UMR dengan Kebutuhan Fisik Minimum di Daerah Industri Indonesia
Nama Kota1996/19971997/19981998/19991999/2000
UMRKFMUMRKFMUMRKFMUMRKFM
Surabaya
Bekasi
Tangerang
Lebak
Batam
Kal-Tim
Irianjaya
Lampung
Sul-Teng
120.000
156.000
156.000
142.000
220.000
138.000
154 500
114.000
96.000
165.000
195.000
195.000
180.000
284.000
183.000
193.500
159.000
141.000
132.500
172.500
172.000
157.000
235.000
153.000
170.000
126.000
106.000
177.000
212.000
212.000
195.000
332.650
205.500
213.500
174.900
136.600
132.500
172.500
172.500
157.500
253.000
153.000
170.000
126.000
106.500
344.500
369.700
369.700
284.500
508.000
367.500
345.500
323.900
266.600
236.000
286.000
286.000
225.000
300.000
233.000
315.000
192.000
203.000
353.100
382.000
382.000
283.400
493.700
384.000
357.900
334.700
276.100
Sumber: diolah dari berbagai sumber

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum