BURSA saham di Indonesia tak hanya menarik bagi investor lokal. Ternyata, ia juga memikat pemilik modal internasional. Buktinya, Nomura Securities Company (NSC), perusahaan terbesar di dunia dari Jepang yang bergerak di bidang pasar modal, pekan silam telah menapakkan kakinya di Jakarta. Nomura mendirikan perusahaan patungan baru, PT Nomura Indonesia (NI). Modal yang ditanamkan, menurut statuta, Rp 45 milyar. Namun, untuk permulaan para pemodal baru menyetor Rp 15 milyar. Mitra patungan NSC dari Indonesia adalah PT Adipura Sumber Sedaya (Astra Group), PT Usapanset (Jan Dharmadi), dan PT Anugerah Pharmindo Lestari (Sofyan Wanandi). Pembagian saham, pihak Jepang mengambil 70%, dan sisanya untuk tiga mitra lokal, masing-masing memegang 10%. Nomura datang ke Indonesia tampaknya bukan sekadar mengekor Jardine Fleming, yang sudah mendirikan PT Jardine Fleming Nusantara Finance. PT Nomura Indonesia yang dibentuknya akan bergerak di bidang perdagangan saham dan penjaminan emisi atau yang lebih beken disebut security house. Kehadiran perusahaan raksasa Jepang di bidang perdagangan saham itu bisa juga dinilai penting karena kehadiran Presiden Direktur Nomura Securities, Yoshihisa Tabuchi, dalam acara peresmian PT Nomura Indonesia. "Kedatangan Nomura di sini pasti akan membawa pengaruh besar dalam pasar modal dan ekonomi Indonesia," kata Tabuchi kepada Yopie Hidayat dari TEMPO, dalam wawancara khusus di President Suite Hotel Mandarin. Menurut Tabuchi, 57 tahun, yang menjabat Presiden Nomura sejak 1985, perusahaannya masuk Indonesia dengan tiga sasaran pokok. Pertama, Nomura ingin berperan menjelang proses swastanisasi perusahaan negara di sini. "Kami mempunyai cukup pengalaman dalam hal ini," kata Tabuchi. Artinya, ia ingin ambil bagian dalam menyambut rencana pemerintah meng-go-public-kan BUMN, yang diperkirakan akan "ramai" tahun depan. Dua sasaran lainnya yakni menjadi pialang untuk pemodal asing yang akan menanamkan uangnya di Indonesia dan membantu para investor yang akan menanamkan modal secara langsung. "Kami telah melakukan penjaminan emisi saham perusahaan-perusahaan dari berbagai negara. Maka, kami juga mempunyai kemampuan untuk menyarankan perusahaan-perusahaan itu melakukan investasi ke Indonesia," kata bos Nomura Jepang itu. Ucapan Tabuchi -- yang termasuk 10 pengusaha terbaik pilihan majalah Fortune edisi Januari 1988 -- kiranya boleh dipercaya. Menurut Tabuchi, suksesnya privatisasi perusahaan penerbangan Jepang (JAL), dan perusahaan telekomunikasi Jepang (NTT) pada 1986, tak terlepas dari peran Nomura Securities yang dipimpinnya. Di bawah Tabuchi, Nomura telah mendapatkan izin untuk mendirikan investment bank di London dan New York. Perusahaan itu juga menjadi underwriter top dalam penjualan berbagai obligasi dan efek di Eropa (Eurobonds). "Kami juga ikut berperan dalam swastanisasi British Gas dan British Steel," kata Tabuchi. Dengan berdirinya PT Nomura Indonesia, perusahaan itu jelas-jelas terjun dalam bisnis pialang dan perdagangan saham di Indonesia. Tapi, karena jumlah perusahaan yang go public masih terbatas, Nomura juga ingin membantu agar perusahaan yang go public menjadi lebih banyak. Sebelumnya, Nomura sudah terjun di pasar modal Indonesia. Sekitar US$ 30 juta telah ditanamkan lewat Nomura Jakarta Fund, yang dibentuknya September lalu. "Sampai saat ini, Bursa Efek Jakarta masih kecil. Sehingga kami tak bisa membawa begitu banyak dana masuk kemari," ujar Tabuchi. Di Asia, Nomura sejak Januari lalu juga telah meluncurkan dana US$ 103,9 juta lewat Asia Development Equity Fund. Alasan Nomura memilih mitra Astra, Pakarti Yoga, dan Jan Dharmadi, rupanya juga dengan pertimbangan itu. Astra, Pakarti Yoga, dan Jan Dharmadi mempunyai banyak anak perusahaan patungan dengan Jepang. Usaha brokerage, menurut Yoshiro Harada, Deputy General Manager Asia Department dari Nomura Securities, baru akan hangat jika jumlah perusahaan yang menjual saham di bursa Indonesia bertambah banyak. "Partner kami memiliki banyak perusahaan, dan mereka juga ingin go public. Kelompok Astra saja ada 197 perusahaan," kata Harada kepada Seiichi Okawa dari TEMPO di Tokyo. Partner Indonesia mengenal Nomura, kata Sofyan Wanandi, sejak 1973. Ketika itu ada seminar bilateral Indonesia-Jepang yang diselenggarakan CSIS di Tokyo. "Kami ingin belajar dari mereka secara serius. Antara lain, kami ingin mengetahui soal transfer dana, pengelolaannya, dan seluk-beluk lainnya," kata Sofyan. Karena itu, Sofyan, Jan Dharmadi, dan Astra mengambil 30% saham. Nomura Securities dengan markas di Tokyo memang security house raksasa. Di Jepang saja, perusahaan itu mempunyai 129 kantor cabang, 10.000 karyawan tetap, dan 2.500 saleswomen yang menjajakan pelayanan keuangan dari rumah ke rumah. Di New York saja, ia punya 667 karyawan. Perusahaan itu juga telah membuka cabang di Singapura dan Hong Kong dengan saham 100% di tangannya. Cabang lainnya ada di Bangkok, Kuala Lumpur, Sydney, dan sejumlah kota internasional lain. Menurut majalah Fortune, pada 1987, Nomura tampil sebagai perusahaan Jepang yang berpenghasilan terbesar kedua di bawah NTT. Penghasilan kotor mencapai Rp 11 trilyun dengan laba bersih sekitar Rp 2,7 trilyun. Menurut Yoshiro Harada, dewasa ini Nomura mengelola dana senilai 62 trilyun yen atau Rp 744 trilyun, sekitar 20 kali APBN kita. Laba kotor yang telah diraihnya, Oktober 1988-Maret 1989, mencapai 246,6 milyar yen (Rp 1,96 trilyun). Kedatangan Nomura agaknya bakal membawa dampak positif dan negatif bagi bursa Indonesia. Para pialang dan perusahaan underwriter yang sudah ada bisa belajar. Tapi, Nomura kemungkinan juga bakal menjadi saingan berat, khususnya bagi perusahaan pialang kelas teri. Apalagi, banyak pemilik modal besar, yang selama ini bermain di bursa internasional, telah menjadi langganan Nomura. Max Wangkar, Yopie Hidayat (Jakarta), dan Seiichi Okawa (Tokyo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini