Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mata Lili Asdjudiredja terbelalak melihat rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2013 yang disahkan pada 17 Juni lalu. Anggota Komisi Badan Usaha Milik Negara di Dewan Perwakilan Rakyat ini heran ada alokasi penyertaan modal negara (PMN) untuk lima BUMN sebesar Rp 5,75 triliun. Dia yakin komisinya belum pernah menyetujui anggaran itu. "Ini penyelundupan anggaran, harus diusut," kata politikus senior Partai Golongan Karya itu, Selasa pekan lalu.
Sepanjang pengalamannya memimpin Komisi Energi, Komisi Infrastruktur, dan sekarang aktif di Komisi BUMN, ia mengaku belum pernah ada kejadian seperti itu. "Ada apa ini?" Dalam APBN Perubahan 2013 tertera dana PMN untuk PT Geo Dipa Energi (Rp 500 miliar), PT Perusahaan Pengelola Aset (Rp 2 triliun), PT Hutama Karya (Rp 2 triliun), PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Rp 250 miliar), dan PT Krakatau Steel (Rp 956,4 miliar). Usulan PMN untuk Geo Dipa dan PPA, menurut Lili, memang pernah dibahas di komisinya, tapi belum disetujui. Sedangkan PMN untuk tiga BUMN lain sama sekali belum pernah dibahas, apalagi disetujui.
Menurut prosedur di DPR, usulan PMN untuk BUMN mesti dibahas Komisi BUMN, Komisi Keuangan, dan Badan Anggaran. Komisi BUMN menelisik urgensi PMN berdasarkan kondisi dan rencana bisnis perseroan, Komisi Keuangan melihat ketersediaan keuangan negara, serta Badan Anggaran yang mensinkronkannya dalam rancangan anggaran negara. Tata Tertib DPR Pasal 157 menyebutkan, pembahasan atas perubahan APBN dilakukan oleh Badan Anggaran dan komisi terkait dengan pemerintah. "Kalau tak ketat, negara bisa dirugikan," kata Lili.
Wakil Ketua Komisi BUMN dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Aria Bima, menampik jika komisinya dianggap kecolongan. Dalam rapat paripurna, komisinya tak mempersoalkan anggaran PMN yang nyelonong itu untuk memperlancar pembahasan dana kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi sebesar Rp 11,6 triliun. Kala itu, suasana di DPR memanas akibat kontroversi kenaikan harga BBM berikut pemberian bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) Rp 9,318 triliun.
Partai-partai propemerintah, Bima menuturkan, mewanti-wanti agar dana PMN tak diungkit supaya pembahasan perubahan anggaran tak molor. Mengacu pada Tata Tertib DPR, pembahasan perubahan APBN harus tuntas dalam 30 hari setelah diajukan ke DPR. Jika melebihi tenggat, anggaran kembali pada APBN lama. Kalau itu terjadi, dana kompensasi tak bisa cair. Kubu oposisi PDI Perjuangan khawatir, "Jangan-jangan ini jebakan pemerintah agar kami tak fokus dalam membahas anggaran kompensasi."
Setelah APBN-P disahkan, barulah Komisi BUMN berani menggugat dana PMN. Bima memimpin rapat internal pada 24 Juni lalu yang memutuskan menolak dan tak bertanggung jawab terhadap pencairan dana PMN Rp 5,75 triliun. Hari itu juga Ketua Komisi BUMN Airlangga Hartarto mengirim surat penolakan pencairan PMN kepada pimpinan DPR dan pemerintah.
Airlangga, juga politikus Golkar, menilai ada kelalaian Menteri BUMN Dahlan Iskan di balik penyelundupan anggaran PMN. Kementerian BUMN biasanya mengirim surat permintaan pembahasan PMN tak lama setelah rancangan anggaran diajukan oleh Menteri Keuangan. Namun Menteri BUMN Dahlan Iskan baru belakangan meminta pembahasan lewat surat tertanggal 22 Juli 2013.
Padahal pemerintah tahu betul mekanisme pembahasan anggaran karena pernah mengikuti rapat koordinasi pimpinan DPR dengan pimpinan komisi-komisi. Airlangga berharap pimpinan DPR membereskan persoalan segera setelah masa sidang dimulai pada 16 Agustus nanti. "Pencairan anggaran PMN bisa dibekukan sementara," katanya Rabu pekan lalu.
Menteri Dahlan Iskan tak merasa ada yang salah dalam alokasi dana PMN karena telah dibahas di Badan Anggaran lalu disahkan dalam Rapat Paripurna DPR. "Mekanisme di DPR, kalau sudah disetujui di Paripurna DPR itu sudah sah," ujarnya. Hanya, tak dijelaskan mengapa ia tak meminta pembahasan di Komisi BUMN sebelum APBN Perubahan 2013 disahkan. Mengenai surat kepada Komisi BUMN tertanggal 22 Juli 2013, menurut dia, itu hanya untuk menjelaskan PMN ke Hutama Karya.
Bantahan adanya patgulipat dengan Badan Anggaran dalam PMN untuk lima BUMN juga datang dari Menteri Keuangan Chatib Basri. Ia menilai persetujuan pagu anggaran sudah sesuai dengan prosedur. Anggaran pun baru cair kalau PMN disetujui oleh komisi-komisi terkait. "Tak usah khawatir ada kongkalikong atau transaksi," katanya di kantor Presiden, Kamis pekan lalu. Chatib menganggap kisruh PMN adalah persoalan internal DPR.
Ketua Badan Anggaran Ahmadi Noor Supit mengaku meloloskan pagu anggaran PMN karena tak ingin dianggap menghambat program pemerintah. Apalagi komisi terkait bisa saja menolak usulan PMN sehingga anggaran tak cair. "Pembahasan sudah sesuai dengan Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD," katanya Rabu pekan lalu.
Anggota Komisi Keuangan, Achsanul Qosasi, menilai tak ada penyelundupan anggaran atau fait accompli terhadap Komisi BUMN. "Ini kreativitas dalam politik anggaran," kata politikus Partai Demokrat ini. Tujuan utamanya mempercepat realisasi anggaran. "Ini juga susahnya kalau satu BUMN harus berurusan dengan dua atau tiga komisi."
Toh, pimpinan DPR bakal mengusut anggaran PMN Rp 5,75 triliun itu. "Mekanisme harus sesuai dengan aturan," kata Wakil Ketua DPR yang membidangi keuangan, Sohibul Iman, Rabu pekan lalu. Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini berpendapat, semestinya para pemrotes mempersoalkannya sebelum rapat paripurna, yakni dalam rapat Badan Musyawarah yang dihadiri para pemimpin alat kelengkapan DPR, dari fraksi, komisi, hingga badan-badan.
Ketua DPR Marzuki Alie mensinyalir ada persoalan dalam mekanisme pembahasan anggaran PMN. Apalagi anggota Badan Anggaran kerap tak menyuarakan kepentingan komisi masing-masing. "Banggar itu seperti partai sendiri," ujarnya kepada Tempo, Rabu pekan lalu. Rekan separtai Achsanul ini berjanji menyelesaikan persoalan PMN. "Kalau menyalahi mekanisme, anggaran bisa tak dicairkan," katanya.
Seakan-akan telanjur jengkel, Airlangga tak bisa menjamin komisinya bakal bisa membahas PMN dalam masa sidang yang dimulai pada 16 Agustus nanti. Selama sekitar empat bulan masa sidang berikutnya, DPR akan sibuk membahas sejumlah rancangan undang-undang, termasuk Rancangan APBN 2014. Jika tak sempat dibahas, menurut dia, anggaran PMN bisa diusulkan lagi dalam APBN 2014 untuk disahkan pada Desember tahun ini.
Direktur Utama PT Bahana Dwina Septiani Wijaya masygul mendengar anggaran PMN dipersoalkan di DPR. Dia berharap anggaran itu tetap dijalankan pemerintah. "Kalau tidak, restrukturisasi utang kami kepada pemerintah bisa molor," ujarnya kepada Tempo di kantornya, Kamis pekan lalu. PMN Rp 250 miliar itu adalah konversi utang pokok Rekening Dana Investasi kepada pemerintah sejak 1998. Dana digerojokkan kepada perusahaan sekuritas pelat merah itu untuk melindungi pasar modal dari hantaman krisis moneter kala itu. Utang pokok itu memunculkan bunga plus denda Rp 950 miliar.
Untuk menyehatkan Bahana, Dwina menerangkan, pada akhir 2012 Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyetujui skema restrukturisasi utang. Utang pokok Bahana dialihkan menjadi PMN dan bunga plus denda dicicil selama 20 tahun. Dus, PMN akan memperbaiki neraca keuangan, bukan menambah uang. "Jadi PMN ini non-cash," ucap Dwiana, yang resmi menjabat Direktur Utama Bahana sejak 28 Juni lalu.
Pembahasan PMN di DPR, menurut Dwina, dilakukan oleh pemerintah. Dia dan para pemimpin empat BUMN lainnya hanya sekali mendampingi Menteri Keuangan Chatib Basri dalam rapat dengan Badan Anggaran DPR pada 11 Juni lalu. "Waktu itu saya masih pelaksana tugas dirut," ujarnya.
Ihwal PMN untuk Krakatau Steel tak jauh berbeda dengan Bahana. PMN untuk kilang baja negara sebesar Rp 956 miliar itu merupakan konversi hasil dividen menjadi saham pemerintah dengan jumlah yang sama pada 2010. Rapat umum pemegang saham ketika itu menyepakatinya sebagai upaya meningkatkan kepemilikan saham pemerintah sebelum Krakatau melakukan penjualan saham kepada publik. "PMN itu bukan cash, hanya proses administratif untuk membenahi buku perseroan," ujar Direktur Utama Krakatau Steel Irvan Hakim.
Dia khawatir berlarut-larutnya persoalan PMN di DPR akan menjatuhkan kepercayaan perseroan di mata publik. "Apalagi kami sedang butuh financing untuk pertumbuhan perseroan," katanya Kamis pekan lalu. Tempo belum mendapat penjelasan dari direksi PPA, Hutama Karya, dan Geo Dipa mengenai pemanfaatan PMN untuk perusahaan mereka.
Achsanul Qosasi juga memastikan tak ada uang negara yang keluar akibat PMN itu, setidaknya untuk Bahana, Krakatau, dan Hutama. "Kalau PPA dan Geo Dipa saya tidak tahu," ujarnya. Klarifikasi tentang PMN untuk lima BUMN itu tertuang dalam Pasal 17 ayat 3 Undang-Undang APBN Perubahan 2013.
PMN Rp 2 triliun untuk Hutama, menurut Achsanul, merupakan konsekuensi penugasan dari pemerintah untuk menggarap proyek jalan tol Trans Sumatera. Anggaran PMN bersifat cadangan yang pencairannya menunggu persetujuan komisi terkait. Tapi Achsanul mengakui uang pemerintah akan keluar kalau komisi terkait menyetujui PMN. "Kan, sudah dicadangkan anggarannya."
Achsanul mengungkapkan ada PMN lainnya yang jumlahnya besar, yakni Rp 5 triliun. PMN itu dicadangkan untuk membeli mayoritas saham PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dari konsorsium Jepang, Nippon Asahan Aluminium Co Ltd (NAA). PMN Inalum baru disetujui komisinya setelah pengesahan APBN 2013 sehingga dimasukkan ke APBN Perubahan 2013.
Menteri Dahlan Iskan tegas membela PMN untuk Hutama. "Yang menyusun Kementerian Keuangan. Kepentingan saya hanya untuk Hutama Karya," katanya kepada Tempo di Padang, Selasa pekan lalu. Ia menjelaskan, tender proyek Trans Sumatera selalu gagal sehingga ia mengusulkan Hutama ditunjuk sebagai pelaksana. Modal Rp 2 triliun diberikan dalam bentuk PMN. Dahlan menerangkan pula bahwa PMN untuk Krakatau dan Bahana hanya bersifat administratif.
Airlangga berbeda pendapat mengenai tak adanya dana tunai yang dikeluarkan pemerintah. Menurut dia, dalam PMN untuk PPA dan Hutama ada uang negara yang bakal mengucur. PMN untuk PPA, menurut dia, akan dipakai menyuntik BUMN-BUMN yang sekarat. Semestinya PMN hanya untuk membesarkan bisnis PPA. "Jika tidak, PPA bisa ketularan sakit," katanya.
Jobpie Sugiharto, Gustidha Budiartie, ANGGA SUKMA WIJAYA, Andri El Faruqi (Padang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo