Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Seluk-beluk Aturan Hukum PHK menurut UU Cipta Kerja

Ramai beberapa perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK, bagaimana aturan hukum PHK menurut UU Cipta Kerja.

20 November 2023 | 19.24 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Dengan disahkannya Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja atau yang dikenal sebagai Omnibus Law pada tahun 2020, terjadi perubahan signifikan dalam berbagai aspek ketenagakerjaan di Indonesia. Salah satu perubahan yang mencolok adalah soal pemutusan hubungan kerja disingkat PHK

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada Undang-Undang Ketenagakerjaan penyelesaian pemutusan hubungan kerja alias diatur dalam Pasal 151. Dalam pasal 151 ayat 1  berbunyi  “Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.” 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sementara dalam RUU Omnibus Law, pasal ini diubah menjadi “Pemutusan hubungan kerja dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh.” Perubahan ini dinilai mencegah upaya agar jangan terjadinya pemutusan hubungan kerja. 

Dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud tidak tercapai, penyelesaian pemutusan hubungan kerja dilakukan melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Disisipkan pula pasal 151A mengenai kesepakatan dalam pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 151 ayat (1) tidak diperlukan dalam hal:

a. pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja;

b.   pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dan telah diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut- turut;

c. pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri;

d.   pekerja/buruh dan pengusaha berakhir hubungan kerjanya sesuai perjanjian kerja waktu tertentu;

e. pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;

f. pekerja/buruh meninggal dunia;

g. perusahaan tutup yang disebabkan karena keadaan memaksa (force majeur); atau

h. perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan niaga.

Selanjutnya dalam UU Ketenagakerjaan pasal 151 ayat 2 disebutkan bahwa pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.

UU Ketenagakerjaan pasal 154 menyebutkan alasan PHK diantaranya

a. Pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya;

b. Pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali;

c. Pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan; atau

d. Pekerja/buruh meninggal dunia.

Dalam RUU Cipta Kerja yang populer Omnibus Law pasal 154 dihapus dan diganti dengan pasal 154A. Alasan PHK terdapat dalam Pasal 154A yaitu

a. Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan;

b. Perusahaan melakukan efisiensi;

c. Perusahaan tutup yang disebabkan karena perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun;

d. Perusahaan tutup yang disebabkan karena keadaan memaksa (force majeure).

e. Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang;

f. Perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan niaga;

g.Perusahaan melakukan perbuatan yang merugikan pekerja/buruh;

h. Pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri;

i.  Pekerja/buruh mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih secara berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis;

j. Pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;

k. Pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib;

l. Pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan;

m. Pekerja/buruh memasuki usia pensiun; atau

n.    Pekerja/buruh meninggal dunia.

RUU Cipta Kerja Omnibus Law juga menghapus pasa 155 dalam UU Ketenagakerjaan yang mengatur pemutusan hubungan kerja atau PHK tanpa penetapan batal demi hukum. 

KLIK LEGAL
Pilihan editor: Daftar Perusahaan yang Lakukan PHK di 2023, Terbaru Rumah. com, Nestle dan Halodoc

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus