Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PARA pria berseragam itu sabar antre di pos keamanan perusahaan karoseri PT Adi Putro. Dua petugas sekuriti memeriksa mereka satu per satu. Setelah itu mereka menyatu dengan ratusan pekerja lainnya: mendempul, mengelas, mengecat, membuat jok, dan melakukan sentuhan akhir mobil rakitan. Suasana kerja seramai itu tak terlihat di perusahaan karoseri lainnya di Malang, Jawa Timur.
Adi Putro, yang punya 800 karyawan, bertahan hidup ketika perusahaan perakit mobil lainnya luruh. Tiap pekan, perusahaan ini menyelesaikan lima-enam unit kendaraan. Bukan hanya mobil kecil dan sedang, Adi Putro juga "menjahit" badan bus. "Kami beruntung bisa bekerja di sini," kata seorang karyawan kepada Tempo. "Gajinya lumayan dibanding di tempat lain."
Di Malang, krisis ekonomi hanya menyisakan lima dari 14 perusahaan karoseri. Beberapa perusahaan di sentra perakit mobil seperti Magelang, Jawa Tengah, dan Cirebon, Jawa Barat, juga dirundung murung. Ada yang bertahan hidup dengan banting setir: membuka bengkel dan pengecatan. Yang lain beralih ke segmen pasar mobil besar dan angkutan umum.
Menurut Direktur Utama Adi Putro, Simon Jethrokusumo, rontoknya industri karoseri di Malang lantaran pemerintah kurang peduli. Beberapa kebijakan tak mendorong industri ini maju dan bertahan hidup. Misalnya, izin merakit mobil sendiri bagi agen tunggal pemegang merek (ATPM). "Jika begini terus, kami akan habis," kata pemilik perusahaan karoseri yang berdiri pada 1970-an itu, Kamis pekan lalu.
Beberapa ATPM bahkan boleh mengimpor mobil utuh (completely built-up). Keadaan makin parah dengan keluarnya izin mengimpor bus bekas. Indra Soedjoko, Direktur Utama Piala Mas, mengatakan, perusahaannya bisa bertahan karena mendapat order "menjahit" kendaraan besar atau mobil penumpang. "Bodi mobil kecil sudah diproduksi ATPM," katanya.
Di masa keemasan, perusahaannya pernah mengerjakan 100-200 mobil kecil. Setelah itu, pesanan turun terus. Agar industri karoseri tak hancur total, Indra sepengharapan dengan Simon agar pemerintah membuat regulasi, memaksa ATPM menggunakan jasa karoseri. Juga diperlukan peraturan persaingan sehat antarsesama perusahaan karoseri.
Wakil Presiden PT Morodadi Prima, David Lee, sependapat. Morodadi kini tak lagi menerima pesanan ATPM, tapi membidik perusahaan otobus menengah ke atas. Pasar utamanya adalah bus pariwisata, bus malam, dan bus patas, terutama di Bali, Jawa Tengah, dan Sulawesi. Morodadi mengalami puncak permintaan pada 1989-1992, dengan order rata-rata 40 unit bus kelas eksekutif per bulan.
David menyarankan agar pemerintah meniru Malaysia dan Cina, yang melindungi industri otomotifnya. Jika pemerintah tak bisa mendorong ATPM menggandeng perusahaan karoseri, katanya, izinkanlah perusahaan karoseri memproduksi mesin dan sasis kendaraan.
Bergeser ke kendaraan besar ternyata kiat ampuh yang ditempuh John Ihalauw, Direktur Pelaksana New Armada di Magelang. Perusahaannya bertahan karena mendapat order membuat bus Transjakarta. Di Cirebon, Hadi Kurnia Chandra, manajer PT Starion, mengatakan, tiap bulan masih menerima 50-60 mobil pesanan Mitsubishi L300 dan angkutan kota.
Cuma, untungnya tipis, memang. "Yang penting bisa membayar gaji karyawan, dan perusahaan jalan terus," katanya. Agar tetap bernapas, dia menembak pasar mobil niaga karena segmen ini diyakininya akan berkembang di masa depan.
Seorang pejabat di Departemen Perindustrian mengatakan, pemerintah tidak bisa memaksa ATPM memberi order kepada perusahaan karoseri. Merekalah yang harus jeli memanfaatkan pasar yang, menurut dia, masih sangat besar. Dia mengajak pengusaha perakitan duduk bersama pemerintah untuk membicarakannya. "Pemerintah hanya bisa menciptakan iklim kondusif dan memberi informasi pasar," katanya.
Leanika Tanjung, Abdi Purnomo (Malang), Heru C. Nugroho (Magelang), Ivansyah (Cirebon)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo