REZEKI tongkang di pelabuhan Semarang terpotong sudah. Tak ada lagi muatan yang dapat diangkut - dari kapal yang membuang sauh di tengah laut ke dermaga - sejak kapal besar bisa merapat ke dermaga pelabuhan. KM Majapahit, kapal peti kemas PT Djakarta Lloyd yang berbobot mati 20.500 ton dan bermuatan penuh, telah membuktikannya Kamis pekan lalu. Uji coba yang dihadiri Menteri Perhubungan Roesmin Noerjadin mengawali babak baru pelabuhan Tanjungmas - begitu namanya - yang selama ini "mati". Gubernur Ismail sungguh-sungguh berharap agar Tanjungmas bisa menjadi jembatan emas dalam pengembangan potensi provinsi itu. Selama ini, menurut Menteri Roesmin, "Pelabuhan Semarang dikenal sebagai pelabuhan rede." Artinya, hanya kapal kecil yang bisa merapat. Sedangkan yang besar - berbobot mati ribuan ton - harus berlabuh sekitar 2 mil dari dermaga, dan terpaksa memakai tongkang untuk bongkar-muatnya. "Kalau begitu terus, biaya bongkar-muat bisa dua kali lipat," kata seorang staf Ditjen Perhubungan Laut. Padahal, arus barang yang melalui pelabuhan itu tidak sedikit, walau menurut Dirjen Perhubungan Laut J.E. Habibie, "Masih belum banyak." Yakni sekitar 1,7 juta ton setahun. Kurangnya efisiensi pelabuhan itu banyak menyebabkan usahawan memilih Tanjung Priok dan Tanjung Perak untuk urusan pengapalannya. Menyadari keterbatasan itu, pemerintah membenahinya. Dengan dana yen dari OECF (Dana Kerja Sama Ekonomi Luar Negeri) Jepang, pelabuhan yang sudah ada lalu dijebol. Beton pemecah gelombang, yang juga berfungsi sebagai penahan arus lumpur dari luar wilayah pelabuhan, dibangun sepanjang lebih dari 5 km. Dermaga baru dibuat sepanjang 605 m, yang cukup untuk bersandar tiga kapal berbobot mati masing-masing 10.000 ton sekaligus. Sedangkan pekerjaan terbesar adalah mengeruk lumpur: 3,7 juta ton dapat diangkat untuk memperdalam kolam pelabuhan dari sekitar 4 m hingga berkedalaman rata-rata 10 m. Pelabuhan juga sekaligus dilengkapi dengan sarana jalan, drainage, serta pergudangan. Dua buah gudang lini-I (di dekat dermaga), sebuah warehouse, serta lapangan penumpukan terbuka lebih dari 2 ha juga disediakan. Investasi Rp 90 milyar itu digunakan pula untuk membeli tiga mobil derek besar, dua belas forklift, serta masing-masing empat kapal pandu dan kapal pembawa tali. Menurut Dirjen Habibie, "ada banyak pertimbangan pemerintah" untuk menanamkan uang sebesar itu. "Jangan semata-mata melihat dari kepentingan ekonomi secara langsung." Bahwa pihak Jepang berani meminjamkan uang, katanya, sudah pasti mempunyai perhitungan bahwa uang itu bisa kembali. Ia mengakui, kalau melihat arus bongkar-muat barang di pelabuhan Tanjungmas saat ini, investasi sebesar itu memang belum menguntungkan. Perluasan kolam pelabuhan hingga 420 ha (semula hanya 40 ha) sampai layak menjadi pelabuhan samudra tentu juga membawa ekses. Setidaknya, pemilik dan awak 60 tongkang tak mungkin lagi mengandalkan periuk nasi dari pelabuhan Semarang. "Saya tak punya pekerjaan lagi," tutur seorang pemancing yang mengaku bekas awak tongkang. Namun, administrator pelabuhan R. Soedibyo menyebut bahwa hal itu tidak menjadi masalah. "Kami sudah menyalurkannya ke pelabuhan lain - Pekalongan, Tegal, dan Jepara - yang masih membutuhkan," ujarnya. ZU Laporan Yusro M.S. (Semarang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini