Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BATAM tiba-tiba saja dipenuhi aparat keamanan bersenjata lengkap. Seribu polisi, termasuk dari pasukan Detasemen Khusus 88 Antiteror, disebar di titik masuk kota dan sejumlah tempat keramaian. Pasukan yang disebut terakhir itu didatangkan langsung dari Jakarta, 8 September lalu. ”Semua pintu masuk Batam kita jaga,” kata Kepala Polda Kepulauan Riau, Brigjen Polisi Sutarman, kepada Tempo, pekan lalu.
Gawat? Awalnya adalah isu pengerahan sekitar 2.000 pengunjuk rasa di Batam, dua bulan menjelang sidang tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia di Singapura, 14-20 September. Massa dikabarkan meliputi para aktivis lembaga swadaya masyarakat dari 40 negara. Agendanya, menggelar aksi dan seminar menentang sidang IMF dan Bank Dunia itu.
Pada mulanya, aksi itu bakal digelar di Singapura. Kelompok aktivis menilai, IMF dan Bank Dunia tetap tidak berpihak kepada negara miskin dan berkembang. Motornya adalah International NGO on Indonesian Development (INFID), lembaga swadaya masyarakat asal Jakarta. Pemerintah Singapura tentu saja menolak ditempati aksi semacam itu.
Singapura malah melakukan cegah tangkal terhadap 28 aktivis, kendati mereka undangan resmi IMF dan Bank Dunia. Karena itu pula IMF dan Bank Dunia melayangkan protes terhadap Singapura. ”Mereka undangan resmi yang sudah kami akreditasi,” demikian dikutip dari surat protes resmi IMF dan Bank Dunia, tertanggal 6 September 2006.
Protes itu tak manjur. ”Status kami sampai sekarang dicekal,” kata Direktur Eksekutif INFID, Donatus Marut, Kamis pekan lalu. Kepala Staf Kepolisian Singapura, Soh Wai Wah, tak kalah tangkas. ”Bank Dunia boleh memutuskan siapa yang diakreditasi,” katanya, seperti dikutip Channel News Asia. ”Tapi pemerintah Singapura yang menentukan siapa yang diizinkan masuk ke negeri ini.”
Hingga Kamis pekan lalu, sudah empat aktivis dideportasi dari negeri pulau itu. Dua dari Kanada, dua dari Amerika Serikat. Susah bergerak di Singapura, Donatus Marut dan sejumlah aktivis yang dicekal mengikuti rekannya yang lebih dulu fokus ke Batam, lokasi yang tak jauh dari Negeri Singa.
Di Batam pun, setengah mati susahnya mendapat izin unjuk rasa dan seminar dari polisi. Pemerintah dan kelompok pengusaha setempat juga tak berkenan. Alasannya, selain faktor keamanan, dari segi ekonomi rencana aksi dianggap memperburuk citra Batam.
Diajukan pada 1 Agustus lalu—rencana di Batam dipersiapkan sejak Januari lalu, sebagai antisipasi penolakan Singapura—surat izin baru keluar pada 8 September. Itu pun langsung dari Markas Besar Kepolisian RI. Yang diizinkan hanya seminar. Tak lebih dari itu.
Apa boleh buat, di bawah intaian anggota pasukan antiteror, mereka berseminar sejak Jumat hingga Ahad pekan lalu di Asrama Haji Batam. Tak boleh ke mana-mana. Temanya tetap soal utang dan kemiskinan. Jumlah peserta menyusut, hanya 500 dari rencana 2.000 aktivis dari 40 negara.
Danto, Rumbadi Dalle (Batam)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo