WAJAH para karyawan Unilever Indonesia berseri lagi. Mereka
minggu ini membikin perjanjian baru dengan pihak majikan. Lazim
disebut sebagai Collective Labour Agreemet, perjanjian sekali
ini makin menguntungkan bagi pihak karyawan. Tunjangan kesehatan
misalnya, di Unilever itu kini diberikan 100%, tanpa batas
jumlah keluarga. "Bahkan isteri lebih dari satu dan anak lebih
dari tiga pun dilindungi oleh CLA terakhir ini," senyum satu
karyawan Unilever.
Sebelum itu, para karyawan PT Caltex Pacific Indonesia
memperbaharui CLA untuk dua tahun mendatang. Kemajuannya sekali
ini mencakup tunjangan ibadah haji, dan banyak tunjangan lainnya
ditinggikan. Upah pokok minimum yang tadinya Rp 66.000 kini
menjadi Rp 83.390. Dalam lingkungan industri sejenis
(pertambangan) di Indonesia, kata Haroen Al Rasjid yang
mengetuai Dewan Direksi PT CPI, "pada saat ini sistim pengupahan
dan syarat-syarat kerja kami adalah yang tertinggi dan terbaik."
Manajemen di Unilever pun mengaku bahwa CLA-nya adalah terbaik
di antara semua perusahaan yang non-minyak di negeri ini. FBSI
(Federasi Buruh se-Indonesia) pasti tidak akan membantahnya.
CLA ini biasanya terdapat di perusahaan yang sudah ada SB, basis
FBSI. Dari 110.000 perusahaan di Indonesia cuma 1600 yang punya
CLA. Basis FBSI sudah ada di 60.000 perusahaan. Jadi, ini
berarti FBSI belum berhasil sepenuhnya menyebarkan CLA di tempat
ia berada. Memang CI.A ini belum diwajibkan oleh pemerintah. Ia
hanya dianjurkan. Pola CLA di berbagai perusahaan pun belum
sama. Bila sudah ada CLA, biasanya setiap sengketa lebih gampang
diselesaikan. CLA itu dijadikan pegangan bagi pihak majikan dan
kaum buruh, maupun bagi Depnaker sebagai penengah.
Perusahaan milik negara sama sekali tidak memiliki CLA. Di situ
Korpri, bukan SB, yang ada. Untuk karyawan negara, pernah
dicanangkan supaya ada UU tersendiri yang mengaturnya. Tapi
setelah 7 tahun ditunggu, kini belum kelihatan tanda-tanda
bagaimana perbaikan nasib karyawan di perusahaan milik negara
bisa dicapai.
Masih Terbentur
Perbaikan nasib karyawan di perusahaan swasta jelas bisa dicapai
melalui CLA yang umumnya berlaku untuk 2 tahun. Terbuka
kemungkinan bagi pihak karyawan untuk menuntut kondisi yang
lebih baik pada setiap kali CLA itu hendak diperbaharui.
Tidak selalu lancar jalannya perundingan untuk memperbaharui CLA
itu. Di PT CPI, misalnya, diperlukan 38 kali sidang sampai
tercapai CLA yang menggembirakan pihak karyawannya. Itu sudah
mendingan dibanding dengan 42 kali sidang guna mencapai CLA dua
tahun sebelumnya di PT CPI itu.
Di pabrik perakitan Vespa, Pulo GaJung, pihak majikan dan
karyawan sampai kini masih terbentur untuk memperbaharui
CLA-nya, karena soal upah dan cuti tahunan. Malah terjadi ricuh
di sana bulan lalu karena ada buruh yang dipukuli, dituduh
"menghambat" produksi.
Semustinya dengan adanya basis FBSI, CLA bisa diwujudkan.
"Susahnya, banyak perusahaan nasional maupun patungan di
Indonesia punya backing orang-orang gede," keluh Ketua Umum
FBSI, Agus Sudono, pada wartawan TEMPO Budiman S. Hartoyo. "Maka
sering FBSI dan Depnaker kebentur-bentur. Lagi pula, memang
tidak ada sanksinya bila perusahaan menolak CLA."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini