LELANG, lelang, lelang. PUPN (Panitia Urusan Piutang Negara)
aktif melaksanakannya terhadap berbagai perusahaan sebagai
akibat kredit macet. Dan belakangan ini banyak perusahaan
penggilingan padi dilirik oleh PUPN. Sementara itu Perpadi
(Persatuan Penggilingan Padi Indonesia berusaha keras supaya
PUPN tidak menjamah para anggotanya.
Sisa penunggakan di bidang penggilingan padi tidak diketahui
persis berapa, tapi jumlah di berbagai propinsi pernah mencapai
Rp 27 milyar sampai 1975, terbesar di Jawa Timur (Rp 6,8
milyar). Sejak 1976 di Jabar dan Jatim sudah terjadi pelelangan
oleh PUPN terhadap perusahaan penggilingan secara bergilir. Jika
usaha Perpadi gagal, sedikitnya 25 lagi perusahaan di kabupaten
Karawang akan terkena lelang dalam waktu dekat ini.
Bisnis penggilingan ini menjadi suram sejak 1974, ketika Bank
Indonesia memerintahkan semua bank pemerintah untuk menyetop
pemberian kredit baru. Perusahaan penggilingan tadinya sangat
bergantung pada kredit bank untuk modal kerja. Sedang pemerintah
tadinya, terutama sejak 1971, menyediakan kredit itu dalam
rangka menggiatkan usaha pembelian beras di dalam negeri. Tapi
karena tersedianya kredit itu pula maka orang ramai mendirikan
perusahaan penggilingan padi, Sedang annya bisa gampang mereka
peroleh di tingkat Pemda. Akibatnya, jumlah penggilingan jauh
melebihi yang diperkirakan pasar hingga banyak di antara mereka
jadi menganggur. Selama tiga tahun terakhir ini mereka umumnya
sulit membayar kembali hutang pada bank pemerintah.
Dalam keadaan suram ini pada mereka diberi kesempatan untuk
bergabung pada BUUD/KUD. Tapi proses penggabungan itu tidak
selamanya lancar, terutama karena faktor hutang tadi. Pihak
Perpadi memperjoangkan supaya para anggotanya bisa diterima oleh
BUUD/KUD asalkan hutang mereka boleh diperhitungkan kemudian.
Jadi, hutang itu nanti dicicil sesudah bekerja aktif dalam
lingkungan BUUD/KUD. Sebaliknya pihak pemerintah bersikap
menuntut agar mereka menyelesaikan hutang terlebih dulu. Mereka
umumnya terhutang pada BNI-46 dan BRI.
Jika tidak karena terhutang, para pengusaha penggilingan swasta
diketahui agak enggan memasuki BUUD/KUD. Tapi kini mereka
umumnya melihat BUUD/KUD sebagai satu-satunya jalan untuk
menyelamatkan diri.
Sekiranya pelelangan dijalankan, ada kemungkinan BNI-46 maupun
BRI memperoleh uang kembali sedikit saja, jauh di bawah jumlah
piutangnya. Pernah terjadi, demikian pembantu Helman Eidy dari
Karawang melaporkan untuk TEMPO, mesin giling yang bernilai Rp 2
juta dilelang cuma Rp 400.000. Maka pihak Perpadi mencoba
meyakinkan bahwa pemerintah akan lebih banyak dirugikan jika
menyelesaikan persoalan ini dengan cara lelang. "Sebaiknya
penggilingan yang berhutang itu diambil-alih saja oleh BUUD,"
kata ketua Perpadi Jabar, Kusnadi. "Bila diambil-alih, para
pengusaha dan pemerintah tidak dirugikan, dan para karyawan pun
tidak menganggur."
PUPN Jabar pernah meneliti kenapa para pengusaha di Karawang
tidak mencicil. Pembantu TEMPO di Bandung, Sunarya Hamid,
melaporkan bahwa PUPN menjumpai para pengusaha sebenarnya dalam
keadaan bisa mencicil jika mau. "Bagaimana kami dapat mengerti.
Banyak pengusaha punya rumah mentereng, hidup berkecukupan,
malah ada yang punya isteri sampai tiga," kata satu pejabat
PUPN.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini