Terpilih, 10 pialang pasar uang. Sebagian pemiliknya masih orang bank juga. Dikhawatirkan, uang berputar di antara mereka saja. KETIKA para pialang pasar modal di Bursa Efek Jakarta mengalami masa-masa suram, Bank Indonesia (BI) justru menampilkan pemain baru di arena pasar uang. Mereka adalah pialang pasar uang (money broker), yang pekan lalu diumumkan namanya oleh Direktur BI Hendrobudiyanto. Mereka tidak ditunjuk, tapi diseleksi lewat tender. Konon, perusahaan yang maju tender jumlahnya lebih dari 50. Setelah melalui seleksi awal, hanya 33 yang dinilai layak ikut tender. "Yang tidak lolos karena tidak memenuhi persyaratan yang diminta," ujar Hendrobudiyanto, Direktur Urusan Giralisasi dan Pasar Uang. Mengingat yang diperdagangkan adalah uang, syarat untuk menjadi pialang cukup berat. Selain bank dan LKBB dilarang ikut tender, perusahaan pialang juga harus mempunyai modal minimal Rp 1 milyar. Di samping itu, mereka diharuskan memiliki perangkat lunak dan keras, dan mempunyai network system yang bisa memantau perkembangan pasar uang internasional. Selain itu, masih ada setumpuk persyaratan lain. Misalnya, mereka harus memiliki tenaga profesional di bidang pasar uang yang sudah dikenal di dalam dan luar negeri. Mereka juga wajib membuat rencana kerja. Sesudah seleksi tahap awal, ke-33 perusahaan yang lolos kemudian ditentukan peringkatnya. Lalu, dilakukan saringan kedua, dan hasilnya berupa 10 nama yang diumumkan Kamis pekan lalu. Mereka inilah yang mendapat izin prinsip sebagai pialang. Dalam perkara saring-menyaring, BI rupanya tak pandang bulu. Di antara yang gugur terdapat perusahaan milik konglomerat Eka Tjipta Widjaja dari Grup Sinar Mas dan Ibrahim Risjad. Juga sebuah perusahaan yang didukung oleh bank-bank pemerintah. Namun, nama-nama yang lolos pun tak sembarangan, seperti Bambang Trihatmodjo dari PT Citra Pala Brokerage. Juga bekas Direktur Utama Pertamina Ibnu Sutowo. Yang membuat orang bertanya-tanya adalah banyaknya pialang yang lalu dihubung-hubungkan dengan penghasilan yang akan mereka peroleh. Kalau saja perkiraan Hendrobudiyanto benar, 30% dari transaksi rupiah dan valuta asing -- tiap hari mencapai Rp 2,5 trilyun -terlaksana lewat pialang, tiap pialang akan menangani transaksi Rp 8 milyar lebih. Bila jumlah itu kita hubungkan dengan komisi 1/16% yang diambil pialang, berarti bahwa tak kurang dari Rp 4 juta akan masuk kantong mereka tiap hari. Tak heran jika setiap pengusaha kelas kakap ingin terjun ke bisnis ini. "Dan kesepuluh nama tadi memang giginya paling tajam," ujar seorang bankir. Kalau ditilik-tilik, tujuh dari sepuluh perusahaan -meskipun tidak secara langsung -ternyata masih memiliki hubungan dengan bank. Ambil saja PT Deemte Forexindo. Perusahaan atas nama Suyanto Gondokusumo ini rupanya masih ada kaitan dengan Bank Dharmala. Lalu, PT AP Nusantara Indonesia, dengan Aburizal Bakrie dan Usman Admadjaja di belakangnya. Aburizal adalah pemilik Nusa Bank dan Usman pemilik Bank Danamon. Jadi, tak heran bila masih terdengar suara sumbang di balik penunjukan perusahaan pialang tersebut. "Saya tidak yakin mereka bisa menjaga kerahasiaan," ujar Treasury Manager Sanwa Bank, Martha S. Widurie, ragu. Bahkan, dikhawatirkan bahwa dana di pasar uang hanya berputar di antara bank-bank mereka saja. Memang betul, tidak semua pialang tadi punya kaitan dengan bank. PT Mitra Dana Utama, umpamanya. Perusahaan ini merupakan patungan antara Ketua Yayasan Padi & Kapas, Sjahrir, dan perusahaan pialang Ong Tradition dari Singapura. Kecenderungan monopoli ini rupanya tercium oleh Hendrobudiyanto. Pagi-pagi ia mengingatkan, tidak ada keharusan bagi bank untuk melakukan transaksi jual beli uang lewat pialang uang. Bahkan, menurut Juru Bicara BI Dahlan Sutalaksana, para pialang ini diharamkan mengambil posisi. Pihak BI juga bisa melakukan intervensi di pasar uang. "Selain untuk mencegah monopoli, sekalian menjaga stabilitas moneter," ujar Dahlan. Maksudnya, jika pasar uang kekurangan rupiah, BI bisa mengedrop (menjual) rupiahnya. Ini tentu saja merupakan hal baru karena BI biasanya membatasi diri pada valuta asing. Bagi bank-bank yang banyak mengandalkan pinjaman antarbank (call money), adanya pialang tentu akan sangat membantu. Mereka kini tak perlu repot-repot menelepon setiap bank. Cukuplah menghubungi sepuluh pialang tadi, dan tugas merekalah untuk mencari calon penjual ataupun pembeli uang, baik dari dalam maupun luar negeri. Kalau dilihat dari cara kerjanya, kehadiran para pialang akan membuat mekanisme kerja pasar uang menjadi lebih efisien. Namun, tidak semua menyambut pialang pasar uang dengan tangan terbuka. Ada yang ragu-ragu. Misalnya, bila dana yang disalurkan lewat pialang ternyata dipinjamkan ke bank gurem alias bank tidak sehat, lalu bagaimana? Sangat boleh jadi, uang itu tidak mungkin ditagih kembali. Maka, seorang bankir pemerintah lebih suka berhubungan langsung, daripada lewat pialang. Keraguan terhadap pialang tak hanya sampai di situ. Vice President & Treasury Rabobank Duta, Non Rawung, pernah mempertanyakan kemampuan para pialang. Katanya, bila banknya memerlukan pendanaan yang sangat mendesak, apakah dana tersebut pasti bisa diperoleh lewat pialang pasar uang? Begitu pula jika kelebihan dana. "Kalau di luar negeri, kita tidak pernah khawatir tentang hal itu," ujar Non. Terlepas dari soal-soal teknis semacam itu, seorang bankir bank swasta membisikkan bahwa dengan adanya pialang, kini mereka punya jalan untuk mencari pinjaman luar negeri. Maksudnya, dengan cara gali lubang tutup lubang (di-roll-over terusterusan), jangka waktu pinjaman bisa setahun lebih. Kalau ini benar, plafon offshore loan yang ditetapkan Pemerintah tidak akan ada artinya. Bambang Aji
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini