Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Serikat Pekerja Elektronik Elektrik-Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPEE FSPMI) berunjuk rasa di Kantor Pusat PT PLN (Persero) pada Kamis 2 Februari 2023 lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan, aksi itu didasari atas Peraturan Direksi PLN Nomor 0219 Tahun 2019 tentang Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain di Lingkungan PT PLN dan EDIR 019 tahun 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ini kezaliman BUMN kepada para pekerja buruhnya karena ini sudah bukan hanya melanggar undang-undang tapi seperti perbudakan ya," kata Said Iqbal dikonfirmasi Tempo, Sabtu 4 Februari 2023.
Said Iqbal mengatakan, melalui aturan-aturan tersebut, direksi PLN menerapkan aturan Cipta Kerja yang tidak berpihak kepada pekerja buruh. Seperti pekerjaan yang diserahkan atau outsourcing ke vendor seperti bagian Pembangkit, Distribusi, Logistik, Pelayanan Teknis (Yantek) dan Biller.
"Nah mereka (PLN) itu bikin aturan baru membuat perubahan berdasarkan volume pekerjaan inikan Omnibus Law," kata dia.
Ia menyebutkan, salah satu perubahannya terlihat pada bidang biller atau petugas pencatatan meteran rumah. Pekerja di bidang tersebut akan dibayar sesuai dengan jumlah rumah yang didatangi dan dicatat setiap harinya.
Selanjutnya: 7 tuntutan yang disuarakan oleh para pekerja PLN ...
"Misal dapat 10 rumah, maka dikalikan sekian rupiah per rumah, kan gila itu, diperbudak," kata Said Iqbal.
Bukan hanya itu, pekerjaan Biller pun akan dibebankan dengan penagihan tunggakan bagi konsumen. Jika tidak dibayar, maka tunggakan itu akan dibebankan pada pekerja menggunakan sistem dana talangan.
"Kalau orang yang ditagih nggak bayar, nggak dapat duit, kerja bakti nih," kata dia.
Said Iqbal mengatakan, pekerjaan tersebut sebelumnya menggunakan standar upah minimum, namun kini akan diubah berdasarkan volume pekerjaan.
"Kan ini perbudakan, seseorang di kerja berdasarkan volume, yang volumenya itu PLN sendiri yang buat aturan mainnya," katanya.
Adapun 7 tuntutan yang disuarakan oleh para pekerja PLN tersebut yakni tolak penurunan upah pekerja tenaga alih daya atau outsourcing, tolak berubahnya status hubungan kerja tenaga outsourcing, tolak jenis pekerjaan berdasarkan volume based dan pola kemitraan.
Menolak dana talangan pelanggan PLN, hentikan kecelakaan kerja di lingkungan kerja PLN, mendesak pengangkatan tenaga kerja alih daya menjadi karyawan di anak perusahaan PT PLN, dan pekerjakan kembali 19 tenaga alih daya yang telah di PHK sepihak oleh PT DKB di Lampung.
ADE RIDWAN YANDWIPUTRA
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini