Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Sesudah kerusuhan Kamis itu

Pangkopkamtib Sudomo menghimbau supaya pers indonesia tidak memberitakan peristiwa lapangan banteng. ternyata beberapa koran jakarta memuat gambar kejadian tersebut. (md)

3 April 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MASSA memadati Lapangan Banteng, Jakarta. Hari itu (18 Maret) Golongan Karya (Golkar) mengadakan, rapat raksasa untuk kampanye Pemilu 1982. Datang secara bergelombang, mereka juga berharap akan dihibur oleh pelawak Bagyo, penyanyi Benyamin S., ratu dangdut Elvie Sukaesih, Camelia Malik, Reynold Panggabean dkk. Para penyanyi dan pelawak itulah tampaknya yang menyebabkan Lapangan Banteng jadi lautan manusia. Sama keadaannya dengan dua hari sebelumnya, tatkala Partai Persatuan Pembangunan (PPP), di tempat yang sama, mengandalkan raja dangdut Rhoma Irama dengan Soneta Group-nya. Tapi Kamis sian itu, panggung kampanye Golkar, yang cukup luas dengan tinggi 2 meter, jadi sasaran bondongan manusia. Mereka saling menyikut, berusaha mendekati panggung. Para penyanyi dan pelawak itu menyambut lambaian hangat massa penyanjung mereka, sementara terik matahari siang itu sudah menyengat, dan debu mengepul. Kemudian . . . panggung kampanye sebelah kanan rubuh. Dengan massa yang berdesak-desakan, kerusuhan terjadi, bahkan berlanjut dengan pembakaran dan pengrusakan. Akhirnya satuan ABRI dan pasukan huru-hara. didatangkan. Setelah dihalau dari Lapangan Banteng, sebagian. massa pergi merusak dan membakar di tempat-tempat lain yang mereka lalui. Yakni di sekitar Pusat Perdagangan Senen, Jalan Raya Kramat, sampai Salemba, Jl. Letjen Suprapto sampai Cempaka Putih. Mobil-mobil dibakar, pot-pot tanaman hias dijungkirbalikkan, dan lampu-lampu lalulintas dihancurkan. Tapi semua itu tak segera menjadi berita bagi pers Indonesia. Sebab pada Kamis malam itu juga wakil-wakil media dikumpulkan Pangkopkamtib Laksamana Soedomo. Dan, seperti biasa, Pak Domo menghimbau supaya kerusuhan itu jangan diberitakan sampai ada pengumuman resmi. Sementara itu di luar negeri beritanya tersebar luas. Koran-koran luar negeri, yang juga beredar di Indonesia, tentu kemudian mendapat banyak cat hitam. Dalam hal ini koran Singapura The Straits Times agak cerdik. Edisinya untuk Singapura memuat berita kerusuhan di Jakarta itu, sedang yang untuk Indonesia tidak sama sekali. Pada edisi 20 Maret, misalnya, Straits Times yang bukan untuk Indonesia ternyata memuat berita itu lumayan panjang dengan foto besar 5 kolom. Penduduk Indonesia di daerah Riau bisa menyaksikannya melalui stasiun televisi Singapura dan Malaysia Sabtu malam dalam siaran berita. Dari mana material kerusuhan Lapangan Banteng itu diperoleh? General Manager TV Singapura Ny. Wong Lie yang dihubungi TEMPO menolak menyebutkan sumbernya. Tapi Walter J.Burgess, cameraman Visneus di Jakarta, dengan senang hati bercerita. Mortit Burgess, kelahiran Australia yang berkantor di Wisma Antara, bangga sekali bahwa adalah filmnya yang disiarkan di sana. Pemberitahuan via teleks diperolehnya dari rekannya di Reuter Singapura. Ia memang semula merekam kampanye plus wawancara dengan beberapa tokoh parpol dan Golkar. "Itu kerja rutin saya. Kebetulan ada keributan di Lapangan Banteng, maka jadi lengkaplah laporan sava itu," tuturnya. Film sepanjang 55 feet itu dikirimkannya ke Roma, tempat semua film Visnews Limited diproses, sebelum disebar ke kropa. nari Roma dikirim ke London yang kemudian, lewat satelit, disebar ke seluruh dunia. "Berita dari Asia dan Timur Jauh biasanya kembali ke kawasan ini. Apa yang terjadi di Indonesia pasti laku sebagai berita di Asia Tenggara, Australia dan Jepang," tutur Burgess. Berbadan tegap, Burgess pernah bekerja di Thailand dan pernah kena pecahan mortir di Kar,puchea. April nanti genap dua tahun dia bekerja di Indonesia. "Saya ingin kembali ditempatkan di Kampuchea," tuturnya. Kenapa? "Di sini sulit dapat izin untuk membuat rekaman film," katanya. Tapi untuk pembuatan film kerusuhan Lapangan Banteng itu dia tak mendapat kesulitan. Tak ada teguran. Burgess tentu lebih beruntung ketimbang rekannya dari pers Indonesia. Namun pekan lalu Suara Karya, AB, Berita Yudha, Pos Kota, Terbit memuat bartyak gambar dan berita kerusuhan Lapangan Banteng itu. Sudah boleh menyiarkannya2 Orang maklum, siapa pendukung koran-koran itu. Dan wajar kemudian ada media lain yang mengikuti mereka. "Kami dapat teguran Dispen Hankam lewat telepon," tutur Sjamsul Basri, Pem-Red/Penanggungjawab Suara Karya. Walaupun ada konsensus untuk tidak memuat foto-foto itu, kata Sjamsul Basri, "kemudian kami berpikir masyarakat perlu diberitahu bahwa suatu keributan bisa berakibat buruk." Tapi Deppen mencatat juga pelanggaran itu. "Yang penting, jangan dilanjutkan dan diikuti yang lain. Bila sampai tak terkendali, bisa berakibat fatal berupa penutupan," kata Dirjen Pembinaan Pers dan Grafika Soekarno SH. Surat teguran konon siap dikirim kepada yang bersangkutan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus