Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Steve austin yang tak lucu

Warkop bertahan dengan corak komedi biasa, dibumbui ledakan dan muka belepotan. juga ada steve austin tiruan.

3 April 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film: IQ Jongkok Sutradara: Iksan Lahardi Film: Manusia 6 Juta Dollar, Sutradara: Ali Shahab DUDUK terjepit antara dua wanita tua dalam bis penuh berjejal, terpelanting karena menginjak kulit pisang, terjebak guyonan kawan dan terperangkap dalam kamar karena ulah calon mertua -- itulah jenis lawakan kasar (Slapstick) yang dihidangkan Warung Kopi (Warkop) dalam film IQ Jongkok. Meskipun judul film unik, bersuasana intelektual pula, corak komedi pilihan Warkop kali ni tidak bergeser dari 2 film mereka sebelumnya: Mana Tahan dan Pintar-Pintar Bodoh. Dialog-dialog mereka yang dulu membawa warna baru, karena tidak sekedar lucu, tapi juga bijak menyentak, dalam film ini tidak kunjung terdengar. Memang dalam sebuah adegan, ketiga anggota Warkop (minus Nanu) yang berperan sebagai mahasiswa nampak berbincang-bincang bagaimana mengisi masa liburan. Kasino enggan pulang kampung, karena katanya kampung yang di Lampung itu milik orang lain. Tanpa mimik kocak, ia menyesali mengapa orang-tuanya mau jadi transmigran. Indro mengejek Dono, karena yang terakhir ini kalau libur mesti pulang kampung, seperti pembantu rumahtangga saja. Kalau pembantu rumahtangga pulang, menurut Indro, sebetulnya cuma mau pamer radio cassette recorder yang lagunya itu-itu juga. Nah, itulah contoh dialog bijak khas Warkop, yang dalar film ini seakan terlepas, terpenggal dari rangkaian slapstick yang muncul silih berganti. Kemahasiswaan mereka juga rupanya sekedar cantolan bagi kisah pengejaran harta karun yang bukan saja kurang seru, tapi juga hampir tidak lucu. Perwatakan tidak berkembang, padahal komedi yang baik selalu membuka kemungkinan untuk itu--agak disayangkan. Padahal gagasan cerita ustru datang dari Warkop sendiri. Dalam Manusia 6 juta Dollar yang cerita dan skenarionya ditangani Ali Shahab, komedi Warkop campur-aduk dengan perawakan serba aneh si Kontet, si Botak dan si Cebol, actin yang diperagakan Dono sehagai manusia 6 juta dollar yang masih disempurnakan oleh kehadiran si cantik Eva Arnaz. Di sini Kasino berperan sebagai otak di belakang operasi pelokis (bahasa prokem untuk polisi), Dono sebagai agen 6 juta dan Indro agen 600, maksudnya agen cecunguk yang kurang diperhitungkan. Dengan semua ramuan ini, Ali Shahab berusaha memancing situasi lucu, antara lain dengan menghadirkan professor jenius tapi linglung, mempertentangkan keburukan Kontet dengan kecanl:ikan Eva Arnaz, mengadu pelokis lembek dengan si Botak bertubuh tinggi besar yang gigi-gigi besinya siap mencengkeram. Di sini menonjol konsep jenaka Ali Shahab, yaitu memacu rasa geli dengan segala yang amat berbeda dan bertentangan. Dan ini masih dibumbui speed yang dicepatkan untuk frame-frame Dono ketika lari mengejar penjahat. Pokoknya persis Steve Austin dalam serial tv yang amat digemari itu. Musik temanya juga persis. Peniruan itu bukan tidak memancing rasa geli. Sutradara tahu ini dan dilakukannya dengan sengaja. Tapi bersamaan dengan itu porsi kejenakaan Warkop dibatasi. Sesuai dengan perannya, Kasino hampir tidak berkesempatan untuk nampak lucu. Peran itu memaksanya selalu serius. Indro yang bertampang paling lumayan, terpaksa konyol. Dan Dono, yang tampil sebagai si 6 juta dollar itu, tiap kali membuat penonton gerr, kalau ia menyediakan mulut dan giginya khusus untuk membuka tutup botol. Adegan ini paling orisinal dan semua penonton, tanpa kecuali, terpingkal-pingkal. Kendati semua film Warkop bertolak dari konsep yang berbeda dengan film-film seri Ateng atau Bing Slamet umpamanya, bila disimak lagi antara kedua jenis komedi itu tidak nampak perbedaan yang menyolok. Memang Ateng dan almarhum Bing Slamet, sepenuhnya cukup mengandalkan kelucuan mereka yang alami, tinggal menggoyangkan kenop-kenop kejenakaan di sana-sini. Tanpa Korban Modal alami seperti itu tidak ada pada Warkop, kecuali Nanu barangkali. Karena itu Warkop harus membina satu pendekatan tersendiri terhadap komedi, yang lebih mengandalkan otak: dan ternyata sukses dalam acara lawak di luar film. Dan disadari atau tidak, pendekatan semacam ini sama sekali tercecer, sesudah mereka terjun ke film. IQ Jongkok umpamanya, mungkin semula dipersiapkan untuk film komedi dengan cerita berbobot, karena jelas ada tema: pengejaran harta karun oleh 3 mahasiswa yang ingin cepat kaya. Andaikata digarap lebih matang, bukan mustahil film ini bisa jadi-satire yang berhasil tanpa mengurangi porsi kejenakaannya. Tapi agaknya Warkop belum sampai ke sana. Seperti yang dapat disaksikan, baik dalam IQ Jongkok maupun Manusia 6 Juta Dollar, fungsi cerita sama sekali tidak dianggap penting. Kalaupun alur cerita ada, itu hanya dijadikan sekedar cantolan untuk action, situasi, lelucon-lelucon tanggung yang memang disiapkan untuk film-film jenis itu. Tapi jika sebagian kecil penonton yang menuntut film komedi berbobot kecewa pada Warkop, sebaliknya sebagian besar penonton malah senang. IQ Jongkok bertahan lebih dari 3 minggu di Jakarta, belum diperhitungkan pemutaran di bioskop kelas bawah. Mungkin masih di bawah sukses Pintar-Pintar Bodoh, namun penghasilan box-office sudah mereka kantungi. Dalam pada itu sebagai komedian Warkop juga bisa dibilang sukses karena mereka toh berhasil membuat penonton tertawa, gemas, gregetan. Dan mereka lakukan itu tanpa korban, tanpa mengejek atau mengkambing-hitamkan seseorang. Ada kesan Warkop juga masih berusaha menggali situasi lucu, tapi pada tahap sekarang, masih terasa dangkal. Isma Sawitri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus