PT Karya Mina, ketika didirikan tahun 1972, diharapkan untuk
menjadi perusahaan perikanan moderen kebanggaan Riau. Modalnya
yang hampir Rp 2 milyar diperoleh dari kredit ADB (Bank
Pembangunan Asia). Sesudah 6 tahun, ternyata perusahaan itu
tidak berfungsi sebagaimana mustinya, bahkan rugi pula.
Sampai akhir 1977, defisit yang dialaminya sudah hampir Rp 1,8
milyar. Sekarang angka defisitnya itu mungkin sudah melampaui
jumlah modalnya semula. Maka belakangan ini terdengar cerita di
Tanjung Pinang bahwa perusahaan yang gagal itu mungkin akan
dijadikan koperasi. Tapi pemerintah sendiri, yang berhak
menentukan nasib Karya Mina, belum memutuskannya.
Armada Karya Mina pernah terdiri atas 40 kapal pukat (trawler)
dan 60 lainnya yang berukuran lebih kecil (gilnetter) serta 5
kapal khusus untuk ekspor ikan. Perusahaan ini tadinya selain
bertujuan menangkap ikan sendiri, juga menampung hasil nelayan
setempat, kemudian dipasarkan ke luar negeri. Semua itu ternyata
tidak jalan.
Selama setahun terakhir ini Karya Mina malah merobah sifat
operasinya. Yaitu sebagian armadanya tidak dijalankan sendiri,
tapi disewakan pada kaum nelayan yang berminat. Uang sewa itu
dipakainya untuk menutup ongkos rutin.
Penangkapan ikan dari kapal-kapal yang disewakannya itu, tentu
saja, jatuh ke tangan pedagang tengkulak. Padahal tengkulak itu
semustinya dilawan oleh Karya Mina demi menjamin pendapatan
nelayan biasa. Tapi Karya Mina sendiri pun sudah tidak bermodal
lagi untuk membeli langsung dari para nelayan.
Dagang Es
Selain dari menyewakan armadanya, ia kini hidup dengan berdagang
es. Dari empat pabrik, ia setahun bisa memasarkan es sekitar
18.000 ton yang diperlukan nelayan untuk mendinginkan ikan.
Dengan cara begini, biaya rutinnya agak tertolong. Maka Dir-Ut
Luhut Hutapea dari Karya Mina mengatakan bahwa perusahaannya
sudah "kembali normal" dibanding dengan keadaannya setahun lalu.
Namun ia makin jauh dari fungsinya semula. Sementara itu,
koresponden TEMPO Rida K. Liamsi melaporkan, armadanya kini
"dalam keadaan uzur" yang tinggal 60% saja masih bisa dipakai.
Tentang gagasan untuk mengalihkannya ke koperasi, para pejabat
di Riau terdengar menyangsikan bahwa BUUD/KUD perikanan setempat
akan mampu untuk melanjutkan prasarana Karya Mina itu. Di Riau
masih belum ada satu pun BUUD/KUD yang benarbenar sudah jadi.
Memang BUUD/KUD pernah dilahirkan di Kijang, Tg. Balai Karimun,
Singkep dan Kuala Inderagiri. Ketika dicoba, umpamanya BUUD/KUD
Kijang, mengerahkan para nelayan untuk memakai peralatan Karya
Mina hasil penangkapan ikan lancar terkumpul selama 3 bulan.
Sesudah itu, seperti koresponden Liamsi melihatnya baru-baru
ini, sebagian ikan mereka sudah tidak lagi tersalur ke Karya
Mina, melainkan jatuh ke tangan tengkulak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini