Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Siapa mau jadi cukongnya?

Sisa dana zakat bazis dki jaya, lumayan besarnya & dipinjamkan pada pengusaha kecil sebagai modal kerja melalui kerjasama dengan lp3es. untuk biaya latihan ketrampilan, perlu cukong supaya berkembang.(eb)

1 September 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LEBARAN baru saja berlalu. Zakat fitrah dan shadakah sudah pula dibagikan kepada para fakir miskin. Tapi kcnyataannya, seperti juga tahun-tahun lalu, tak semua dana yang masuk ke kas Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadakah (BAZIS) itu habis dibagi-bagikan sampai menjelang sembahyang Ied. Adapun sebabnya, karena yang membayar zakat fitrah dan zakat harta, jumlahnya jauh lebih besar daripada yang menerimanya. Dan surplus beras yang diwujudkan dalam bentuk uang itu lumayan besarnya. BAZIS DKI Jaya misalnya sejak 1977 melaksanakan apa yang dikenal dengan zakat produktif yang disalurkan kepada pengusaha kecil. Caranya adalah dengan memberikan pinjaman selama dua tahun tanpa bunga, dengan tenggang waktu 3 bulan: Besarnya pinjaman Rp 50.000 untuk pengusaha kecil tingkat kelurahan dan Rp 100.000 untuk pengusaha kecil tingkat kecamatan. Menurut catatan BAZIS DKI Jaya perbandingan daria yang diterima selama 1977/1978 dengan yang mampu dibagikan tidaklah seimbang. Dari sejumlah Rp 146 juta dana yang terkumpul selama periode itu, yang berhasil dibagikan kepada fakir miskin hanya sekitar Rp 10,8 juta. Dan untuk sektor produktif hanya Rp 40 juta lebih sedikit, yang dipinjamkan kepada 773 pengusaha kecil. Namun yang dibagikan selama 1978 malahan agak turun sedikit: pinjaman Rp 36,5 juta untuk 704 pengusaha. Sedang pemasukan dananya selama 1978/ 1979 berjumlah Rp 196,2 juta. Porsi terbesar sebanyak Rp 111 juta telah disalurkan untuk pembangunan seperti mesjid, madrasah, poliklinik, panti asuhan dan kegiatan dakwah. Juga untuk bea siswa dan mereka yang mendapat kesulitan selama perjalanan, masing-masing Rp 2 juta. Untuk meningkatkan kapasitas membagi dan menampung dana zakat itu, di penghujung tahun 1978 dijalin kerjasama antara BAZIS DKI dengan LP3ES lembaga sosial ekonomi yang memang memperhatikan penelitian industri kecil. Setidaknya di Jakarta. Tapi Ismid Hadad, Direktur LP3ES toh beranggapan dana yang disalurkan itu "masih berupa rintisan,' meskipun diakuinya merupakan "hasil nyata." Ismid, yang ditemui Yunus Kasim dari TEMPO beberapa hari sebelum Lebaran, menyebutkan beberapa industri tingkat bawah yang telah dibina lewat dana zakat tersebut: pengusaha peci (kopiah) di Kcbavoran Lama, tukang sepatu di Karet-Kuningan, penjahit di lenteng Prapatan, iildustri kaleng dan alat rumah tangga dapur di Bidaracina dan perkayuan di Klender. Selain industri-industri yang kena salnber Kenop-15 tempo hari itu, HMA Hadiwidjaja, Ketua Pelaksana Harian BAZIS menambahkan di tingkat kelurahan dan kecamatan di DKI Jaya adalah petani anggrek di Kebon Jeruk, Kebayoran Lama dan warung makanan di hampir setiap kecamatan di 5 wilayah DKI yang sudah kebagian bantuan dana zakat itu. "Dan jumlah pinjaman yang Rp 2 juta itu suclah pula dibagi-bagikan untuk 20 pemuda putus sekolah," kata Adiwidjaja. Tapi sebelum bisa menikmati bantuan itu, mereka dikursus dulu oleh LP3ES, yang melakukan pendidikan dan latihan yang dibiayai Departemen Perindustrian. Animo Besar Adakah yang tampil sebagai pengusaha? "Ada, sekalipun untuk mencapai tidak mudah," kata Dawam Rahardjo, Wakil Direktur LP3ES. Menurut Dawam, para calon pengusaha itu disuruh magang selama 6 bulan sesuai dengan keinginan dan keahlian masing-masing. Dan mereka mengikuti kursus tentang teknik produksi memimpin perusahaan, teknik pemasaran dan mencari order. Rata-rata mereka itu memperoleh pinjaman tanpa bunga Rp 100.000. Ada juga yang mengikuti anjuran agar bergabung, hingga modalnya lebih besar dan lebih efisien. Dan menurut Ismid, ada yang sudah memiliki mesin bubut membuat komponen mebel-yang manpu melayani pesanan perusahaan besar, di Pulogadung, Jakarta Timur. Ada yang tentunya yang tak mampu mencicil semua hutangnya. Terutama setelah tindakan Kenop-15, yang membuat susutnya likwiditas mereka. Tapi kata Dawam, "itu tidak menjadi soal." Barangkali ini disebabkan dana yang disalurkan itu melulu digunakan untuk modal kerja pemheli bahan baku atau peralatan kerja. Tapi menurut Direktur LP3S, perjanjian kerjasama dengan BAZIS yang ditandatangani 11 Desember tahun lalu itu masih harus ada tindak lanjutnya. Tanpa latihan ketrampilan, LP3ES tak melihat program itu bisa berkembang. Masalahnya kini terbentur pada soal biaya juga. "Yang kita perlukan sekarang ini adalah cukong yang bersedia membiayai program ini," katanya. Memang sayang kalau program baik itu jadi tertunda-tunda gara-gara soal biaya. Seperti kata Dawam Rahardjo. "animonya cukup besar, tahun lalu saja yang mendaftar 750 orang."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus