ARUS informasi internasional mengalir semakin deras masuk Indonesia. Karena globalisasi informasi dan juga karena kemajuan teknologi Indonesia sendiri. Pada 8 Oktober lalu PT Telkom menandatangani kontrak sewa transponder satelit Palapa B-2P dengan Australian Broadcasting Corporation (ABC). Melalui satelit ini, ABC akan memancarkan acara televisinya ke berbagai negara Asia Tenggara -- Filipina, Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Menurut rencana, siaran ini akan dicoba November mendatang. Siaran tetapnya diharapkan bisa ditangkap pemirsa di Indonesia, Desember atau Januari tahun depan. Apa Indonesia tidak khawatir ABC akan menyiarkan berita negatif tentang Indonesia? Harmoko percaya, ketahanan mental dan nasionalisme masyarakat Indonesia sudah cukup kuat. "Kita harus antisipatif. Sejak Indonesia meluncurkan satelit tahun 1976, kita memasuki era satelit, jadi kita harus mampu menerima konsekuensinya. Ini kan proses globalisasi," komentar Harmoko. Siaran asing itu akan masuk ke televisi-televisi di Indonesia tanpa izin dan tanpa senor. "Secara prosedur, izin memang tidak diperlukan, karena disiarkan dari Australia," kata Harmoko. Soal materi siaran, juga Indonesia tidak punya hak mengontrol, apalagi menyensor. "Itu artinya kita campur tangan dalam negeri mereka. Kan ini bukan siaran khusus untuk Indonesia. Jangkauan nya bisa ke mana-mana, sampai Papua Nugini dan kabarnya juga Vietnam," ujarnya. Keuntungan yang sudah pasti didapat Indonesia dari globalisasi siaran ABC itu, penyewaan transponder satelit Palapa B-2P. Sewa satu transponder mencapai US$ 1,3 juta setahun. Manajer Perencanaan Operasi-Wilayah PT Telkom Indonesia, Bambang Setiawan, mengungkapkan investasi Telkom dalam bisnis satelit cukup tinggi. Harga satu satelit mencapai US$ 132 juta. Masa edarnya paling lama sembilan tahun. Karena itu, Telkom harus gencar menawarkan transponder, dalam masa sembilan tahun itu, untuk bisa mengejar investasi. "Kalau cuma menunggu penyewa, ya bisa bangkrut. Apalagi kini bukan Palapa saja yang beredar di orbit Asia Pasifik. Asiasat, Thaisat, Miasat, Apsat, sebentar lagi akan diluncurkan. "Dalam waktu dekat persaingan akan terjadi cukup ketat," kata Bambang. Sementara itu, di pihak sana, proyek internasionalisasi ABC itu ternyata masih mempunyai persoalan. Janji dana US$ 5,4 juta dari Pemerintah Federal Australia masih menghadapi masalah intern. Pemerintah Federal bulan silam mensyaratkan, bantuan US$ 5,4 juta itu akan turun -- untuk biaya penyiaran tahun pertama -- bila ABC sanggup mendapat sponsor swasta untuk menutup kekurangannya. David Hill, direktur utama ABC, didukung dewan siaran ABC, setuju pada syarat itu. Tapi masalah muncul. Staf ABC, yang didukung serikat buruhnya, menentang keterlibatan sponsor itu. ABC, yang didirikan dengan Undang-Undang Parlemen Federal Australia, selama ini dikenal menjalankan kebijaksanaan editorial yang mencerminkan kebebasan penuh. Ada kekhawatiran sponsor akan mempengaruhi keputusan editorial mereka. "Keputusan menerima sponsor swasta ini merupakan penyimpangan fundamental dari dasar-dasar ABC," kata Quentin Dempster, wakil dewan karyawan ABC. Penanggung jawab proyek internasionalisasi ABC dari pihak pemerintah, Bruce Donald, berkilah, "Siaran ABC ini konsumsi luar negeri, bukan dalam negeri." Karena itu, menurut Hill, penyiarannya tidak bisa lepas dari persaingan antarstasiun televisi. Ia merasa sudah sepatutnya ABC bersaing dengan stasiun lain dalam mendapatkan sponsor swasta. Quentin Dempster mendebat. "Ini kan kebijaksanaan Australia memperkenalkan budaya Australia ke kawasan Asia Tenggara, jadi fair saja pemerintah yang mem biayainya." Dempster menambahkan, "Di Kanada dan Selandia Baru kebijaksanaan siaran resmi kehilangan kemandirian mereka karena sponsor. Semua keputusan didasarkan pada pertimbangan rasio iklan saja." Suara lantang tentang kebebasan berita itu bisa-bisa justru menimbulkan masalah dengan negara-negara Asia Tenggara yang menjadi sasaran siaran. Seperti yang ter jadi selama ini, banyak berita Australia yang dianggap sensitif oleh negara-negara Asia Tenggara. Bruce Donald mengatakan, pihaknya akan tetap berpegang pada pedoman kebebasan yang dipraktekkan ABC selama ini. Tapi ia, di pihak lain, juga akan meminta staf ABC mencari kecocokan acara ABC dengan pandangan di kawasan Asia Tenggara. Siaran ABC itu akan mengudara selama 8 sampai 10 jam sehari, dan disiarkan dalam bahasa Inggris. Bisa ditangkap di kawasan Asia Tenggara melalui antena parabola. Tema siarannya, memupuk saling pengertian antara Australia dan kawasan Asia Tenggara. Dalam wawancara dengan Radio Trijaya, Jakarta, David Hill mengungkapkan, "Australia harus berani mendobrak tradisi keterkaitannya dengan Eropa dan AS. Sudah waktunya kami berpaling ke Asia." Tapi bisakah pemerintah Australia menjalankan misi itu dengan mulus? Dalam acara kebudayaan dan sejenisnya mungkin. Tapi dalam soal pemberitaan, masih jadi tanda tanya. Dempster mengungkapkan, staf ABC akan tetap mempertahankan sikap kritis mereka pada pemerintah. Dewi Anggraeni dan Sri Pudyastuti
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini