PEMERINTAH Singapura ingin menunjukkan pada dunia bahwa rakyatnya -- yang hidup di tengah-tengah larangan parabola -- ternyata dapat juga tertawa. Setidaknya, itulah salah satu tujuan Singapore International Television (SITV) yang ditayangkan sejak 1 Januari 1994 lalu. "Siaran SITV mencerminkan semangat Singapura dan memperlihatkan bahwa orang Singapura dapat tertawa dan dapat menangis," kata Chan Heng Chee, direktur eksekutif SITV. Lewat bantuan satelit Palapa B2P, siaran SITV akan dapat ditangkap -- dengan menggunakan antena parabola -- di sebagian besar wilayah Asia Pasifik, dari Australia sampai belahan selatan daratan Cina, dan dari Papua Nugini sampai Kepulauan Maldives di sebelah barat Sri Lanka. Untuk enam bulan pertama, SITV hanya mengudara selama satu jam, mulai pukul 22.00 sampai 23.00 waktu Singapura. Siarannya berupa 30 menit siaran berita yang diambil dari pemancar lokal Singapore Broadcasting Corporation (SBC), dan sisanya acara hiburan, bisnis, serta acara budaya dalam bahasa Inggris, Mandarin, maupun Melayu. Setiap Jumat, misalnya, SITV menayangkan acara Tinjauan dengan cerita-cerita tentang masyarakat Melayu di Singapura. Jumat pekan lalu, dimunculkan wawancara dengan seorang warga Singapura keturunan Melayu yang tinggal di Sydney, yang sejak SITV mengudara selalu menonton SITV setiap malam. "Sekarang saya dapat mengikuti peristiwa-peristiwa yang terjadi di Singapura dengan cepat," kata wanita yang sudah dua tahun tinggal di Sydney itu. Acara dilanjutkan dengan pengenalan program bantuan keuangan SKIM Kemajuan Keluarga Kecil untuk istri-istri yang ditinggal suami agar mampu menyekolahkan anak-anaknya. Soalnya, menurut SITV, sekitar 25% dari 3.000 pencandu narkotik di pusat rehabilitasi Singapura adalah anak-anak yang datang dari keluarga dengan orang tua tunggal. Maka, disediakan bantuan sebesar S$ 500 tiap bulan bagi ibu-ibu tunggal itu untuk membeli buku dan pakaian sekolah anak-anaknya. Sebagai penutup Tinjauan, ditayangkan adegan seorang ibu penerima bantuan yang sedang menolong anaknya mencoba pakaian sekolah baru. Program lain berupa Inside Asia dengan materi analisa terhadap peristiwa-peristiwa penting di kawasan Asia. Juga ada komedi Variety Tonight, lalu Money Mind yang merangkum laporan keuangan dan bisnis mingguan, serta program ajaran masak Mum's Not Cooking. Sajian acara seperti itulah yang diharapkan jadi ikatan di kalangan orang-orang Singapura yang tinggal di luar Singapura sekaligus mempromosikan Singapura. Sampai saat ini SITV memperkirakan terdapat sekitar 100.000 orang Singapura di luar Singapura. Berapa yang tinggal di kawasan Asia Pasifik, yang sebenarnya merupakan kelompok pemirsa utama SITV, belum diketahui persis. Memang SITV juga berharap dapat menggaet pemirsa yang bukan orang Singapura, tetapi agaknya siaran-siaran SITV tak cukup menarik bagi pemirsa di kawasan Asia Pasifik, yang tak ada "bau" Singapuranya. Tapi itu bukan persoalan. SITV bukanlah pemancar komersial yang harus sibuk menghitung-hitung target pemirsa supaya dapat menjual waktunya untuk pemasangan iklan. "Tujuan SITV hanya menjaga agar ikatan antara orang Singapura di luar negeri dan negerinya tetap terjalin," kata Senior Executive SITV, Charlotte MC Lim, kepada koresponden TEMPO Zainuddin Anwar. SITV juga berfungsi sebagai jendela untuk memperkenalkan Singapura. Jadi, walau siaran SITV yang hanya satu jam itu terbuka untuk iklan, misi SITV membuat pemancar itu mendapat bantuan penuh dari pemerintah. Tak perlu lagi iklan. SITV memang merupakan salah satu proyek Singapore International Foundation (SIF) yang bertujuan menjalin kerja sama Singapura dengan dunia internasional. Didirikan tahun 1991, SIF bertugas sebagai humas Singapura dengan misi mendorong orang Singapura berpikir secara internasional, membina jaringan persahabatan dengan negeri lain, dan memperkenalkan Singapura ke dunia internasional. Sebagai negara pulau dengan penduduk 2,8 juta, pemerintah Singapura ternyata yakin betul bahwa mereka sangat bergantung pada negara-negara lain. Sebenarnya siaran international SITV agak bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah Singapura terhadap siaran asing. Di satu sisi, mereka ingin agar SITV mampu menjangkau penduduk negara-negara lain, tetapi pada saat yang bersamaan siaran asing dibatasi masuk ke Singapura lewat larangan penggunaan antena parabola. Hanya hotel-hotel dan lembaga tertentu yang boleh menggunakan parabola dengan izin pemerintah. Penduduk biasa diancam hukuman 12 bulan dan denda S$ 2.000 atau sekitar Rp 2,5 juta untuk pemilikan antena parabola. Maka, di layar televisi di Singapura hanya tersedia program acara SBC dan RTM 1 dari Malaysia. Menurut Tan Yew Soon dari kantor kementerian penerangan dan seni, pemerintah Singapura tidak anti pada siaran asing. "Tapi hanya yang mempunyai nilai positif, tidak porno, dan tidak mengandung kekerasan yang kami terima," kata Tan Yew Soon. Jadi, acara-acara dari pemancar televisi asing yang masuk Singapura, seperti film-film Indonesia maupun berita CNN dan BBC, sudah lewat sensor pemerintah Singapura untuk disiarkan lewat SBC.Liston P. Siregar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini