Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Silang Sengkarut Perizinan Online

Pelaksanaan sistem Online Single Submission terganjal masalah sinkronisasi data. Pelaku usaha meminta masa transisi.

1 September 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pelaksanaan sistem Online Single Submission terganjal masalah sinkronisasi data. Pelaku usaha meminta masa transisi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI tengah kebingungan para pebisnis sektor kelautan dan perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan akhirnya menggelar sosialisasi selama dua pekan terakhir. Sosialisasi tentang perubahan layanan perizinan itu disampaikan kepada para pengusaha dan kepala daerah. Perubahan mekanisme tersebut merupakan tindak lanjut atas pemberlakuan pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik, atau dikenal dengan sistem Online Single Submission (OSS), per 9 Juli 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berdasarkan surat edaran Menteri Kelautan Susi Pudjiastuti bernomor 543/Men-KP/VIII/2018 tertanggal 8 Agustus, pengusaha perikanan wajib mengajukan permohonan penerbitan nomor induk berusaha lebih dulu melalui sistem OSS. "Izin operasi atau komersial penangkapan ikan tetap mengacu pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 30 Tahun 2012," kata Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Zulficar Mochtar, Jumat dua pekan lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Akhir Juni lalu, Kementerian Kelautan menyetop seluruh layanan perizinan karena sistem OSS akan segera diberlakukan. Saat itu pintu perizinan OSS belum resmi dibuka, tapi Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik. Akibatnya, banyak pelaku usaha, termasuk pengusaha sektor perikanan dan nelayan, kebingungan selama masa peralihan sistem.

Keresahan para nelayan membuat Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia melayangkan surat kepada Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, mempertanyakan sinkronisasi sistem OSS. Mereka berharap permohonan izin yang telah masuk pada masa transisi sistem tetap diproses. Peraturan pemerintah tentang OSS mewajibkan pengajuan ulang permohonan izin usaha yang disetorkan sebelum OSS berlaku. Padahal sebanyak 356 permohonan telah diajukan nelayan dengan kapal berukuran lebih dari 30 gross tonnage.

Ketua Umum Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Yussuf Solichien mengatakan mereka telah membayar pajak hasil perikanan dan biaya perizinan usaha kepada Kementerian Kelautan. Tapi, hampir satu semester berlalu, berbagai permohonan izin, seperti surat izin penangkapan ikan, surat izin usaha perikanan, dan surat izin kapal pengangkut ikan, jalan di tempat. "Hingga kini, belum ada satu pun yang terbit," Yussuf mengeluh, Kamis dua pekan lalu.

Di daerah, para nelayan meminta gubernur serta dinas kelautan dan perikanan setempat memberikan diskresi berupa surat rekomendasi operasi bagi kapal-kapal kecil. Yussuf menilai pemerintah belum siap menerapkan sistem perizinan OSS secara menyeluruh. Karena itu, para nelayan meminta waktu transisi implementasi satu tahun sejak peraturan tersebut ditetapkan untuk menyiapkan institusi dan pelaku usaha, termasuk sosialisasi.

Tapi Kementerian Kelautan memilih mengeluarkan surat edaran. Isinya, mereka diminta tetap mengacu pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 30 Tahun 2012. Dengan begitu, menurut Zulficar Mochtar, pemerintah daerah tak perlu mengeluarkan surat rekomendasi untuk mempercepat perizinan.

l l l

KARYAWAN PT Sinarindo Wiranusa Elektrik, Bekasi, Ricky Nur Sadeli, sempat kebingungan memasukkan data klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia (KBLI) perusahaannya saat mengurus izin perluasan usaha. Sebelumnya, pekerja perusahaan distribusi alat listrik dan industri mekanis itu mengajukan permohonan izin ke Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kota Bekasi. Tapi petugas PTSP belum memahami perubahan perizinan. Ia malah meminta Ricky datang ke OSS Lounge di Graha Sawala, Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta.

Tim Satuan Tugas Online Single Submission Kementerian Koordinator Perekonomian terus mengevaluasi pelaksanaan sistem layanan terpadu skala nasional ini. Sekretaris Kementerian Koordinator Perekonomian Susiwijono Moegiarso menyebutkan sejumlah kendala muncul mengingat besarnya cakupan layanan.

Sistem ini mengintegrasikan perizinan di 25 kementerian dan lembaga, 514 pemerintah kota, 34 pemerintah kabupaten, dan 81 kawasan industri. Jaringan juga terkoneksi dengan sistem Indonesia National Single Window, Sistem Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta Sistem Informasi Administrasi Kependudukan Kementerian Dalam Negeri. "Jalan masih panjang untuk sampai ke posisi stabil," Susiwijono menjelaskan, Kamis dua pekan lalu.

Sebulan setelah peluncuran, lebih dari 30 ribu pelaku usaha mendaftar melalui sistem OSS. Sebanyak 12.290 pengguna telah mendapatkan nomor induk berusaha. Adapun 7.004 pengguna sudah mengantongi izin usaha.

Susiwijono mengatakan tak semua izin bisa dituntaskan secara langsung melalui OSS. Beberapa perizinan komersial atau operasional di sektor perikanan, minyak dan gas, serta perdagangan impor tetap harus melalui kementerian terkait. Tapi, lewat OSS, pengurusan beberapa jenis izin bisa digabung. Misalnya nomor induk berusaha dan angka pengenal importir. Selain itu, surat izin kapal penangkapan ikan hasil tangkapan bisa diurus berbarengan dengan izin kapal hasil budi daya. "Jadi tidak ada tumpang-tindih, justru tergantikan semuanya."

Tim OSS juga memberikan bimbingan teknis kepada petugas PTSP di lembaga dan daerah. Mereka menetapkan Pemerintah Kabupaten Bekasi dan Pemerintah Kota Bandung sebagai lokasi percontohan sinkronisasi PTSP daerah. "Mereka yang kami dampingi hingga selesai. Progresnya bagus."

Kendala sinkronisasi di Pemerintah Kota Bekasi diperkirakan selesai pada November mendatang. "Kami sudah menerima user dan password, tapi belum bisa dijalankan," ujar pelaksana tugas Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bekasi, Lintong Ambarita.

Staf ahli Kementerian Koordinator Perekonomian, Edy Irawadi, meminta daerah dan kementerian tak khawatir karena kewenangan menerbitkan izin bakal dicabut. Ia menjelaskan, sistem OSS justru membutuhkan peran tambahan PTSP di kementerian atau daerah. "Ini layanan new fashion, serba cepat tanpa mengabaikan pengawasan komitmen di tingkat teknis," ucapnya. OSS dapat mencabut izin yang telat diterbitkan bila pengusaha terindikasi melanggar syarat komitmen.

Dari hasil evaluasi harian, tim memasukkan sejumlah revisi ke sistem. Misalnya penyempurnaan jumlah klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia. KBLI berguna untuk mengenali bidang usaha perusahaan. Dengan sistem OSS, bidang-bidang usaha baru bisa dimasukkan. Sistem juga bisa menyaring bidang usaha yang masuk kategori daftar negatif investasi.

Sistem OSS sebetulnya dirancang sejak Oktober 2017. Tapi penyusunannya tak berjalan mulus. Semula sistem ini akan diterapkan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), yang menggawangi perizinan investasi. Belakangan, Kepala BKPM Thomas Lembong mengatakan anggarannya terbatas untuk mengoperasikan sistem tersebut. "Selain anggaran, butuh persiapan pelatihan dan perekrutan tenaga kerja yang besar."

Ia mengusulkan perubahan layanan ini dilakukan bertahap. "Jujur, saya prihatin karena program sebesar ini tak ada transisi," kata Lembong beberapa hari sebelum peluncuran OSS. Namun, menurut Menteri Darmin Nasution, OSS harus segera diluncurkan untuk meningkatkan posisi Indonesia dalam kemudahan izin berusaha ke peringkat 40 besar. Saat ini Indonesia berada di peringkat ke-72. Akhirnya, pelaksanaan OSS diambil alih Kementerian Koordinator Perekonomian untuk enam bulan pertama.

Susiwijono Moegiarso yakin Kementerian Koordinator Perekonomian akan mengembalikan pelaksanaan OSS ke BKPM jika lembaga itu telah siap dari sisi dana dan tenaga pelaksana. BKPM mengajukan tambahan anggaran Rp 200 miliar pada 2019. Bujet itu akan digunakan untuk mengembangkan aplikasi, infrastruktur sistem, dan pelatihan teknis OSS. Angka itu jauh lebih besar dibanding tambahan anggaran yang diajukan Kementerian Koordinator Perekonomian, yaitu Rp 68,5 miliar untuk biaya sewa penyimpanan data berbasis awan. "Sebelum beralih, kami dorong supaya stabil dulu di Kemenko," tutur Susiwijono.

Putri Adityowati, Andi Ibnu, Adi Warsono (Bekasi)

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus