Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RUANG kerja Mardani Ali Sera di lantai tiga Gedung Nusantara I Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, nyaris tak pernah sepi disambangi tamu pada Senin dan Selasa pekan lalu. Sebagian di antaranya berasal dari luar Jakarta, seperti Bekasi dan Bogor, Jawa Barat. "Mereka meminta dukungan untuk mendeklarasikan gerakan #2019GantiPresiden," kata Mardani kepada Tempo, Selasa pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tak hanya dengan bertandang langsung, permintaan dukungan juga disampaikan melalui pesan pendek, obrolan WhatsApp, atau melalui media sosial milik politikus Partai Keadilan Sejahtera tersebut. Mereka juga mengundang Mardani untuk hadir dalam acara deklarasi di berbagai penjuru negeri. Mardani memang menjadi pelopor gerakan yang dideklarasikan pada Maret lalu itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kian lama dukungan terhadap #2019GantiPresiden menderas. Hasil survei Roda Tiga Konsultan yang dirilis awal Agustus lalu, sebelum pendaftaran calon presiden, menunjukkan makin banyak warga negara yang setuju dengan gerakan yang bertujuan mengalahkan Presiden Joko Widodo dalam pemilihan presiden 2019 itu. Sementara pada April sigi menunjukkan 38,3 persen responden setuju dengan gerakan tersebut, empat bulan kemudian angkanya meningkat menjadi 42,7 persen.
"Kesadaran publik terhadap isu ganti presiden cukup tinggi," ujar Direktur Riset Roda Tiga Konsultan, Rikola Fedri, saat dihubungi pada Jumat pekan lalu. Dalam survei terhadap 1.610 responden dengan simpang kesalahan 2,5 persen tersebut, mereka yang tidak setuju dengan aksi itu bertambah. Sebelumnya 36,3 persen responden menolak gerakan tersebut, lantas angkanya naik menjadi 43,4 persen.
Presiden Jokowi sempat menganggap remeh gerakan ini. Pada awal Mei lalu, dia menilai gerakan itu dibesar-besarkan. "Masak, kaus bisa mengganti presiden?" katanya saat bertemu dengan seribuan relawan pendukungnya di Bogor.
Menurut Mardani Ali Sera, gerakan #2019GantiPresiden efektif menaikkan elektabilitas mereka yang berada di barisan penentang Jokowi. Dia mencontohkan pasangan yang diusung Partai Gerakan Indonesia Raya dan PKS dalam pemilihan Gubernur Jawa Barat, Sudrajat-Ahmad Syaikhu, sempat memamerkan kaus bertulisan tagar tersebut. Hasilnya, Sudrajat-Syaikhu menempati posisi kedua di bawah pasangan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum, yang diusung empat partai pendukung pemerintah. Padahal sebelumnya semua lembaga survei memprediksi Sudrajat-Syaikhu berada di urutan keempat dari lima pasang peserta.
Dianggap efektif di Jawa Barat, tidak demikian dengan pemilihan presiden. Nyatanya, belum semua simpatisan gerakan tersebut mendukung Prabowo Subianto. Sigi Roda Tiga Konsultan menunjukkan, dari semua pendukung gerakan ganti presiden, hanya 26,4 persen yang memilih Prabowo. Sebanyak 9,8 persen mendukung putra mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Agus Harimurti Yudhoyono. Ada pula yang mendukung Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan bekas Panglima Tentara Nasional Indonesia, Gatot Nurmantyo.
Menurut dua anggota tim pemenangan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, hasil survei internal mereka menunjukkan lebih dari 40 persen responden memang mendukung kampanye ganti presiden. Tapi, dari jumlah itu, kurang dari 25 persen yang menyatakan bakal memilih Prabowo-Sandiaga. Saat berkunjung ke kantor Tempo pada Senin pekan lalu, Sandiaga mengaku berulang kali mencoba melobi pendukung gerakan tersebut. Hasilnya, "Mereka belum sreg dengan Prabowo-Sandi," ucapnya. Sandi mengatakan ada calon lain yang diinginkan oleh kubu penolak Jokowi. "Mereka menginginkan Anies Baswedan," katanya.
Sekretaris Jenderal Relawan Gerakan #2019GantiPresiden, Saptono, mengatakan aksi yang digelar kelompoknya sejak awal bukan merupakan kampanye. Maka aksi itu tidak pernah mendukung calon presiden tertentu meskipun sebagian inisiator ataupun pendukungnya berasal dari partai politik. Prinsip itu, menurut Saptono, terlihat dari ketiadaan bendera partai atau foto calon presiden dalam setiap aksi mereka. "Kami belum memutuskan akan mendukung Prabowo-Sandi atau tidak," ujarnya.
Meskipun calon presiden selain Jokowi yang tersisa hanyalah Prabowo Subianto, kata Saptono, para simpatisan tidak otomatis memilih bekas Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus tersebut. Namun presidium gerakan itu akan mendorong para simpatisan untuk tetap menggunakan hak pilih mereka. "Bahwa gerakan kami menguntungkan lawan Jokowi yang hanya satu calon, ya sudah dari sananya," ucap Saptono.
Juru bicara gerakan tersebut, Mustofa Nahrawardaya, menyatakan, hingga 22 September atau sebelum kampanye pemilihan umum dimulai, aksi ganti presiden tidak akan menyuarakan calon presiden tertentu. Kalaupun ada tiga pasang calon, sikapnya pun akan sama. Tapi tak tertutup kemungkinan nantinya gerakan ini ikut mendukung Prabowo-Sandiaga. "Kami masih belum memutuskan sikap," kata Mustofa. Disepakati atau tidaknya dukungan kepada Prabowo, menurut politikus Partai Amanat Nasional ini, tagar #2019GantiPresiden akan dipertahankan.
Sejauh ini gerakan #2019GantiPresiden sudah dideklarasikan di 13 provinsi. Saptono mengklaim permintaan deklarasi dari berbagai daerah sudah antre. Menurut dia, sifat gerakan ini tidak terstruktur, meskipun nantinya aksi di daerah tetap dikoordinasikan dengan presidium pusat. "Kami ini seperti organisasi tanpa bentuk, OTB," ujar Saptono mengacu pada "Organisasi Tanpa Bentuk", istilah Orde Baru untuk melabeli kelompok penentang pemerintah. Dia belum bisa memastikan jumlah simpatisan yang menginginkan presiden baru hasil pemilu. "Bisa dilihat sendiri, deklarasi kami tak pernah sepi."
Kubu Prabowo-Sandiaga pun berupaya menggandeng kelompok ini untuk mendulang suara. Seorang pengurus Partai Gerindra bercerita, para petinggi partainya mencoba merangkul gerakan ganti presiden dengan cara persuasif dan tidak mengklaim sebagai inisiator gerakan tersebut karena sebagian besar simpatisan belum mendukung Prabowo-Sandiaga. Para petinggi Gerindra menghitung kemungkinan simpatisan gerakan itu hengkang dengan adanya klaim tersebut.
Para petinggi partai terus melobi pentolan gerakan. Ini, misalnya, terlihat dari kunjungan Prabowo ke rumah Neno Warisman, artis yang juga motor gerakan ganti presiden, setelah dia ditolak sekelompok orang di Batam, Kepulauan Riau, pada akhir Juli lalu. Begitu pula saat terjadi penolakan terhadap Neno dan tokoh aksi lainnya di berbagai tempat pada pekan lalu, petinggi Gerindra ramai-ramai memberikan dukungan.
Wakil Sekretaris Jenderal Gerindra Andre Rosiade mengatakan partainya memang tak terkait dengan #2019GantiPresiden. Tapi dia meyakini nantinya para pendukung gerakan itu akan memilih Prabowo-Sandiaga. "Kalau mau melanjutkan kepemimpinan sekarang, pilih Jokowi. Tapi, kalau ingin ada pergantian pemimpin, tentu akan memilih Prabowo," kata Andre.
Pramono, Wayan Agus Purnomo
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo