Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah rekening bank dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Bank Central Asia (BCA) diduga digunakan sindikat penipuan investasi kripto untuk menampung dana dari korban. Modus ini terungkap setelah salah satu korban, seorang perempuan inisial SW usia 63 tahun, mengatakan telah mentransfer sejumlah uang ke rekening yang terdaftar atas nama perusahaan yang ternyata fiktif untuk membeli mata uang kripto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SW menjadi korban penipuan berkedok investasi kripto setelah tergabung dalam grup pembelajaran investasi melalui WhatsApp. Dalam prosesnya, pelaku yang mengaku sebagai Profesor AS dan asistennya, DH, membujuk SW berinvestasi melalui platform JYPRX. Untuk mentransfer dana, pelaku memberikan nomor rekening dari dua bank ternama, yakni BRI dan BCA.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari laporan SW dan beberapa bukti tangkapan layar yang SW berikan kepada Tempo, rekening BRI yang digunakan untuk mentransfer dananya terdaftar atas nama Nusa Jaya Benua. Sementara itu, dua rekening BCA yang juga dipakai sindikat ini tercatat atas nama Garuda Perkasa Group PT dan Saliem Timoer Group PT.
SW sendiri mengaku telah mentransfer total dana sebesar kurang lebih Rp330 juta dalam beberapa tahap. “Saya tidak mendetilkan berapa habisnya, tetapi kalau ditotal kira-kira saya sudah transfer Rp 330-an juta. Itu dari tabungan untuk hari tua saya dan suami,” kata SW kepada Tempo, Senin, 24 Maret 2025.
Pada awalnya, SW diberikan bonus dalam bentuk mata uang USDT dan berhasil melakukan penarikan kecil untuk membangun kepercayaan. Namun, ketika ia mencoba menarik seluruh dana investasinya, akunnya justru dibekukan dengan alasan investigasi. SW kemudian diminta mengembalikan bonus yang sebelumnya diberikan, bahkan ditawari untuk membeli koin baru yang dirilis oleh platform tersebut sebagai syarat pencairan dana. Upaya itu sia-sia, dan saldo SW yang sudah mencapai Rp2,4 miliar tetap tidak bisa ditarik.
Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri membongkar penipuan daring jaringan internasional dengan kedok investasi trading saham dan mata uang kripto pada platform JYPRX, SYIPC, dan LEEDSX.
Direktur Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Himawan Bayu Aji dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu, 19 Maret 2025, mengatakan kasus ini terungkap berangkat dari laporan polisi.
Brigjen Pol. Himawan menyebutkan total korban yang teridentifikasi saat ini sebanyak 90 orang dengan nilai kerugian sebesar Rp105 miliar. Modus yang digunakan oleh pelaku untuk menawarkan investasi ini adalah dengan membuat iklan di media sosial.
Jika korban mengklik iklan tersebut, akan diarahkan ke nomor WhatsApp untuk selanjutnya berhubungan dengan seseorang yang mengaku sebagai Profesor AS. "Untuk mempelajari bisnis trading saham dan mata uang kripto tersebut, korban diarahkan untuk mengikuti pelajaran tiap malam yang diberikan oleh orang yang mengaku sebagai Profesor AS, orang tersebut mengerti tentang mencari keuntungan serta trading saham dan mata uang kripto," ucapnya dikutip dari Antara, Senin, 24 Maret 2025.
Korban, kata dia, dijanjikan akan dapat keuntungan atau bonus sebesar 30-200 persen setelah bergabung. Korban yang tertarik diarahkan untuk buat akun di tiga platform tersebut. Selanjutnya, korban diarahkan oleh pelaku untuk transfer dana ke beberapa rekening bank atas nama perusahaan nominee yang dibuat pelaku.
Penyidik berhasil mengidentifikasi 67 rekening yang digunakan pelaku pada beberapa bank di Indonesia. "Untuk meyakinkan para korban, pelaku memberikan hadiah berupa jam tangan dan tablet kepada korban yang berinvestasi pada platform pelaku lebih dari target atau milestone," ucapnya.
Dipaparkan oleh Brigjen Pol. Himawan, pada bulan Januari 2025, para korban dapat pesan WhatsApp dari pusat perdagangan JYPRX Global yang berisikan pemberitahuan hukum mengenai penangguhan sementara penghapusan pengguna terdaftar di wilayah Indonesia.
Korban juga mendapatkan pesan WhatsApp kedua yang berisi surat imbauan untuk memverifikasi akun kripto yang dimiliki dan diwajibkan mentransfer pembayaran pajak serta fee kepada ketiga platform tersebut jika korban ingin menarik uangnya.
Atas kecurigaan tersebut, korban pun menarik dana dari akun kripto mereka. Akan tetapi, penarikan dana tidak dapat dilakukan. "Para korban pun menyadari telah mengalami penipuan, kemudian melaporkan kepada pihak kepolisian," ujarnya.
Merespons hal tersebut, EVP Corporate Communication & Social Responsibility PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Hera F. Haryn, mengatakan apabila benar pelaku menggunakan BCA sebagai wadah untuk menampung uang penipuan, pihaknya mendukung penuh upaya penegakan hukum terkait kasus tersebut. “BCA senantiasa mendukung upaya penegakan hukum yang dilakukan dan terbuka untuk berkoordinasi dengan aparat yang berwenang,” ujar Hera saat dihubungi, Selasa, 25 Maret 2025.
Hera juga menyampaikan seluruh operasional BCA dijalankan sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku. Di sisi lain, pihaknya mengimbau nasabah untuk lebih waspada terhadap berbagai modus penipuan yang semakin marak. “Dalam kesempatan ini, kami juga mengimbau nasabah untuk senantiasa berhati-hati terhadap berbagai macam modus penipuan. Jaga selalu kerahasiaan data perbankan anda,” kata Hera.
Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.