Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
IHSG
Koreksi IHSG Potensial Berlanjut
JAKARTA - Laju indeks harga saham gabungan (IHSG) terkoreksi pada akhir pekan lalu setelah data pertumbuhan tenaga kerja baru Amerika Serikat (non-farm payrolls) diprediksi meningkat di atas 181 ribu pekerja. Angka payrolls yang menunjukkan upaya pemulihan ekonomi negeri AS terus berjalan tersebut membangun persepsi suku bunga moneter bank sentral (Fed Rate) yang masih berpeluang dinaikkan pada akhir tahun.
Menurut Managing Partner Investa Saran Mandiri, Kiswoyo Adi Joe, hal itu membuat investor cenderung bersikap antisipatif dalam melakukan perdagangan saham. Sebagian investor yang akhirnya mengambil posisi wait and see ingin mencermati perkembangan arah kebijakan moneter lebih dulu setelah data pertumbuhan payrolls dirilis. "Setelah pernyataan terakhir Yellen (Gubernur The Fed Janet Yellen), ekspektasi kenaikan Fed Rate terus meningkat. Investor tak mau mengambil risiko," kata dia.
Apalagi, bagi Kiswoyo, investor juga masih cemas menanti keputusan suku bunga Bank Indonesia (BI Rate). Rumor penurunan BI Rate setelah laju inflasi Oktober kembali mengalami deflasi sebesar 0,08 persen menyebabkan investor tak mau terburu-buru menambah portofolio saham.
Namun, setelah payrolls dilaporkan tumbuh signifikan sebanyak 271 ribu pekerja dan tingkat pengangguran turun menjadi 5 persen pada akhir pekan lalu, sikap wait and see diprediksi bakal berubah drastis. Pasalnya, investor yang tak ingin menanggung risiko kerugian biasanya akan langsung segera mengamankan portofolionya dalam bentuk uang tunai. "Payrolls semakin baik, koreksi indeks potensial berlanjut," ia mengimbuhkan.
Pada awal pekan ini, IHSG diprediksi hanya akan berada pada rentang 4.500-4.650. Investor masih disarankan mengakumulasi saham-saham emiten yang tetap berpeluang melanjutkan pergerakan teknikalnya, seperti AISA, UNVR, dan INTP. PDAT | MEGEL JEKSON
RUPIAH
Payrolls Melonjak, Dolar Bakal Semakin Kuat
JAKARTA - Pernyataan gubernur bank sentral Amerika Serikat (The Fed), Janet Yellen, yang memberi peluang kenaikan suku bunga AS (Fed Rate), menjadi titik tolak penguatan dolar pada pekan kemarin. Daya tarik dolar yang meningkat membuat investor kembali mengakumulasi aset-aset bernilai dolar.
Pernyataan Yellen memang berhasil membalikkan persepsi soal harapan kenaikan Fed Rate yang sudah telanjur kecil. Yellen, yang mengatakan peluang kenaikan suku bunga The Fed akan sangat bergantung pada perkembangan indikator ekonomi AS, menumbuhkan kepercayaan bahwa Fed Rate sangat mungkin dinaikkan pada akhir tahun.
Analis Platon Niaga Berjangka menjelaskan, investor melihat harapan awal peningkatan Fed Rate ada pada data tenaga kerja baru AS (non-farm payrolls) yang diprediksi tumbuh melampaui 181 ribu pekerja. Angka payrolls yang dapat tumbuh dalam jumlah demikian menunjukkan makna pemulihan perekonomian Abang Sam memang terus berjalan. "Harapan kenaikan Fed Rate sangat bergantung pada payrolls," ujar dia.
Realisasi laporan payrolls yang dirilis pada akhir pekan lalu tumbuh sesuai dengan harapan. Payrolls periode Oktober yang berhasil naik signifikan menjadi 271 ribu pekerja mengindikasikan pertumbuhan pekerjaan di sana semakin ekspansif dan kian mendekati fase kesempatan kerja penuh (full employment). Tingkat pengangguran pun turun ke level 5 persen, posisi terendah dalam kurun tujuh tahun terakhir.
Akibat hal tersebut, pekan ini laju dolar masih berpeluang terus menguat. Lukman memprediksi, pada awal pekan, rupiah bakal cenderung berada dalam kisaran level 13.500-13.700 per dolar AS. Rilis cadangan devisa akhir Oktober, yang diketahui berkurang US$ 1 miliar menjadi US$ 100,7 miliar, menambah kuat tekanan terhadap rupiah. PDAT | MEGEL JEKSON
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo