Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Skema Gross Split Urung Diterapkan Tahun Depan

Kementerian masih melakukan kajian.

17 Desember 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral belum bisa memastikan skema bagi hasil bruto (gross split) untuk kontrak minyak dan gas bumi akan berlaku pada awal 2017. Kementerian masih melakukan kajian untuk menerapkan skema baru tersebut.

"Ini sedang dikaji terus untuk simulasi terbaik. Untuk menyederhanakan izin dan investasi migas," kata juru bicara Kementerian Energi, Sujatmiko, kemarin.

Dia menjelaskan, jika formula dalam skema gross split selesai dibahas, aturan tersebut tidak langsung diterbitkan sebagai kebijakan. Sebab, pemerintah harus berkonsultasi dengan Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat untuk membandingkan skema yang diusulkan dengan yang berlaku saat ini.

Masalahnya, Kementerian diburu waktu karena skema baru rencananya diterapkan dalam kontrak Blok Offshore North West Java (ONWJ) di laut utara Jawa. Kontrak ladang migas itu bakal berakhir pada 18 Januari mendatang. Saat ditanya soal ini, Sujatmiko enggan menanggapi. "Saya belum bisa berkomentar. Pemerintah masih menyusun skema," kata dia.

Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, Amien Sunaryadi, mengatakan kontrak pengelolaan Blok ONWJ tidak akan diperpanjang. Pasalnya, pemerintah bakal memberikan 100 persen Blok ONWJ ke Pertamina.

Sebelumnya, sumber Tempo di pemerintah membeberkan bahwa skema gross split yang diusulkan Kementerian Energi minim kajian dan belum disepakati antar-kementerian. "Sampai saat ini belum ada kajian akademis tentang gross split," ujarnya, kemarin. Padahal kajian akademis diperlukan dalam peraturan dan kontrak yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam nasional.

Masalah lainnya, kata sumber itu, Kementerian Keuangan belum menyatakan pendapat dan memberikan masukan tentang skema gross split. Kementerian Keuangan sangat berkepentingan dalam soal pajak dari kegiatan migas.

Wakil Menteri Energi Arcandra Tahar enggan menjelaskan ihwal belum adanya kajian akademis untuk skema tersebut.

Namun Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, I Gusti Nyoman Wiratmaja, mengatakan sistem gross split memungkinkan pembagian hasil migas secara langsung tanpa dikurangi komponen pengembalian biaya operasional (cost recovery). Skema ini sebenarnya sudah diterapkan untuk bagi hasil migas di blok non-konvensional seperti gas serpih dan gas metana batu bara.

Dia menjelaskan, skema gross split secara tidak langsung memaksa kontraktor berhemat. Sebab, kontraktor tidak memperoleh bagian apa pun selain hasil minyak yang sudah disepakati dalam kontrak.

Sebelumnya, anggota Komisi Energi DPR, Harry Purnomo, mengatakan, skema baru tersebut mirip dengan kontrak karya wilayah kerja pertambangan mineral dan batu bara. ROBBY IRFANI | ANGELINA ANJAR SAWITRI | ALI NUR YASIN


Gross Split Versus Cost Recovery

Kementerian Energi berencana menerapkan skema kontrak bagi hasil baru dengan menggunakan gross split. Cara ini dinilai lebih efisien dibanding kontrak bagi hasil dengan skema pengembalian biaya operasional (cost recovery). Dalam skema cost recovery, seluruh biaya yang dikeluarkan kontraktor pada tahap eksplorasi akan diganti dari hasil minyak. Sebaliknya, dalam skema gross split, kontraktor harus menghitung biaya yang akan dikeluarkan mulai dari tahap eksplorasi sampai produksi. Berikut ini perbedaan skema gross split dan cost recovery.

Gross Split
-Bagi hasil dilakukan secara langsung dari hasil minyak yang diproduksi tanpa dipotong cost recovery.
-Biaya ditentukan kontraktor, secara tidak langsung memaksa kontraktor berhemat.
-Kontraktor tidak memperoleh bagian apa pun selain hasil minyak sesuai dengan kontrak.
-Bagi hasil ditentukan pemerintah dengan beberapa kewajiban yang harus dipenuhi. Misalnya, jika harga minyak tinggi, poin bagi hasil menjadi besar. Sebaliknya, jika harga minyak jatuh, poin bagi hasil bisa menjadi nol persen.
-Pengawasan anggaran sepenuhnya di tangan kontraktor.

Cost Recovery
-Bagi hasil ditentukan sesuai dengan kontrak: 85 persen untuk negara dan 15 persen untuk kontraktor.
-Bagi hasil dilakukan setelah dipotong bagian minyak pemerintah (first tranche petroleum/FTP) dan biaya operasional (cost recovery). Misalnya hasil minyak kotor sebesar 100, maka dikurangi FTP sebesar 30 dan cost recovery 40. Sisanya sebesar 30 dibagi untuk negara 85 persen dan kontraktor 15 persen.
-Pengawasan penggunaan anggaran, rencana kerja, dan program dilakukan oleh negara (SKK Migas). ALI NY | ROBBY | DARI BERBAGAI SUMBER

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus