Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Perusahaan konstruksi pelat merah berupaya mencegah timbulnya beban keuangan baru dalam menggarap proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur. Sekretaris Perusahaan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk atau WIKA, Mahendra Vijaya, menyatakan saat ini perusahaan hanya menyasar lelang proyek-proyek konstruksi yang didanai anggaran negara.
“Kami siap bergabung sebagai kontraktor (proyek pemerintah), tapi belum ada penjajakan untuk melakukan investasi (secara mandiri) di IKN,” ucapnya kepada Tempo, kemarin.
Merujuk pada peta pengembangan IKN Nusantara, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sedang melelang 34 paket infrastruktur senilai Rp 23 triliun di dalam Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP), serta 25 paket senilai Rp 11,32 triliun di luar KIPP. Seluruh paket yang akan digarap pada 2022-2024 dengan kontrak tahun jamak itu merupakan infrastruktur penunjang.
Dari total kebutuhan pembiayaan IKN Nusantara yang diperkirakan hampir senilai Rp 500 triliun, sebanyak 19,2 persen akan ditanggung anggaran negara. Selebihnya diharapkan berasal dari proyek kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) ataupun investasi langsung swasta.
Menurut Mahendra, jenis proyek IKN yang dibidik masih sesuai dengan keahlian Wijaya Karya, dari pembangunan jalan, jembatan, gedung, hingga sentra angkutan seperti pelabuhan. Ia menuturkan, bagi WIKA, risiko keuangan lebih terjaga dengan bergerak sebagai kontraktor daripada sebagai penyedia proyek. “Kami menyasar konstruksi dulu.”
WIKA menargetkan perolehan nilai kontrak baru sebesar Rp 42,57 triliun sepanjang 2022. Hingga Mei lalu, Wijaya Karya sudah membukukan kontrak baru sebesar Rp 12,45 triliun dari proyek pembangunan gedung, industri penunjang konstruksi, hingga proyek properti.
Nilai kontrak baru itu meningkat 57,5 persen dibanding capaian pada periode yang sama pada 2021. Namun WIKA masih harus memperbaiki arus kas. Pendapatan bersih WIKA, berdasarkan laporan keuangan per 31 Maret 2022, sebesar Rp 3,16 triliun. Angka ini lebih rendah 19 persen dibanding realisasi kuartal I 2021 yang sebesar Rp 3,92 triliun.
Sekretaris Perusahaan PT Hutama Karya (Persero), Tjahjo Purnomo, menyebutkan Hutama Karya selalu meninjau tingkat risiko dari setiap proyek yang dikejar, termasuk proyek IKN. Kalaupun harus berinvestasi, ujar dia, dilakukan melalui pertimbangan yang matang.
“Proyek IKN didominasi skema KPBU sehingga tingkat pengembalian dan risiko bisnisnya ditanggung bersama oleh pemerintah dan BUMN,” dia menyatakan.
Peneliti BUMN dari Universitas Indonesia, Toto Pranoto, pun menilai BUMN tidak akan terbebani jika kelak terlibat dalam pengembangan IKN Nusantara, sepanjang tidak ditugasi menangani proyek-proyek berisiko. “Untuk proyek APBN, sumber pendanaan pada setiap paket masih jelas,” kata dia, kemarin.
Meski begitu, Toto mengingatkan manajemen BUMN karya agar tetap menakar kemampuan keuangan sebelum ikut serta. Sebab, pencairan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk proyek tahun berjalan bisa saja terlambat, sehingga perusahaan harus disokong kemampuan finansial yang kuat.
“BUMN karya harus waspada terhadap proyek bersifat turn-key,” ucap Toto. Pembayaran proyek turn-key dilakukan jika pekerjaan sudah selesai sepenuhnya atau selesai sebagian, tergantung perjanjian.
Dibayangi Ketidakpastian Nasib Proyek
Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance, Nailul Huda, mengatakan proyek anyar di area IKN bisa dimanfaatkan BUMN untuk memperbaiki arus kas. Namun jaminan pemerintah soal keberlangsungan proyek IKN dianggap belum meyakinkan. Pengembangan IKN Nusantara juga dinilai terburu-buru dan terlampau optimistis.
“Bila pendanaan kurang di tengah jalan, akan menimbulkan kerugian bagi BUMN karya,” ucapnya.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia, Andi Rukman, menyebutkan BUMN karya berpeluang besar menggarap proyek IKN yang bernilai di atas Rp 1 triliun. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 7 Tahun 2019, badan usaha besar dilarang mengambil proyek bernilai di bawah Rp 100 miliar.
“Porsinya sudah jelas antara BUMN dan swasta. Pasti ada beberapa jenis proyek di IKN, biasanya jalan tol, yang hanya disanggupi BUMN,” kata Andi.
YOHANES PASKALIS | ANTARA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo