Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Soal PHK Massal di Industri Tekstil, Bahlil: Tak Usah Sedih, Ada yang Pergi Ada yang Datang

Investasi Bahlil Lahadalia mengakui adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di sektor industri tekstil.

30 Juli 2024 | 17.03 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia usai konferensi pers di kantornya di Jakarta Selatan, Kamis, 31 Oktober 2019. Tempo/Fajar Pebrianto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengakui adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di sektor industri tekstil. Bahlil menyebut PHK itu disebabkan perpindahan pabrik, penutupan pabrik karena mesinnya tua dan tingginya biaya produksi.

Kendati begitu, Bahlil meminta masyarakat tidak sedih. Sebab, ada industri baru yang tumbuh karena ada investasi. Misalnya, kehadiran pabrik sepatu di Kawasan Industri Terpadu Batang, Jawa Tengah. Ia mengklaim pabrik sepatu di kawasan industri yang diresmikan Presiden Jokowi pada Jumat, 26 Juli 2024, itu menyerap lebih dari 2.000 tenaga kerja.

"Tidak usah sedih," kata Bahlil di Kementerian Investasi, Senin, 29 Juli 2024. "Ada (industri) yang pergi, ada yang datang."

Di sisi lain, Bahlil juga menyebut gulung tikarnya industri tekstil menjadi tantangan yang dihadapi saat ini. Ia pun mengatakan perlunya ada insentif dari pemerintah agar industri bisa tetap bertahan. Ia juga mengusulkan agar perbankan ikut ambil peran. Misalnya, membantu pembiayaan peremajaan mesin.

Bangkrutnya industri tekstil menjadi topik dalam beberapa bulan terakhir. Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB) Nandi Herdiaman menyatakan 60 persen industri tekstil dan produk tekstil (TPT) anggotanya yang merupakan industri kecil menengah (IKM), kini tak lagi beroperasi. Penyebabnya, kata dia, banjir impor tekstil ke dalam negeri sepanjang dua tahun terakhir.

Selanjutnya: “Pasar dalam negeri kita, baik offline maupun online, disikat semua oleh produk impor...."

“Pasar dalam negeri kita, baik offline maupun online, disikat semua oleh produk impor yang harganya tidak masuk akal,” ujar Nandi melalui keterangan tertulis, Kamis, 20 Juni 2024.

Nandi menduga barang impor itu masuk secara ilegal. Sebab, menurut dia, harga barang-barang itu dipasarkan dengan sangat murah, bahkan di bawah harga bahan bakunya. Kalau impor garmen secara resmi, kata dia, seharusnya ada Pajak Pertambahan Nilai (PPN), bea masuk, dan bea safeguard-nya. “Jadi tidak mungkin per potongnya dijual di bawah harga Rp 50 ribu,” kata dia.

Dengan harga yang sangat murah ini, ia mengatakan para pengusaha baik IKM maupun perusahaan besar tidak akan kuat menghadapi persaingan dengan produk-produk impor. Karena itu, dia mengaku tak heran banyak perusahaan kecil dan besar dari hulu sampai hilir melakukan PHK, bahkan menutup pabrik mereka.

HAN REVANDA PUTRA
(berkontribusi dalam penulisan artikel ini)

Pilihan Editor: Airlangga Mengaku Belum Tahu soal Reshuffle Kabinet: Belum Ada Undangannya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus