Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Solusi Chatib Basri hingga Agus Martowardojo untuk Hindari Resesi Ekonomi

Berbagai kalangan mulai dari Chatib Basri hingga Agus Martowardojo menawarkan solusi untuk menghindari resesi ekonomi.

5 Agustus 2020 | 07.20 WIB

Image of Tempo
Perbesar
M. Chatib Basri. ANTARA/Fanny Octavianus

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020 diperkirakan negatif. Berbagai kalangan mulai dari Chatib Basri hingga Agus Martowardojo menawarkan solusi untuk menghindari resesi ekonomi atau perekonomian tumbuh negatif selama lebih dari tiga bulan atau dua kuartal.

Belanja pemerintah dianggap bisa menjadi penyelamat ekonomi pada kuartal III 2020 sehingga mampu berada di jalur positif.

Kepala Ekonom Bank BCA David Sumual mengatakan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020 diperkirakan turun cukup dalam. Secara tahunan (year-on-year/yoy), ekonomi pada kuartal II 2020 diprediksi -5 persen.

"Penurunan yang cukup dalam ini utamanya karena perlambatan dari sisi belanja masyarakat, investasi, termasuk aktivitas perdagangan dalam dan luar negeri,” katanya kepada Bisnis, Selasa, 4 Agustus 2020.

David mengatakan, belanja pemerintah sebenarnya bisa menopang pertumbuhan ekonomi, namun belum efektif pada kuartal kedua tahun ini.

“Diharapkan belanja pemerintah pada kuartal III 2020 bisa lebih cepat lagi sehingga pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut bisa positif,” ujarnya.

Menurutnya, pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2020 berpotensi 4 persen selama belanja pemerintah efektif.

Peneliti ekonomi senior Institut Kajian Strategis Eric Alexander Sugandi mengatakan, masih ada peluang ekonomi tumbuh, dengan catatan realisasi Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) efektif.

“Konsumsi rumah tangga tetap menjadi kunci dari sisi demand, kemudian investasi. Pengeluaran pemerintah bisa membantu pertumbuhan, baik secara langsung maupun melalui multiplier effect via konsumsi rumah tangga dan investasi,” katanya.

Di samping itu, Eric mengatakan pertumbuhan yang lebih baik pada kuartal III 2020 juga terlihat dari sisi ekspor yang diprediksi membaik sejalan dengan dibukanya pintu ekonomi mitra dagang strategis Indonesia.

Di sisi lain, mantan menteri keuangan dan gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengimbau pemerintah merangkul sektor bisnis besar dan menegah. Pasalnya, sektor tersebut tidak mengalami kondisi seburuk krisis 1997-1998.

"Pebisnis tahu apa yang harus dilakukan ketika situasi ada perubahan. Jadi mereka harus dirangkul untuk menjaga sosial ekonomi Indonesia," kata Agus.

Dia juga berpesan agar masyarakat disiplin mengikuti aturan protokol kesehatan. Menurut mantan menteri keuangan tersebut, tantangan pengendalian ekonomi dan sosial akan semakin besar jika muncul second wave.

"Di kuartal ketiga apabila momentum dijaga, kita bisa terhindar dari resesi. Tidak perlu dua kuartal harus negatif."

Agus memperkirakan pertumbuhan ekonomi di kuartal III 2020 bisa mencapai 1 persen. Sekalipun jatuh, dia yakin pertumbuhannya sekitar minus 0,5 persen.

Sementara itu, ekonom Universitas Indonesia Chatib Basri mengingatkan supaya pemerintah terus mempercepat pemulihan di sisi permintaan (demand) atau konsumsi.

Dalam salah satu kajiannya, bekas menteri keuangan di era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini menguji dua pertanyaan penting dalam mendorong ekonomi yakni apakah investasi yang mendorong konsumsi atau konsumsi yang mendorong ekonomi.

"Hasil kajian itu yang saya lakukan secara kuantitatif menunjukkan, kalau konsumsilah yang akan mendorong investasi [produksi]," kata Chatib, 20 Juli 2020.

Chatib menambahkan jika konsumsi tidak bisa didorong, maka persoalan riil yang akan dihadapi pemerintah akan muncul pada 2021. OECD bahkan menyebut bahwa dua tahun dari sekarang, ekonomi masih bisa belum pulih.

Melihat persoalan utama dalam ekonomi saat ini adalah menurunnya kinerja sisi permintaan atau demand side, Chatib memandang fokus kebijakan pemerintah seharusnya mengarah ke sisi tersebut.

Kebijakan insentif dunia usaha seharusnya ditinjau ulang ketika penyerapannya masih sangat rendah. "Jadi ketika terbit PP 23/2020 tentang PEN, saya tidak terlalu yakin karena absorbsinya sangat rendah," kata Chatib.

Dia mencontohkan insentif pajak bagi pelaku usaha yang terdampak Covid-19, penggunaannya masih sepi. Hal ini wajar di saat kondisi pandemi seperti sekarang banyak perusahaan tak bayar pajak karena merugi.

Chatib menyarankan daripada insentif yang diberikan tidak efektif, lebih baik alokasi anggarannya diberikan kepada kelompok menengah ke bawah dengan memberikan bantuan sosial dan bantuan langsung tunai (BLT).

BISNIS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus