Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) per 30 November 2024 mengalami defisit sebanyak Rp 401,8 triliun. Angka itu setara dengan 76,8 persen dari defisit yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2023 tentang APBN 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sampai dengan akhir November, defisit APBN mencapai Rp 401,8 triliun,” kata Sri Mulyani dalam pemaparannya saat konferensi pers APBN KiTA Edisi Desember di kantor Kementerian Keuangan, Rabu, 11 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di dalam Pasal 7 UU APBN 2024, tercatat defisit APBN tahun ini dipatok di angka Rp 522,8 triliun. Artinya, besaran defisit APBN per November 2024 merupakan 76,8 persen dari defisit yang ada di dalam Undang-undang.
“Jadi defisit Rp 401,8 triliun masih di bawah Rp 522,8 triliun. Makanya kita sebutkan 76,8 persen dari defisit yang ada di dalam UU APBN 2024,” ujar Sri Mulyani.
Jika dihitung dari ukuran produk domestik bruto (PDB), angka defisit Rp 401,8 triliun berarti minus 1,81 persen dari PDB. Namun meski begitu, Sri Mulyani mencatat keseimbangan primer masih mengalami surplus Rp 47,1 triliun.
Pada akhir November 2024, pendapatan negara mencapai Rp 2.492,7 triliun atau 89 persen dari target tahun ini. Pendapatan negara naik 1,3 persen secara tahunan atau year-on-year (yoy).
Sri Mulyani menggarisbawahi pendapatan negara sempat mendapatkan tekanan luar biasa besar pada Juli-Agustus tahun ini. Oleh karena itu, menurutnya, kenaikan pendapatan negara sebesar 1,3 persen dapat dilihat sebagai perkembangan positif.
“Kalau kita lihat pendapatan negara terutama dari pajak dan bahkan bea cukai semenjak tahun lalu, itu tekanannya luar biasa. Sehingga untuk mendapatkan positive growth itu merupakan sesuatu yang kita sangat harapkan akan terus terjaga momentumnya,” tuturnya.
Adapun belanja negara sampai akhir November 2024 telah dibelanjakan Rp 2.894,5 triliun, mencakup 87 persen dari pagu anggaran dalam UU APBN. Kenaikannya adalah sebesar 15,3 persen.
Sedangkan realisasi belanja pemerintah pusat (BPP) per 30 November 2024 mencapai Rp 2.098,6 triliun atau 85,1 persen dari pagu dan naik 18,3 persen yoy. BPP terdiri dari belanja kementerian/lembaga (K/L) dan belanja non-KL.
Belanja K/L per bulan lalu tercatat sebesar Rp 1.049,7 triliun atau 96,2 persen dari pagu, mengalami kenaikan 17,9 persen yoy. Sedangkan belanja non-KL mencapai Rp 1.048,9 triliun atau 76,2 persen dari pagu, naik 18,6 persen yoy.
Sementara realisasi transfer ke daerah (TKD) per akhir November adalah sebesar Rp 795,8 triliun atau tersalurkan 92,8 persen dari pagu APBN. Jumlah itu naik 8,1 persen yoy.
Penerimaan negara dari perpajakan tercatat sebesar Rp1.946,7 triliun atau setara 84,3 persen terhadap APBN, dan tumbuh 1,3 persen yoy. Penerimaan pajak mencapai 84,92 persen dari target atau sebesar Rp 1.688,93 triliun, naik 1,1 persen yoy.
Sri Mulyani juga menjelaskan penerimaan dari kepabeanan dan cukai tembus Rp 257,7 triliun atau 80,3 persen terhadap APBN, naik 5,2 persen yoy. Sementara itu, pendapatan negara bukan pajak (PNBP) jumlahnya mencapai Rp 522,4 triliun atau setara 106,2 persen terhadap APBN, naik 4 persen yoy.
Adapun pembiayaan anggaran tercatat Rp 428,8 triliun atau 8,2 persen dari target. Angka itu naik 50,9 persen yoy.