Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati masih mengkaji klasterisasi perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Kemenkeu menyusun pengkajian dalam empat kuadran berdasarkan performa keuangan sebagai garis horizontal dan mandat pemerintah sebagai garis vertikal. "Kami membuat empat kuadran. Untuk vertikal, adalah mereka (BUMN) yang mendapatkan mandat pemerintah. Makin tinggi, berarti makin tinggi sebagai peranan mandat pemerintah," kata dia saat rapat bersama Komisi XI DPR RI di Senayan pada Senin, 1 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penyusunan klasterisasi BUMN ini menurut Sri Mulyani tak menitikberatkan pada profitabilitas sebagai unsur terpenting. "Tapi yang penting adalah tata kelola, kompetensi dan integritasnya," beber Sri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia mengatakan, jika BUMN memiliki mandat pembangunan tinggi namun value creation-nya rendah, maka pemerintah bisa memberikan dukungan dalam bentuk subsidi, penjaminan pinjaman, ataupun Penyertaan Modal Negara (PMN). Sedangkan jika perusahaan BUMN bisa memiliki value creation, tapi mandat pemerintah relatif rendah, maka perusahaan tersebut bisa berkompetisi dan bertindak seperti perusahaan swasta lain.
Bendahara negara menjelaskan satu per satu kuadran sebagai klasterisasi perusahaan BUMN. Klasterisasi teratas adalah kuadran 2, yang mempunyai strategic value dan welfare creation yang tinggi. Performa keuangan dan mandat pemerintahnya tinggi. "Ini adalah BUMN yang tetap punya profitabilitas, tapi memiliki nilai dari sisi kemampuan untuk menjadi agen pembangunan," katanya.
Perusahaan yang masuk dalam kuadran 2 ini, kata Sri Mulyani diharapkan masih dimiliki pemerintah. Namun, bisa juga dilakukan privatisasi untuk berkompetisi secara sehat dengan perusahaan swasta. "Berbagai langkah dari kementerian BUMN untuk melakukan holdingisasi, penggabungan, peleburan agar memunculkan strategic value namun tetap memiliki misi pembangunan, kami juga dukung."
Klaster kedua adalah kuadran 1 dengan mandat pemerintah tinggi, namun performa keuangannya rendah. Perusahaan dalam kuadran ini dimiliki mayoritas oleh pemerintah, bisa restrukturisasi, dan dapat melakukan holdingisasi, penggabungan atau peleburan.
Kemudian, ada kuadran 4 yang mandat pemerintahnya rendah, namun performa keuangan tinggi. Sri Mulyani menjelaskan, perusahaan BUMN yang mampu berkompetisi secara sehat berupa surplus dari sisi value creation, dalam hal ini tidak harus dimiliki mayoritas oleh pemerintah. "Dalam hal ini, langkah-langkah privatisasi holdingisasi, penggabungan, dan atau pelebaran juga dilakukan dalam rangka memposisikan mereka agar mampu menarik investor dan berinvestasi, serta berkompetisi secara sehat," kata dia.
Terakhir, perusahaan di dalam kuadran 3 yang punya nilai rendah dari sisi mandat pemerintah maupun performa keuangan. Secara teoritis, kata Sri Mulyani seharusnya pemerintah tidak masuk dalam perusahaan ini dan tidak menjadi prioritas pemerintah untuk dipertahankan. "Dalam hal ini, tidak harus dimiliki pemerintah, atau bahkan seharusnya bisa ditutup dan dilikuidasi."
Wakil Ketua Komisi XI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Dolfie Othniel Frederic Palit sempat menanyakan perusahaan mana saja yang masuk dalam keempat kuadran tersebut. Namun, Sri Mulyani menyatakan belum mengkategorikan perusahaan BUMN ke dalam empat kuadran tersebut.
"Tapi kami akan menggunakan tools ini dalam berkomunikasi dengan Kementerian BUMN untuk terus menunjukkan dan meningkatkan konsistensi di dalam pengelolaan BUMN di Indonesia. (Ada) 76 BUMN. Sebagian karena sudah terjadi holdingisasi," kata Sri Mulyani.
"Sebaiknya memang harus sudah ada daftarnya, bu. Kalau dibuat klaster, tapi tidak ada BUMN yang masuk dalam kuadran 1, 2,3, 4, untuk apa dibuat klaster?" kata Dolfie menanggapi Sri Mulyani.
Kuadran ini juga jadi pegangan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) dalam memutuskan apakah perlu atau tidaknya PMN. Kemudian, bagaimana pemberian PMN tersebut apakah tunai, nontunai. Selain itu, klasterisasi melalui empat kuadran tersebut juga dibutuhkan dalam mengevaluasi hingga memberikan catatan terhadap rencana holdingisasi. "Tapi, kami nanti akan sampaikan. Saya rasa secara indikatif sudah ada, tapi kami belum menyampaikan sebagai sesuatu yang eksplisit."