Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Melalui kolaborasi dengan Kementerian Kesehatan, Starlink bakal memfasilitasi layanan Internet di pusat kesehatan masyarakat atau puskesmas di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar atau 3T.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pengguna Internet di daerah perdesaan hanya mencapai 55,92 persen.
ANAK usaha SpaceX milik Elon Musk, Starlink, resmi diluncurkan pada Ahad, 19 Mei 2024. Melalui kolaborasi dengan Kementerian Kesehatan, Starlink bakal memfasilitasi layanan Internet di pusat kesehatan masyarakat atau puskesmas di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar atau 3T.
Selama ini, daerah 3T relatif minim terjangkau Internet. Berdasarkan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) yang dirilis pada Januari 2024, jumlah pengguna Internet Indonesia terus meningkat, tapi masih terpusat di perkotaan.
APJII mencatat jumlah pengguna Internet di Indonesia pada 2024 mencapai 221,5 juta jiwa. Dengan total populasi 278,6 juta jiwa pada 2023, tingkat penetrasi Internet di Indonesia menyentuh angka 79,5 persen atau naik 1,4 persen dibanding pada tahun lalu. Namun 69,5 persennya masih terpusat di daerah urban dengan kontribusi terbesar di Pulau Jawa, yaitu 57,82 persen.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada 2023, pengguna Internet di daerah perdesaan hanya mencapai 55,92 persen. Artinya, 44,08 persen dari populasi perdesaan masih belum menggunakan layanan Internet. Ketidakseimbangan ini menunjukkan adanya kesenjangan infrastruktur yang signifikan. Dengan demikian, perlu diatasi untuk mencapai inklusi digital yang universal di Indonesia.
Dibanding negara tetangga, Indonesia juga tertinggal. Akses Internet di Brunei Darussalam, misalnya, tercatat mencapai 99 persen, disusul Malaysia 97,4 persen, Singapura 96 persen, dan Thailand 88 persen.
Selain soal akses, kecepatan Internet di Indonesia masih rendah. Indonesia berada di peringkat ke-9 dari 11 negara di ASEAN dalam soal kecepatan Internet. Berdasarkan data per Desember 2023, kecepatan Internet mobile Indonesia hanya 24,96 megabit per detik (Mbps). Sedangkan untuk jaringan fix broadband 27,87 Mbps. Jauh dibanding Filipina yang 55 Mbps ataupun Singapura dengan 208 Mbps.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Padahal pemerintah sudah melakukan belanja besar untuk proyek infrastruktur Internet nasional. Misalnya, program pembangunan infrastruktur untuk penyediaan Internet yang dilaksanakan oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika. Alih-alih mempercepat pemerataan akses Internet dengan pengadaan base transceiver station (BTS) 4G, proyek ini malah tersandung kasus korupsi dengan perkiraan kerugian negara mencapai Rp 8,03 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Untuk mengupayakan pemerataan akses Internet di wilayah 3T, pemerintah memiliki proyek Palapa Ring. Palapa Ring merupakan proyek strategis nasional membangun jaringan tulang punggung serat optik nasional di wilayah non-komersial/3T untuk mewujudkan infrastruktur telekomunikasi terintegrasi. Proyek ini dibuat untuk memeratakan akses dan harga layanan Internet cepat di semua kota/kabupaten di Indonesia.
Palapa Ring terbagi menjadi tiga paket, yaitu paket barat, tengah, dan timur dengan panjang kabel 36 ribu kilometer. Namun, menurut Laporan Kinerja Kementerian Komunikasi dan Informatika Tahun 2023, pemanfaatan Palapa Ring kurang optimal.
Pemanfaatan Palapa Ring juga menghadapi tantangan. Di antaranya jaringan tulang punggung yang terkoneksi di titik network operation center (NOC) Palapa Ring belum terhubung ke backhaul ataupun last mile ke arah pelanggan. Akibatnya, pelanggan harus menjemput atau membuat sambungan di titik NOC Palapa Ring. Hal ini cukup menyulitkan, terutama jika titik lokasi pelanggan cukup jauh dari lokasi NOC Palapa Ring.
Selain itu, terdapat kesulitan mendapatkan interkoneksi, terutama di Paket Palapa Ring Tengah dan Palapa Ring Timur. Wilayah operasi Palapa Ring juga cukup menantang, baik dari sisi geografis maupun keamanan, khususnya di wilayah Palapa Ring Timur.
Untuk wilayah dengan kendala geografis dan sumber daya, pemerintah menggunakan teknologi Satelit Satria-1 yang dinilai efektif mempercepat konektivitas digital di seluruh Indonesia. Namun, Satelit Satria-1 belum cukup. Karena itu, saat ini rencana pengembangan Satelit Satria-2 sedang digodok pemerintah.
Pemerintah berharap kehadiran layanan Internet berbasis satelit milik Starlink dapat menjangkau area yang selama ini tak tersentuh penyedia Internet lokal. "Layanan satellite broadband dapat menjadi alternatif untuk mengatasi kendala geografis," ujar Direktur Jenderal Penyelenggara Pos dan Informatika Kementerian Kominfo Wayan Toni Supriyanto kepada Tempo, kemarin, 20 Mei 2024.
Starlink membangun jaringan konektivitas Internet di seluruh dunia lewat satelit ribuan unit yang membentang di lapisan rendah orbit bumi. Menurut Wayan, kehadiran Starlink memungkinkan akses Internet ke wilayah-wilayah yang tidak terjangkau oleh jaringan broadband seluler dan jaringan melalui saluran tetap atau kabel (fixed).
Ia menuturkan teknologi satelit Low Earth Orbit (LEO) yang digunakan Starlink, yang beroperasi pada ketinggian yang lebih dekat dengan permukaan bumi, akan menawarkan koneksi Internet dengan keandalan tinggi. Wayan menilai Starlink dapat menyediakan layanan Internet dengan kecepatan transmisi data yang signifikan serta latensi yang sangat rendah. Dengan demikian, bisa menjadi alternatif untuk mengisi kesenjangan dalam cakupan broadband.
"Penetrasi layanan Internet selalu tumbuh dari waktu ke waktu, tapi masih terdapat disparitas akses yang cukup besar, khususnya di wilayah terpencil," ujar Wayan.
Akses Internet Bakti di Desa Bowombaru Utara, Melonguane Timur, Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara, 28 Desember 2023. ANTARA/Yulius Satria Wijaya
Ketua Umum APJII Muhammad Arif mengatakan infrastruktur Internet di Tanah Air memang belum merata. Bahkan perusahaan penyedia jasa Internet (ISP) hanya tersebar di 18 wilayah. Tapi, menurut dia, hampir semua kota, kabupaten, dan kecamatan mungkin sudah terkoneksi dengan Internet melalui layanan seluler ataupun fiberoptik.
Dengan demikian, wilayah yang belum memiliki akses Internet hanya daerah 3T. Ia berujar, kondisi geografis membuat sulitnya membangun tower telekomunikasi. Palapa Ring pun, tutur Arief, hanya berfungsi untuk melengkapi jaringan yang belum ada. Artinya, tidak memberikan layanan fungsional dari awal sampai akhir (end-to-end). Sementara itu, Satria-1 baru digunakan untuk fasilitas umum dari pemerintah.
Karena itu, ia menilai layanan Internet berbasis satelit seperti Starlink dapat menjadi solusi untuk pemerataan akses di daerah 3T. Tapi, Arif menegaskan, layanan berbasis satelit juga dimiliki oleh ISP lokal, meskipun bukan menggunakan teknologi satelit LEO seperti milik Starlink.
Menurut Arif, kapasitas Internet satelit lokal juga besar. Dia menuturkan provider Very Small Aperture Terminal (VSAT) Broadband lokal juga sudah menggunakan sistem high throughput satellite (HTS). Dengan demikian, bukan hanya Starlink yang bisa menyediakan layanan VSAT Broadband di Indonesia.
"Jadi pemerintah sebetulnya bisa memberdayakan ISP-ISP lokal. Jika memang tidak bisa di-cover, baru mungkin ditawarkan kepada Starlink atau penyedia provider lainnya," ucap Arif kepada Tempo, Senin lalu.
Sayangnya, ujar Arif, pemerintah tidak memberikan tawaran itu kepada ISP lokal lebih dulu sebelum memutuskan bekerja sama dengan Starlink. Padahal, untuk memberikan akses Internet di puskesmas, menurut dia, bisa dilakukan oleh ISP lokal karena kapasitas yang diperlukan tidak terlalu besar. Atau oleh Satelit Satria-1 yang memang ditujukan untuk fasilitas umum, seperti puskesmas.
Pekerja mengecek proyek base transceiver station (BTS) 4G Bakti yang selesai dibangun di Desa Bowombaru Utara, Melonguane Timur, Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara, 28 Desember 2023. ANTARA/Yulius Satria Wijaya
Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda juga menilai Starlink dapat mengisi celah ketimpangan akses Internet di Indonesia. Ada 20-30 persen desa yang akses sinyal Internet-nya masih buruk.
Nailul menilai kemudahan teknologi pemasangan dan jangkauan yang lebih luas milik Starlink dapat dimanfaatkan pemerintah untuk memberikan sinyal Internet kuat bagi layanan pemerintahan di daerah 3T, seperti Papua dan Maluku. Apalagi pembiayaan pembangunan tower cukup mahal dan tidak menguntungkan secara ekonomi. Dengan demikian, banyak provider yang tidak tertarik membangun tower dan BTS di daerah 3T. Ditambah ada potensi anggaran megaproyek itu dikorupsi.
Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menilai seharusnya pemerintah mengutamakan dan mengoptimalkan proyek satelit yang sudah dimiliki lokal. Dibanding menggunakan satelit dari luar negeri, ujar Heru, seharusnya satelit lokal diprioritaskan untuk layanan-layanan yang sifatnya krusial bagi Indonesia. Misalnya, layanan pemberitaan, kesehatan, serta dukungan terhadap TNI dan Polri.
Heru tak menampik Satria-1 memiliki keterbatasan, khususnya soal kapasitas. Tapi, menurut dia, kapasitas bukan aspek prioritas untuk menjalankan fungsinya dalam pemerataan akses Internet di daerah 3T. Sebab, apabila kapasitasnya kurang, bisa dilengkapi oleh penyedia layanan Internet yang lain.
"Jadi jangan dibalik, yang diutamakan justru satelit asing, sementara sisanya baru didukung oleh satelit yang dimiliki pemerintah sendiri," ujar Heru.
Baca Juga Infografik:
Dengan mengandalkan satelit milik asing, Heru menekankan pemerintah menjadi tak bisa ikut campur dalam menentukan tarif Internet. Walhasil, akses Internet yang terjangkau tak bisa dipastikan secara langsung. Karena itu, pemerintah perlu mengawasi kompetisi bisnis layanan Internet yang berjalan agar tetap sehat.
Heru pun berharap pemerintah tak beranggapan kehadiran Starlink dapat menjadi segala solusi untuk masalah pemerataan penetrasi dan kecepatan Internet di Tanah Air. Sebab, menurut dia, tetap dibutuhkan operator penyedia layanan Internet lainnya untuk memajukan Internet nasional.
Senada dengan Heru, pakar keamanan siber dan forensik digital Vaksincom, Alfons Tanujaya, menilai pemerintah harus mengawasi kompetisi bisnis ini. Pasalnya, Starlink berpotensi menggantikan tower telekomunikasi dan secara tidak langsung akan memberikan efisiensi koneksi ponsel. Tapi dari sisi lain juga akan memberikan ancaman bagi industri telekomunikasi itu sendiri.
Alfons menjelaskan, Starlink merupakan terobosan teknologi dan hal ini akan mematikan teknologi lama, seperti satelit yang posisinya lebih tinggi tapi kecepatan lebih rendah dan biaya lebih tinggi. Ditambah biaya membangun satu tower telekomunikasi sangat mahal dan nyatanya proyek pemerataan akses Internet pemerintah tidak berjalan baik karena dikorupsi.
Pengamat informatika dari Institut Teknologi Bandung, Agung Harsoyo, menyarankan pemerintah mengoptimalkan infrastruktur Internet yang sudah dimiliki. Termasuk Palapa Ring dan Satelit Satria-1 untuk menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Dengan demikian, apabila ada yang membutuhkan Starlink, ucap Agung, tetap tidak menjadi hal utama.
Adapun saat peluncuran Starlink, Elon Musk berharap layanan Internet tersebut bermanfaat untuk konektivitas Internet di pulau-pulau terpencil. “Saya rasa acara ini benar-benar menekankan pentingnya konektivitas Internet, betapa hal tersebut dapat menjadi penyelamat,” katanya seperti dikutip Antara.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo