Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menyatakan kegiatan tambang pasir laut yang dilakukan oleh pemerintah memicu penurunan produksi perikanan tangkap. Dia mengatakan, seharusnya hasil sedimentasi yang dikelola oleh pemerintah bisa meningkatkan produksi perikanan di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jadi kalau tadi diikutkan bahwa oke kita olah sedimentasinya sehingga ini justru positif bagi perikanan, namun justru itu terjadi sebaliknya," ujar Bhima dalam konferensi pers kebijakan ekstraksi dan ekspor pasir laut Indonesia di Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), Jakarta, pada Jumat, 1 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, apabila pemerintah terus memperbesar eksploitasi serta ekspor pasir laut, hal itu akan berdampak pada produksi perikanan. Selain itu, Bhima mengatakan, kondisi perekonomian Indonesia juga terdampak dalam hal produk domestik bruto hingga keuntungan dari dunia usaha.
"Jadi semakin besar eksploitasi dan ekspor dari pasir laut, maka produksi perikanan tangkapnya cenderung mengalami penurunan," ucap dia.
Berdasarkan data yang dipaparkan Celios, Bhima menjelaskan, pembukaan keran ekspor pasir laut membawa dampak negatif bagi perekonomian Indonesia. Dia berujar, Produk Domestik Bruto (PDB) mengalami penurunan sebesar Rp 1,22 triliun akibat kebijakan itu.
Sementara itu, lanjut dia, pendapatan masyarakat yang berada di wilayah pesisir laut turut mengalami penurunan. Bhima menyebut sebesar Rp 1,21 triliun pendapatan masyarakat pesisir terdampak akibat kebijakan ekspor pasir laut.
"Meskipun ada panjat besi, tidak bisa mengkompensasi dari total kebijakan output secara perekonomian jauh, ya itu tidak akan sebanding dengan hukum yang kemudian didapatkan," ucap Bhima.
Bhima menganggap pemerintah tidak transparan dalam melakukan suatu kebijakan kepada masyarakat. Menurutnya, pemerintah tidak memberitahu perusahaan apa saja yang diuntungkan jika memang kegiatan tambang pasir laut menjadi sumber devisa baru bagi negara.
"Jadi kalau seolah pasir laut ini adalah sumber devisa baru, kita bilang kita ekspor, dan akan ada keuntungan bagi pelaku usaha, pelaku usaha yang mana?" tutur Bhima.
Dia mengatakan, kegiatan yang saat ini disebut dengan pembersihan sedimentasi di laut mengakibatkan kondisi pengusaha perikanan mengalami surplus. Hal itu, kata dia, sektor bisnis perikanan hingga pariwisata di area pesisir laut mengalami penurunan sebesar Rp 850 miliar per tahun akibat kebijakan itu.
"Itu sebenarnya kalau di agregasi, hasilnya adalah terjadi penurunan surplus dunia usaha ini. Ini membuktikan bahwa kebijakan ini (pembersihan sedimentasi di laut) tidak memenuhi secara ekonomi," ujarnya.