Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Jones Lang LaSalle (JLL) Indonesia, sebuah perusahaan konsultan yang bergerak di bidang properti merilis hasil studinya mengenai tingkat hunian gedung perkantoran di kawasan Jakarta. Kepala Penelitian JLL Indonesia James Taylor mengatakan dalam hasil riset menemukan bahwa pada kuartal kedua 2018 terjadi penurunan tingkat okupansi gedung perkantoran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tingkat okupansi memang masih terus menurun seiring dengan banyaknya jumlah pasokan baru yang terus berdatangan,” kata James dalam presentasinya di Kantor JJL, Gedung Bursa Efek, Sudirman, Jakarta Selatan, Rabu, 18 Juli 2018.
James mencontohkan salah satu hunian yang turun terjadi pada hunian gedung perkantorang yang ada di kawan pusat Jakarta atau Central Business District (CBD). Di kawasan ini tingkat hunian tercatat turun tipis menjadi 77 persen dibandingkan pada kuartal pertama 2018 yang mencapai 78 persen.
James melanjutkan, meski tingkat hunian cenderung turun, tingkat permintaan untuk ruang perkantoran masih menunjukan tren yang positif. Menurut catatan JLL, sejumlah sektor yang menyumbang tingkat permintaan tersebut adalah teknologi, co working space, dan professional services.
“Perusahaan teknologi seperti financial technology, online market place dan co working space terlihat sangat aktif untuk mengisi gedung-gedung,” kata dia.
Penurunan yang cenderung tipis tersebut juga karena para pemilik gedung masih dianggap luwes dalam hal harga sewa. Sehingga hal ini mendorong harga sewa menjadi cenderung kompetitif bagi perusahaan.
Selain itu, James menyatakan pada kuartal kedua 2018 upgrade (peningkatan tipe) gedung masih menjadi tema besar dibandingkan membangun gedung baru. Berdasarkan studi JLL, hampir setengah dari para pemilik gedung meningkatkan tipe gedung mereka dari B menjadi A. Salah satu contoh untuk kasus ini adalah Gedung SCBD Revenue Tower (7000 meter persegi) , Sudirman Sinarmas MSIG (4000 meter persegi) dan Kuningan Gama Tower (1400 meter persegi).
Sedangkan tambahan gedung baru di kawasan CBD hanya ada dua dengan tipe premium yang selesai dibangun pada triwulan kedua yaitu Menara Astra dan WTC III yang berada di Jalan Sudirman. Masing-masing gedung berkontribusi pada tambahan pasokan kantor di kawasan CBD sebesar 72 ribu meter persegi dan 69 ribu meter persegi.
Diprediksi pada 2018 ini, penambahan gedung baru di kawasan CBD mencapai 540 ribu meter persegi. Sedangkan secara year to date, pertambahan gedung hingga hari ini baru mencapai 330 ribu meter persegi.
Sebaliknya, James menuturkan untuk tingkat serapan gedung di kawasan non CBD jutru mengalami peningkatan menjadi 18 ribu meter persegi dari sebelumnya 12 ribu meter persegi. Jumlah ini disumbang lewat pembangunan satu gedung baru di Jakarta Utara seluas kurang lebih 32 ribu meter persegi. “Pembangunan ini menyebabkan tingkat hunian rata-rata tetap berada di 76 persen," tutur James.
James berujar jika dirinci, tingkat hunian masing-masing gedung berbeda dari tiap tipe. Untuk premium sebesar 72 persen, gedung tipe A sebesar 66 persen, dan gedung tipe B sebesar 86 persen dan paling tinggi ada untuk gedung tipe C sebesar 92 persen. Sementara itu, selama triwulan kedua ruang perkantoran telah terserap 77.000 meter persegi untuk seluruh grade atau meningkat hampir 50 persen periode yang sama sebelumnya.