Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyebutkan subsidi listrik pada rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN 2025) disepakati sebesar Rp 90,22 triliun. Angka ini naik dari target 2024 sebesar Rp 73,24 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bahlil menjelaskan, nilai subsidi listrik ini sudah termasuk sisa kurang bayar tahun 2023 sebesar Rp 2,02 triliun. Kenaikan anggaran subsidi listrik tersebut didorong oleh perkiraan kenaikan jumlah penerima subsidi listrik dari 40,89 juta pelanggan di 2024 menjadi 42,08 juta pelanggan di 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jadi naiknya kurang lebih sekitar 1 juta juta lebih pelanggan. Itu berdampak pada kenaikan," kata Bahlil, Selasa, 27 Agustus 2024, seperti dikutip dari Antara.
Bahlil sebelumnya menyatakan volume bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yakni minyak tanah dan solar disepakati turun menjadi 19,41 juta kiloliter pada RAPBN 2025. "Volume BBM bersubsidi, yaitu minyak tanah dan solar disepakati 19,41 juta kiloliter, turun dibandingkan target 2024 sebesar 19,58 juta kiloliter."
Adapun penurunan volume BBM bersubsidi ini dorong oleh rencana efisiensi penyaluran bahan bakar bersubsidi pada tahun depan agar lebih tepat sasaran.
Untuk subsidi solar, menurut Bahlil, telah disepakati Rp 1.000 per liter atau sama dengan tahun sebelumnya atau tidak ada perubahan. Sementara itu, volume LPG bersubsidi untuk tahun anggaran 2025 disepakati 8,17 juta metrik ton atau naik dari target 2024 yang sebesar 8,07 juta metrik ton.
Kementerian ESDM mengajukan subsidi listrik sebesar Rp 83,02 triliun–Rp 88,36 triliun untuk RAPBN 2025. Angka ini lebih tinggi hingga Rp 15,12 triliun dari APBN 2024 yang sebesar Rp 73,24 triliun.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman Hutajulu menyatakan kebutuhan subsidi listrik pada RAPBN 2025 sebesar Rp 83,02–Rp 88,36 triliun. Hal ini disampaikannya pada Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR awal Juni 2024 lalu.
Ia menjelaskan, angka itu didapat dengan asumsi kurs rupiah sebesar Rp 15.300–Rp 16.000 per dolar AS, asumsi harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) sebesar US$ 75–85 per barel, serta inflasi sebesar 1,5–3,5 persen.
"Ini sesuai dengan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2025 yang kami peroleh pada tanggal 6 Mei 2024," kata Jisman, 3 Juni 2024.
Yang menjadi target pelanggan subsidi listrik yakni sebesar 41,08 juta, dengan penerima subsidi terbesar berasal dari kalangan rumah tangga yang menggunakan daya sebesar 450 VA, yakni sebesar 45,46–45,99 persen dengan perkiraan anggaran Rp 38,18 triliun–Rp 40,16 triliun.
Berikutnya adalah penerima subsidi berupa rumah tangga dengan daya sebesar 900 VA dengan anggaran subsidi sebesar Rp 15,75–16,68 triliun, bisnis kecil sebesar Rp 9,39 triliun – 10,18 triliun, industri kecil Rp 5,93–6,51 triliun, pemerintah Rp 0,36–Rp 0,39 triliun dan sosial Rp 12,16 triliun–Rp 13,08 triliun; dan lainnya sebesar Rp 1,24 triliun – Rp 1,34 triliun.
Jisman menyatakan kebijakan subsidi listrik tersebut tetap harus diberikan kepada golongan yang berhak. Untuk subsidi listrik rumah tangga, agar diberikan ke rumah tangga miskin dan rentan.