SETELAH bersidang lebih sebulan, konperensi PBB tentang
Perdagangan dan Pembangunan (Unctad) V di Manila dianggap
gagal. Itu disebabkan tak berhasilnya dicapai kompromi dalam
segala masalah terpenting dan paling mendasar buat Unctad. Tapi
adakah tarik urat yang lama itu bisa dianggap gagal total? Alex
Alatas, 46 tahun, Sekretaris Wapres Adam Malik yang mengetuai
Kelompok Komoditi di Manila, tak beranggapan demikian.
Apa saja kesan-kesan Alex Alatas tentang konperensi yang macet
itu telah dikemukakannya kepada Fikri Jufri dari TEMPO, pekan
lalu. Beberapa petikan:
Ada yang beranggapan Unctad V itu macet, karena agenda yang
disodorkan Kelompok 77 itu terlalu ambisius?
Saya tidak setuju pendapat begitu. Memang ada berbagai alasan
yang saya kira telah membuat atau mendorong konperensi itu ke
arah kegagalan. Tapi bukan karena tujuan konperensi itu yang
salah atau terlalu ambisius. Sebab sejak semula Unctad V ini
ingin mencakup masalah yang luas, yang bertalian dengan masalah
Utara-Selatan. Dan kita ingin meletakkan kerangka-kerangka dasar
yang konsepsional maupun institusional yang akan memungkinkan
proses negosiasi di tahun-tahun mendatang. Jadi berdasarkan
suatu perobahan strukturil di berbagai bidang dan bukan
tambal-sulam.
Apakah prinsip perubahan struktur itu yang membuat konperensi
jadi macet? Dan apa bedanya dengan Unctad IV di Nairobi?
Begini. Di Nairobi kita mendesakkan adanya suatu keputusan,
misalnya soal Program Komoditi Terpadu dan Dana Bersama. Tapi
Unctad di Manila memang berbeda tekanannya. Di sini yang kita
perjoangkan adalah diterimanya kerangka-kerangka dasar tadi.
Ternyata disebabkan berbagai faktor, banyak usul-usul ke arah
perubahan struktur itu pagi-pagi sudah dihambat oleh
negara-negara kaya.
Alasan apa yang membuat negeri-negeri kaya itu menolaknya?
Pertama, terletak pada sikap dasar atau persepsi yang memang
saling bertentangan mengenai: Apa sebenarnya yang salah dengan
sistim di dunia ini. Dan apa yang harus dilakukan? Pihak Barat
mengakui ada sesuatu yang salah, tapi sistimnya, menurut mereka
tak perlu dirombak, dan cukup kalau diperbaiki saja. Mereka
bahkan setuju kalau di sana-sini perlu ada perbaikan yang agak
mendalam. Tapi dasar-dasar dari suatu perombakan struktur yang
menyeluruh, seperti dikehendaki Kelompok 77, mereka tolak.
Mereka beranggapan, kalau saja negara industi itu maju, maka
dengan sendirinya negeri berkembang akan turut merasakannya:
bantuan pun akan bisa lebih besar, pengalihan tehnologi lebih
cepat, dan sebagainya. Tapi menurut Kelompok 77 bukan itu
soalnya. Soalnya, negeri-negeri kaya itu tak mau melihat adanya
persamaan kepentingan bahwa kita itu tumbuh secara sejajar dan
samarata. Kalau sekarang mereka di atas, adalah kepentingan
negara maju juga untuk menarik negeri berkembang ke atas, hingga
kami bisa menJadi partner yang sejajar, menuju pada
interdependensi yang riil. Dan bukan dependensi (ketergantungan)
yang baru.
Apakah sikap negeri kaya yang kaku itu disebabkan karena
organisasi negara pengekspor minyak (OPEC) sudah tak sekompak
dulu?
Sikap negeri Barat yang seperti itu sebagian disebabkan keadaan
dalam negerinya yang masih sulit, tapi sebagian lagi memang
karena leverage (penunjang) Kelompok 77 tidak kuat lagi. Waktu
OPEC bergerak di tahun 1973, langsung di tahun 1974 ada sidang
istimewa, begitu juga tahun berikutnya, yang melahirkan gagasan
Tata Ekonomi Internasional Baru. Tapi sekarang mereka agaknya
beranggapan, keadaan bisa dikuasai.
Tapi beberapa pengamat berpendat Kelompok 77 itu masih belum
kompak, sehingga mudah dipermainkan.
Saya beranggapan kita cukup kompak. Hanya terus terang salah
satu kekurangan kita adalah, kurang siap ketika diminta terjun
ke medan perundingan. Sehingga perundingan yang sungguh-sungguh
dengan pihak Barat praktis baru dilakukan setelah dua minggu
konperensi.
Bagaimana mengatasinya?
Sudah waktunya Kelompok 77 memiliki suatu sekretariat tetap yang
kecil tapi kompak. Sayang rekan-rekan dari Afrika dan Amerika
Latin, yang sudah punya organisasi masing-masing, masih
beranggapan itu belum perlu. Tapi kelompok Asia, sudah beberapa
kali mendesaknya. Dan Indonesia merupakan penganjur yang gigih
untuk itu.
Bagaimana sebenarnya kelompok negara kaya menilai Unctad?
Ada kesan seolah-olah negara kaya iu bertekad untuk mengurangi
peranan Unctad. Di mana-mana jika mereka menghadapi usul-usul
kita, selalu diusahakan untuk disalurkan ke badan-badan lain.
Sedikit saja bicara soal moneter mereka menunjuk ke IMF, soal
perdagangan GATT-lah alamatnya. Dan bicara soal bantuan, mereka
menunjuk pada Bank Dunia. Soalnya dalam Unctad itu ada kekuatan
yang kompak: baik fisik maupun strukturil, sedang struktur
votingnya adalah satu orang satu suara. Sedang dalam IMF, Bank
Dunia dan Unido misalnya, merekalah yang menguasai. Tak salah
lagi Unctad iu sudah berada di jalan yang benar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini