Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Surat Sakti Kewenangan Direksi

Penunjukan Kuntoro Mangkusubroto sebagai Komisaris Utama PLN membuat Menteri BUMN Rini Soemarno tidak nyaman. Pembelian listrik swasta tak perlu persetujuan komisaris.

16 November 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI tengah perjalanan menuju Lampung, Presiden Joko Widodo sempat menerima Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said. Dalam pertemuan pada Jumat dua pekan lalu itu, Sudirman membawa pesan dari Kuntoro Mangkusubroto. Isi pesannya, bekas Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) tersebut khawatir terhadap tata kelola di tubuh PT Perusahaan Listrik Negara.

"Pak Kuntoro perlu menyampaikan pesan ini karena amanah yang harus diemban dari Presiden adalah membenahi PLN," kata Sudirman kepada Tempo, Kamis pekan lalu. Kuntoro menilai ada upaya untuk mengurangi kewenangan komisaris tak lama setelah ia ditunjuk Jokowi menjadi Komisaris Utama PLN pada pertengahan Oktober lalu.

Seorang pejabat yang mengetahui pertemuan itu menambahkan, Sudirman sempat mengatakan kepada Presiden bahwa manuver memangkas kewenangan komisaris di perusahaan setrum milik negara itu sebagai taktik untuk memperbesar kekuasaan direksi. Salah satu otoritas komisaris yang dipangkas adalah kewenangan untuk memberikan persetujuan dalam transaksi pembelian listrik swasta (independent power producer/IPP) yang melebihi batas pagu kewenangan direksi. Pendek kata, semua pembelian listrik swasta itu kini sepenuhnya menjadi kewenangan direksi.

Manuver ini juga yang membuat penetapan Kuntoro sebagai komisaris utama di perusahaan pelat merah itu tertunda lebih dari tiga pekan. Padahal, menurut seorang pejabat di Kementerian Energi, Jokowi meminta Kuntoro segera membenahi tata kelola PLN dan mengawal megaproyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt. Sejumlah sumber di PLN dan Kementerian Energi mengatakan Kuntoro juga diberi kewenangan mengusulkan pemecatan direksi bila sekiranya diperlukan.

Permintaan ini disampaikan saat Jokowi memanggil Menteri Pertambangan dan Energi periode 1998-1999 itu ke Istana Negara pada pertengahan Oktober lalu. "Kami memang berdiskusi sekitar 30 menit," kata Kuntoro. Sudirman Said ikut hadir dalam pertemuan itu.

Pejabat tadi bercerita, Jokowi menjanjikan surat keputusan rapat umum pemegang saham (RUPS) akan terbit tiga hari kemudian. Tapi, hingga bulan berganti, janji itu tak terealisasi. Sejumlah sumber menyebutkan Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno kecewa terhadap penunjukan Kuntoro. RUPS untuk menetapkan Kuntoro sebagai komisaris utama diduga sengaja ditunda.

Rapat umum pemegang saham PLN akhirnya digelar di lantai sembilan kantor Kementerian BUMN, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Selasa pekan lalu. Pagi itu, pemegang saham resmi menetapkan Kuntoro Mangkusubroto sebagai komisaris utama, menggantikan Chandra Hamzah. Semua anggota direksi dan komisaris perusahaan hadir di sana.

Adapun Rini Soemarno tak hadir dalam rapat yang hanya berlangsung 20 menit itu. Ia memilih datang ke pameran foto di Fountain Foyee West Mall Grand Indonesia. Pameran yang melibatkan 68 BUMN itu digelar untuk menyambut Hari Pahlawan. Rapat dipimpin Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan, dan Pariwisata Kementerian BUMN Edwin Hidayat Abdullah. "Sudah didelegasikan ke saya," kata Edwin. Menurut Edwin, penunjukan Kuntoro sebagai komisaris utama sudah disetujui oleh Rini.

Ditemui pada Kamis pekan lalu, Rini mengatakan rapat umum pemegang saham tertunda karena persoalan operasional. "Pak Chandra Hamzah belum habis masa tugasnya," ujarnya. Itu sebabnya Kementerian harus memberikan masa sanggah kepada pejabat yang akan diganti selama 14 hari. Edwin menambahkan, tugas dan tanggung jawab Kuntoro sebagai Komisaris Utama PLN berlaku efektif per 10 November 2015.

Rini juga mengatakan kehadiran Kuntoro akan membantu kinerja PLN karena Direktur Utama PLN di era Presiden Abdurrahman Wahid ini berpengalaman luas. "Tanggung jawab PLN sangat besar. Bukan hanya 35 ribu megawatt, tapi juga soal transmisi," katanya.

* * * *

SUMBER kekhawatiran Kuntoro atas tata kelola di PLN adalah surat Menteri BUMN Rini Soemarno tentang pengecualian batasan pagu kewenangan direksi dan dewan komisaris PLN. Dalam surat bernomor S-689/MBU/10/2015 tertanggal 19 Oktober 2015 itu, Rini menyetujui transaksi antara PLN dan pengembang listrik swasta sepenuhnya menjadi kewenangan direksi. Surat itu diteken enam hari setelah Jokowi memanggil Kuntoro.

Dalam surat itu, Rini meminta direksi cukup melaporkan realisasi transaksi kepada dewan komisaris dan RUPS dalam laporan kinerja triwulanan. Syaratnya: rencana kegiatan tersebut telah ada dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan tahun berjalan yang telah mendapat tanggapan dewan komisaris dan disetujui RUPS. Program itu juga harus tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik.

Keputusan yang berlaku sejak bulan lalu itu menjawab permintaan Direktur Utama PLN Sofyan Basir. Dalam surat bernomor 0039/SKK.02.01/DIRUT/2015 itu, Sofyan mengeluh karena selama ini harus minta persetujuan dewan komisaris, atau rekomendasi dewan komisaris, untuk mendapat persetujuan pemegang saham bila nilai transaksi PLN dengan pengembang listrik swasta melebihi batas kewenangan direksi. Itu sebabnya ia mengusulkan agar transaksi sepenuhnya menjadi kewenangan direksi.

Sofyan membantah jika surat itu disebut memangkas kewenangan dewan komisaris. Yang dipangkas, kata dia, kewenangan BUMN sebagai pemegang saham. Usul agar semua transaksi pembelian listrik swasta menjadi kewenangan direksi justru datang dari Kementerian BUMN. "Untuk mempercepat proses, maka diberikan kepada direksi," ujarnya. Bekas Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk ini menyebutkan konsep seperti itu lumrah dan sudah diterapkan di perbankan. Sebab, kata dia, pemegang saham tidak punya divisi analisis dan teknis. Karena itulah Sofyan Basir mengusulkan "pemangkasan" kewenangan pemegang saham.

Penjelasan Rini agak berbeda. Menurut dia, gagasan pelimpahan wewenang itu bukan dari Kementerian BUMN, melainkan PLN. Ia mengatakan Sofyan Basir yang meminta agar Kementerian mengubah keputusan menteri yang selama ini sedikit berbeda dengan anggaran dasar PLN. "Pak Sofyan mengharapkan, tolong Kementerian mengikuti anggaran dasar saja," katanya.

Rini memastikan tidak ada kewenangan dewan komisaris yang dipangkas. Menurut dia, kebijakan itu justru diambil sebagai upaya untuk mempercepat realisasi proyek 35 ribu megawatt. Direksi khawatir rencana membangun pembangkit listrik bisa terhambat bila aturan terlalu kaku. Padahal proyek 35 ribu megawatt diharapkan rampung dalam lima tahun.

Edwin Hidayat menambahkan, pembelian listrik swasta telah direncanakan dan dianggarkan tiap tahun dalam RKAP. Pada tahap itu, sudah ada persetujuan dewan komisaris dan RUPS. "Selama sudah dicantumkan dalam RKAP, itu menjadi kewenangan direksi," katanya.

Mantan Komisaris Utama PLN Alhilal Hamdi menilai usul yang diajukan direksi PLN tak lazim. Menurut dia, salah satu fungsi pengawasan dewan komisaris adalah memberikan persetujuan atau menolak kebijakan direksi. Ia menyayangkan bila komisaris tak lagi memiliki kewenangan tersebut dan hanya menerima laporan realisasi.

Padahal, kata Alhilal, Undang-Undang Perseroan Terbatas mewajibkan direksi dan komisaris menanggung renteng dampak dari kebijakan perusahaan. "Bagaimana komisaris menanggung renteng, sementara mereka tidak berwenang menyetujui atau menolak?" katanya.

Ditemui di Tuban, Jawa Timur, Rabu pekan lalu, Joko Widodo menyatakan penetapan dan tugas yang diberikan kepada Kuntoro Mangkusubroto sebagai komisaris utama tidak berubah. Sudirman Said mengatakan belum ada instruksi baru dari Presiden setelah ia menyampaikan pesan Kuntoro mengenai tata kelola di PLN.

Hingga Kamis pekan lalu, Kuntoro mengaku belum menerima hasil RUPS PLN. Ia berharap Kementerian BUMN menjalankan prosedur sesuai dengan ketentuan. "Sampai hari ini saya masih manusia merdeka," ujarnya.

Retno Sulistyowati, Ayu Prima Sandi, Ali Hidayat dan Sujatmiko (Tuban)


Jalan Berliku Komisaris Baru

PENUNJUKAN Kuntoro Mangkusubroto sebagai Komisaris Utama PT Perusahaan Listrik Negara tak mulus. Diminta Presiden Joko Widodo mengawasi jalannya proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt, kehadiran Kuntoro di PLN membuat sebagian kalangan tak nyaman. Penetapannya sebagai komisaris utama tertunda tiga pekan.

29 September 2015
Chandra Hamzah dicopot dari jabatan Komisaris Utama PT PLN (Persero), dipindahkan ke PT BTN.

7 Oktober 2015
Direktur Utama PLN Sofyan Basir melayangkan surat kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno. Isinya meminta pengecualian kewenangan direksi dan dewan komisaris. Salah satunya: transaksi pembelian listrik swasta tak memerlukan persetujuan dewan komisaris.

13 Oktober 2015
Presiden Joko Widodo memanggil Kuntoro Mangkusubroto dan menugasi mantan Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) ini sebagai Komisaris Utama PT PLN (Persero).
Jokowi meminta rapat umum pemegang saham penetapan Kuntoro sebagai komisaris digelar dua hari kemudian.

19 Oktober 2015
Menteri BUMN Rini Soemarno membalas surat yang dikirim Sofyan Basir. Isinya: menyetujui usul pengecualian batas pagu kewenangan dewan direksi terkait dengan pembelian listrik swasta.

30 Oktober 2015
RUPS PT PLN mengangkat empat direktur baru, yakni Muhamad Ali, Djoko Rahardjo Abu Manan, Machnizon, dan Haryanto W.S. Pengukuhan empat pejabat ini menambah daftar anggota dewan direksi PLN menjadi 12 orang.

10 November 2015
RUPS di Kementerian BUMN menetapkan Kuntoro Mangkusubroto resmi menjadi Komisaris Utama PT PLN.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus