Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Prajurit Dua Aziz tampak sibuk mendata tiga orang berpaspor Republik Demokratik Timor Leste. Siang itu, Rabu dua pekan lalu, Aziz dan dua rekannya bertugas menjaga pos militer wilayah perbatasan di Wini, Kecamatan Insana Utara, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur. "Kerjanya apa? Coba suruh semua penumpang turun dari mobil," kata Aziz, dua pekan lalu, memastikan. Dengan cekatan, dia mencatat identitas para pelintas batas di sebuah buku tulis lusuh yang mulai kecokelatan.
Pos perbatasan Wini merupakan satu dari tiga gerbang utama penghubung Indonesia-Timor Leste di Nusa Tenggara Timur. Lokasinya berbatasan langsung dengan wilayah Oekusi, Timor Leste. Tahun lalu, rata-rata 43 orang dari kedua negara melintasi pos ini setiap hari. Selain harus melintasi pos perbatasan yang dijaga TNI, setiap pelintas batas diperiksa di pos kepolisian dan Imigrasi yang letaknya terpisah, sekitar 100 meter dari pos militer.
Seperti buku catatan pelintas batas Aziz yang lusuh, wujud pos perbatasan Wini juga ala kadarnya. Memiliki luas 9 meter persegi, bangunannya mirip gardu ronda. Hanya selemparan batu dari kompleks tersebut, pos perbatasan Timor Leste berdiri mentereng di balik sebuah tugu bertulisan "Timor Leste".
Karena kondisinya yang tak memadai, pemerintah berencana memoles pos perbatasan Wini dan menjadikannya sebagai salah satu Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Terpadu. Dengan status baru ini, pos perbatasan Wini akan dibangun lebih megah. Dalam maket pembangunan PLBN yang dibuat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, pos militer, kepolisian, dan Imigrasi akan disatukan dalam sebuah bangunan permanen.
Sejak akhir tahun lalu Jokowi memang memerintahkan agar daerah perbatasan diperbaiki menjadi halaman depan Indonesia. Selama ini wilayah perbatasan kerap diabaikan, seolah sebagai pintu belakang. Selain Wini, pemerintah memulai pembangunan PLBN Terpadu di enam lokasi di Kalimantan, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. Dua pos perbatasan lainnya di Nusa Tenggara Timur, yakni di Motaain dan Motamasin, pembangunannya bahkan telah dimulai.
Seperti halnya di Kalimantan dan Papua, jauhnya jarak dan kurangnya infrastruktur di wilayah perbatasan Indonesia-Timor Leste kerap memaksa warga Indonesia di Nusa Tenggara Timur mencari kebutuhan pokok di Timor Leste. "Tinggal jalan kaki. Kalau harus beli di kota, perjalanannya berjam-jam," kata Neri Ana Modestafunan, warga Kecamatan Motaain, Nusa Tenggara Timur. Lokasi terpencil di sepanjang garis perbatasan juga membuka peluang penyelundupan barang ilegal.
Itu sebabnya, menurut Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan, pembangunan pos lintas batas Indonesia-Timor Leste diperlukan untuk mendukung rencana pemerintah mengembangkan kawasan perbatasan Nusa Tenggara Timur. "Dalam waktu dua tahun, Presiden Joko Widodo meminta agar pos-pos ini harus sudah jadi."
Luhut mengatakan, perbaikan wilayah perbatasan juga penting untuk mengembangkan perdagangan kedua negara. Hingga kini, kata dia, sekitar 70 persen bahan kebutuhan pokok warga Timor Leste masih didatangkan dari Indonesia. Persoalannya, sebagian besar bahan kebutuhan tersebut dipasok dari Jawa lewat laut langsung menuju Dili, sekitar 160 kilometer ke arah utara wilayah perbatasan.
Pemerintah berniat mengharuskan pengiriman barang dipasok terlebih dulu ke Nusa Tenggara Timur, untuk selanjutnya dikirim lewat darat menuju wilayah Timor Leste. "Jadi nanti perdagangan di wilayah akan dipusatkan di sini agar ada perputaran ekonomi," kata Luhut. Rencana itu, kata Luhut, akan dibarengi dengan perbaikan sarana lain, seperti jalan perbatasan, pasar, sekolah, waduk, pelabuhan, dan bandara.
Luhut mengakui tak mudah untuk merealisasi rencana tersebut. Untuk menggenapi pembangunan infrastruktur jalan lintas Indonesia-Timor Leste, misalnya, setidaknya dibutuhkan waktu dua sampai tiga tahun. "Panjangnya sekitar 300 kilometer," ujarnya.
Pelaksana tugas Bupati Belu, Nusa Tenggara Timur, Wilhelmus Foni, berharap pemerintah pusat tak sekadar membangun pos layanan terpadu lintas batas, tapi juga benar-benar mengembangkan kawasan perbatasan. "Kami mengapresiasi, tapi kadang kami merasa diperhatikan hanya saat ada kunjungan pemerintah pusat," ujarnya.FAIZ NASHRILLAH
Mengantisipasi Lonjakan Jumlah Pelintas Batas
Pemerintah menyiapkan pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Terpadu di tujuh lokasi perbatasan. Sepuluh tahun ke depan, jumlah pelintas batas di tujuh daerah tersebut diperkirakan meningkat berkali lipat.
PLBN Wini, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur
PLBN Motaain, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur
PLBN Motamasin, Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur
PLBN Aruk, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat
PLBN Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat
PLBN Nanga Badau, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat
PLBN Skouw, Jayapura, Papua
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo