Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan perangkat lunak blockchain dan web3 di balik MetaMask, Consensys, mengumumkan hasil survei terbarunya soal mata uang kripto di Indonesia. Sigi yang dikerjakan bersama YouGov itu menemukan adanya peningkatan kesadaran terhadap mata uang kripto, tapi pemahaman masyarakat masih rendah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Co-Founder Ethereum dan Founder sekaligus CEO Consensys, Joseph Lubin, mengatakan setiap tahun perusahannya menemukan adanya tren positif untuk pertumbuhan dan adopsi kripto, web3, dan blockchain. Dia menyebut pada 2024 ini menjadi monumental bagi kripto karena Pemilu Amerika Serikat dimenangi oleh Donald Trump.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pemilu presiden AS baru-baru ini misalnya, dapat mengarah pada kejelasan regulasi lebih lanjut. Saat dunia merangkul potensi desentralisasi dan kripto, industri ini siap mendukung dan memberdayakan gelombang pengguna berikutnya melalui pendidikan dan inovasi sambil menyelesaikan beberapa tantangan paling kompleks di dunia,” kata Lubin dalam keterangan tertulis dikutip pada Sabtu, 14 Desember 2024.
Kesadaran publik terhadap mata uang kripto di Indonesia naik 4 persen pada 2024 dibandingkan tahun lalu. Kondisi ini menempatkan Indonesia di posisi kedua atau tertinggi di Asia bersama Korea Selatan, setelah Turki. Meskipun kesadaran meningkat, ada 63 persen responden mengakui bahwa mereka belum sepenuhnya memahami konsep mata uang kripto.
Lubin mengatakan kondisi ini perlu disikapi dengan pemberdayaan masyarakat tentang mata uang kripto. Selain itu, langkah ini juga akan bisa meningkatkan kepercayaan diri masyarakat dalam menghadapi era digital.
“Hal ini menunjukkan perlunya pemberdayaan masyarakat Indonesia melalui pendidikan yang sederhana dan mudah diakses,” kata dia.
Survei ini merupakan lanjutan dari periode 2023 dengan memperluas cakupan responden. Sigi ini juga melibatkan lebih dari 18 ribu responden berusia 18-65 tahun dari 18 negara di Afrika, Amerika, Asia, dan Eropa. Di Indonesia, ada 1.041 responden berusia 18-65 tahun.
Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mencatat, nilai transaksi kripto mencapai Rp 48,92 triliun pada bulan Agustus 2024. Angka tersebut naik sebesar 15,54 persen dari bulan sebelumnya yang hanya Rp 42,34 triliun.
"Pertumbuhan ini memberikan gambaran optimistis tentang masa depan industri kripto di Indonesia, meski tantangan makro ekonomi masih menjadi perhatian," ujar Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan Berjangka Komoditi Bappebti, Tirta Karma Senjaya, dalam keterangan tertulis pada Kamis, 3 Oktober 2024.
Sejak Januari hingga Agustus 2024, transaksi aset kripto, menurut Tirta, sangat mengesankan. Pasalnya, mengalami pertumbuhan sebesar 360,03 persen atau senilai Rp 391,01 triliun dibandingkan tahun sebelumnya yang mencatat Rp 149,3 triliun.
"Tether USD (USDT), Bitcoin (BTC), Ethereum (ETH), USD Coin (USDC), dan Pepe (PEPE) mendominasi transaksi kripto di Indonesia," katanya.
Tirta membeberkan bahwa pertumbuhan signifikan ini dipengaruhi oleh meningkatnya minat masyarakat terhadap aset kripto sebagai alternatif investasi.
"Pertumbuhan nilai transaksi aset kripto di Indonesia didorong oleh kombinasi meningkatnya literasi digital masyarakat dan peran kripto sebagai alternatif investasi yang menarik. Kami melihat USDT, Bitcoin dan Ethereum sebagai instrumen dominan yang terus menarik minat investor di Indonesia," ujar Tirta.
Pilihan Editor: UMP 2025 Naik 6,5 Persen, Ketua Aprindo : Berat, Semua Peretail Mengarah ke Efisiensi